nurchoirin1

Oleh : Nur Khoirin YD

SOLUSI yang tepat dari nikah siri atau nikah yang tidak tercatat, bukan dibuatkan KK dengan persyaratan yang sangat mudah, tetapi didorong untuk segera mencatatkan pernikahannya sesuai dengan hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia. Solusi lain yang juga bisa ditempuh adalah, jika perkawinan siri itu sudah berlangsung lama dan sudah ada anak-anak, maka bisa mengajukan istbat nikah (penetapan nikah) ke Pengadilan Agama.

Pembuatan KK bagi nikah siri, sebagaimana yang pernah dikemukakan oleh Dirjen Kependudukan dan Pencatatan sipil (Dukcapil), Zudan Arif Fakrullah beberapa minggu yang lalu, meskipun alasannya untuk tertib administrasi kependudukan, karena semua penduduk wajib terdata dalam Kartu Keluarga, termasuk yang menikah sirri. Pembuatan KK ini meskipun tidak bermaksud menikahkan pasangan, dan hanya bertugas mencatat telah terjadi perkawinan, tetapi akan menimbulkan dampak buruk dalam pengaturan perkawinan yang selama ini sudah berjalan dengan baik.

Dampak-dampak buruk dengan dibuatkan KK bagi pasangan nikah siri, antara lain, pertama, KK yang diterbitkan oleh Dukcapil bagi pasangan siri ini dapat dipahami oleh masyarakat sebagai bentuk pencatatan dan pengakuan adanya perkawinan oleh Negara. Hal ini akan berdampak buruk, pasti praktek nikah siri yang umumnya karena tidak terpenuhi syarat-syarat pencatatan yang sah, akan semakin diminati.

Praktek nikah siri umumnya dilakukan oleh pasangan yang tidak bisa atau sulit memenuhi syarat-syarat pencatatan nikah, misalnya masih terikat dengan perkawinan yang sah tetapi sudah pecah karena sedang dilanda perselisihan terus menerus, atau perceraiannya masih dalam proses di pengadilan, atau poligami liar karena tidak mendapatkan izin, atau sekedar untuk menghalalkan hubungan agar tidak disebut zina, atau hanya untuk tujuan sesaat dan bukan untuk membentuk keluarga yang kekal. Singkat kata, praktek nikah siri sangat potensial menimbulkan penyimpangan dan retaknya hubungan.

Kedua, perkawinan ini tidak hanya untuk memenuihi kebutuhan seksual, tetapi menimbulkan akibat hukum yang panjang, seperti hak nafkah istri, hubungan dengan anak-anak yang dilahirkan, hak saling mewarisi. Jika nikahnya tidak tercatat dan tidak diakui menurut hukum, lalu bagaimana dengan status hukum anak-anak yang dilahirkan, pembagian harta-harta yang diperoleh selama perkawinan siri, pembagian warisan, dan bagaimana caranya bercerai jika dibelakang hari nanti ternyata timbul perselisihan dan kemudian ingin berpisah? Ini semua harus dipikirkan secara menyeluruh.

KK Nikah Siri Menabrak Banyak Peraturan

Ketiga, penerbitan KK nikah siri menabrak berbagai peraturan perundang-undangan tentang perkawinan yang berlaku. Pencatatan perkawinan hukumnya wajib, sehingga jika tidak dilakukan pasti ada resiko atau sanksinya. Apalagi perkawinan ini dikatakan oleh undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 sendiri (Pasal 1), bukan hanya perjanjian biasa, tetapi ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan YME, sehingga mengharuskan untuk dicatat.

Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) ditegaskan lagi, bahwa pernikahan adalah akad yang sangat kuat (mitssaqan ghalidzan), yang tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan manusiawi, tetapi melaksanakannya bernilai ibadah. KHI yang merupakan hukum positif bagi umat Islam menegaskan, agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat (Pasal 5). Maka perkawinan harus dilangsungkan dihadapan dan di bawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah. Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai kekuatan Hukum (Pasal 6). Lebih jauh ditegaskan, perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah.

Dalam PP-10/1983 yang diubah dengan PP-45/1990 tentang Ijin Perkawinan dan Perceraian bagi PNS, disana ada ketentuan, bahwa PNS yang hidup serumah dengan laki-laki atau perempuan lain tanpa bukti adanya perkawinan yang sah, diancam hukuman berupa pemecatan. Sekarang ini misalnya pasangan PNS tersebut memiliki KK sebagai bukti perkawinannya diakui. Apakah bisa diancam dengan sanksi yang sama?

Keempat, pembuatan KK oleh Dinas Dukcapil bagi pasangan nikah siri juga mencederai berbagai gerakan dan program pembinaan dan pelestarian perkawinan yang tengah berjalan dan terus digalakkan. Sosialisasi dan edukasi yang terus dilakukan agar masyarakat menghindari praktek nikah siri, karena terbukti banyak madharatnya dari manfaatnya, menjadi sia-sia dan berantakan. Karena nikah siri ternyata diakui dan bahkan dicatat dalam KK, sehingga pasangan yang menikah siri menjadi lebih nyaman.

Istbat Nikah

Solusi bagi pasangan yang menikah siri, jika belum berlangsung lama dan belum ada anak-anak, adalah didorong agar segera mencatatkan pernikahannya secara sah. Bagi yang beragama Islam dicatatkan di KUA, dan bagi non muslim dicatat di Kantor Kependudukan dan Pencatatan sipil. Meskipun nikah siri sudah dianggap sah menurut hukum agamanya, tetapi biasanya dilakukan akad nikah ulang dihadapan Pegawai Pencatat Nikah.

Sedangan bagi pasangan yang nikah sirinya sudah berlangsung lama, sudah ada anak-anak dan sudah terbentuk harta bersama, maka disarankan melakukan itsbat (penetapan) nikah ke Pengadilan Agama. Caranya, suami istri mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama setempat meminta agar pernikahannya dulu ditetapkan sebagai nikah yang sah.

Suami istri tersebut harus dapat membuktikan, baik dengan surat-surat maupun dengan saksi-saksi yang dapat menguatkan bahwa nikahnya sudah memenuhi syarat dan rukun. Jika itsbat nikah ini dikabulkan, maka berlaku surut. Artinya, anak-anak yang dilahirkan juga dianggap sebagai anak sah. Hal ini berbeda dengan nikah baru yang berlaku sejak pernikahan itu dilangsungkan.

DR. H. Nur Khoirin YD, MAg, Ketua BP4 Propinsi Jawa Tengah/Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Walisongo/ Advokat Syari’ah, Tinggal di Tambakaji RT 08 RW 01 Ngaliyan Kota Semarang, Telp. 08122843498. Jatengdaily.com-st