Oleh : Nur Khoirin YD
KASUS menikah anak di bawah umur di Jawa Tengah terus meningkat. Menurut data yang dikutip dari jatengprov.go.id, kasus menikah dini dengan dispensasi nikah dari Pengdilan Agama di Jawa tengah tahun 2019 sebanyak 3.865 kasus. Tetapi pada tahun 2020 meningkat tajam menjadi 12.972 kasus nikah di bawah umur. Sebagaian besar yang mengajukan adalah orang tua dari calon penganten perempuan yang umurnya belum mencapai 19 tahun sebanyak 11.972, dan sisanya 1.671 diajukan oleh orang tua calon pengantin laki-laki yang juga umurnya belum genap 19 tahun.
Meningkatnya kasus nikah di bawah umur ini memang dampak langsung dari Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan terhadap Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang menaikkan menikah dari 16 tahun bagi perempuan dan 19 tahun bagi laki-laki, menjadi umur 19 tahun, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Tetapi tingganya perkara dispensasi nikah tersebut sekaligus menunjukkan sebenarnya praktek-praktek menikah diusia dini dimasyarakat masih sangat tinggi.
Hal ini harus menjadi keprihatinan dan perhatian semua pihak. Pemerintah dan masyarakat harus saling mendukung dan sinergis, melakukan sosialisasi dan edukasi yang terus menerus tentang bahaya atau resikonya nikah dini, baik secara medis maupun psikis.
Banyak penelitian menunjukkan, bahwa nikah dalam usia yang belum matang menimbulkan berbagai kerawanan, seperti melahirkan anak yang cacat, kematian ibu dan anak saat melahirkan, rawan stunting yaitu anak kekurangan gizi kronis sehingga pertumbuhannya tidak normal, rawan KDRT, dan perceraian. Dampak-dampak buruk ini harus terus disosialisasikan melalui berbagai media yang ada, agar budaya menikah muda semakin berkurang.
Dispensasi nikah sangat mudah
Batasan minimal usia kawin yang diatur dalam undang-undang perkawinan memang tidak absolut. Disebutkan Pasal 7 (1) Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun. Aturan umum ini kemudian dikecualikan dalam ayat (2), dalam hal terjadi penyimpangan terhadap ketentuan umur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), orang tua pihak pria dan/atau orang tua pihak wanita dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup.
Artinya, jika ada alasan yang sangat mendesak, meskipun seseorang belum mencari umur 19 tahun, Pengadilan dalam memberi dispensasi sehingga tetap bisa menikah secara sah. Undang-undang tidak menjelaskan atau memerinci apa itu alasan yang mendesak. Tetapi oleh masyarakat diterjemahkan sudah hamil terlebih dahulu akibat pergaulan bebas yang tidak terkendali.
Permohonan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama dengan alasan calon pengantin perempuan sudah hamil dengan menunjukkan bukti hamil, dijamin pasti dikabulkan, dan bahkan dibilang sangat mudah. Sampai hari ini belum ada dispensasi nikah dengan alasan sudah hamil yang ditolak. Pertimbangan hakim adalah untuk memberi perlindungan anak yang dikandung, yang tidak tahu apa-apa dan tidak bersalah, agar terlahir menjadi anak yang sah. Karena lahir dalam perkawinan yang sah. Anak yang sah adalah anak yang lahir sebagai akibat atau dalam perkawinan yang sah.
Sebagai akibat dari perkawinan yang sah adalah dalam usia kandungan yang normal. Tetapi kreteria kedua, lahir dalam perkawinan yang sah, artinya tidak memperhitungkan usia kehamilan. Misalnya hari ini menikah dan kemudian sebulan berikutnya melahirkan, maka adalah anak sah, karena lahir dalam perkawinan yang sah dari kedua orang tuanya. Jadi untuk kepentingan inilah dispensasi nikah harus dikejar.
Menjadi Modus
Dispensasi nikah yang dengan mudah dikabulkan, bahkan tidak ada kesulitan yang berarti, ini dapat memicu praktek-prektek nikah dibawah umur tetap marak. Hamil dahulu sebelum nikah ini justru dijadikan modus agar segera dinikahkan. Jika perempuan sudah hamil, biasanya keluarga dari pihak perempuanlah yang memohon belas kasihan dan mendesak agar si laki-laki segera bertanggung jawab, artinya mengawini secara sah.
Bahkan, meskipun semula orang tua tidak setuju dengan calon menantunya, atau belum akan menikahkan anaknya dalam waktu dekat, karena masih sekolah, tetapi karena anaknya sudah terlanjur hamil, maka dengan terpaksa si wali mau tidak mau harus merestui. Ada beberapa laki-laki yang nakal, jika sudah pacaran dan cinta buta dengan seorang perempuan, sedangkan orang tuanya tidak merestui, maka dia mengambil jalan pintas, yaitu dengan cara melakukan hubungan bebas, kemudian hamil, dan pasti akan dinikahkan segera.
Hamil untuk alasan memudahkan dispensasi nikah ini perlu ditinjau ulang, mana yang lebih besar maslahat atau justru madlaratnya. Maslahatnya adalah untuk melindungi anak yang ada dalam kandungan agar menjadi anak sah. Tetapi madlaratnya juga banyak. Pertama, tidak memberi efek jera bagi pezina, toh kalau hamil nanti juga dinikahkan. Kedua, menikah dalam usia dini, meskipun dengan dispensasi, tetapi beresiko, resiko ketidaksiapan dan ketidakmatangan, resiko anak-anaknya cacat dan terlantar, dan resiko perkawinannya bubar.
Harusnya Pengadilan Agama lebih selektif, tidak hanya dengan alasan hamil kemudian dikabulkan, tetapi harus ada pertimbangan-pertimbangan lain, sehingga harus banyak yang ditolak. Biar saja anak yang lahir menjadi korban ulah bapak ibunya, sebagai bentuk sanksi atau hukuman. Agar menjadi pelajaran bagi pasangan yang lain lebih berhati-hati.
H. Nur Khoirin YD, MAg, Ketua BP4 Propinsi Jawa Tengah/Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Walisongo, Tinggal di Tambakaji RT 08 RW 01 Ngaliyan Kota Semarang, Telp. 08122843498. Jatengdaily.com-st