Optimistis, Sabar, Bersyukur Hadapi Covid-19

Prof Dr KH Ahmad Rofiq MA
Oleh Ahmad Rofiq
HARI ini, Senin, 12/7/2021, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Tengah menggelar Webinar bersama dengan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Tengah. Tema yang diusung, “Urgensi Bernarasi Positif dalam Pemberitaan di Tengah Kondisi Covid-19”.
Di tengah PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) oleh pemerintah pusat, provinsi, dan bahkan kota Semarang, ternyata meskipun sudah memasuki bulan ke-16, pandemi Covid-19 masih belum tampak tanda selesainya.
Angka kematian karena covid-19, per-11/7/2021 seluruh dunia mencapai 4,03 juta dari 187 juta yang terpapar.Seluruh Indonesia yang meninggal 65.457 orang dari 2,49 juta yang terpapar, dan Jawa Tengah per Ahad, 11/7/2021 jam 16.00 meninggal 18.081 (+124) ada tambahan (+124) kematian dalam 24 jam terakhir. Dan perkembangan warga yang dirawat mencapai 28.732 (+2,575), ada tambahan +2,575 per-24 jam terakhir.
Pertanyaannya adalah, apakah kutipan tersebut bernarasi negativ? Hemat saya, tentu tergantung perspektif apa yang kita gunakan. Inilah yang menjadi kegelisahan dan kegalauan akademik pengurus PWI dan MUI Provinsi. Saya yakin, bukan soal berita tentang tambahan kasus yang terpapar, bertambahnya angka kematian, atau bahkan karena dampak operasi yustisi PPKM Darurat, banyak saudara-saudara kita pedagang kaki lima, lapaknya diswiping dan bahkan tampak dirusak, dan barang dagangannya “dibawa” oleh aparat satpol PP.
Pertanyaan berikutnya adalah, apakah “oknum” aparat tersebut, sudah kehilangan “nurani kemanusiaannya” sehingga tidak tersisa lagi empati pada saudara-saudaranya yang “mengais” rizqi di tengah berbagai pembatasan untuk mereka. Bagi saudara kita yang mengandalkan hasil kerja harian, PPKM ini tentu sangat berat bagi mereka. Semoga saja mereka para “kurban kesewenang-wenangan” oknum apparat, tidak putus asa.
Pembaca bisa dengan kasat mata menghitung, jika sebagian properti mereka dibawa, bahkan sebagian barang dagangan juga dibawa, diangkut ke mobil dinas petugas. Kenapa aparat tidak menempuh langkah persuasif, sebagaimana dicontohkan pimpinan tertinggi di Kota Semarang ini misalnya? jika perlu mereka bertanya hari ini sudah laku berapa, diberi penjelasan secara simpatik, untuk menghindari bertambahnya penularan Covid-19, mohon sementara warungnya ditutup. Syukur-syukur pemerintah bisa membantu untuk meringankan beban mereka.
Harus diakui banyak sekali berita-berita “sampah” dan hoax, apalagi yang memenuhi atau bahkan menyesaki media-media sosial. Ada yang masih tidak percaya covid-19, dan menebar kebencian, sehingga rakyat cenderung abai mentaati prokes, ada juga khawatir berlebihan. Inilah yang ingin diluruskan oleh teman-teman PWI dan MUI Provinsi Jawa Tengah.
Sebagai warga yang beriman, perlu menyadari bahwa musibah diturunkan oleh Allah, pertama, karena kesalahan manusia (QS. Asy-Syura (42): 30). Kedua, musibah terjadi karena sudah ada catatannya di Lauhil Mahfudh (QS. Al-Hadid (57): 22); karena itu, “(Kami – Allah- jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu.
Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri, (yaitu) orang-orang yang kikir dan menyuruh manusia berbuat kikir. Dan barangsiapa yang berpaling (dari perintah Allah) maka sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji” (QS. Al-Hadid (57): 23-24). Ketiga, musibah itu terjadi atas ijin Allah (QS. At-Taghabun (64): 11). Allah menguji atau menurunkan bala’ kepada hamba-Nya, termasuk bangsa Indonesia, untuk menguji kesabaran dan penyadaran, apakah masih memiliki kesadaran bahwa mereka ini adalah milik Allah, dan pasti akan kembali kepada-Nya (QS. Al-Baqarah (2): 155-156).
Atas dasar itulah, MUI bersama Pengurus PWI Jawa Tengah, menggelar webinar ini, dalam rangka bersama-sama mengingatkan untuk terus optimis, bersabar, dan tetap bersyukur. Kita tidak perlu takut apalagi panik, karena “ketakutan/kepanikan adalah separuh penyakit”. Kita harus tetap tenang, karena “ketenangan adalah separuh obat”. Yang sangat penting kita harus sabar, karena “sabar adalah awal dari kesembuhan”.
Ada yang lebih penting lagi, tetap bersyukur. Karena kita semua harus sadar bahwa masih sangat banyak yang kitab boleh jadi tidak meminta, tetapi Allah masih menyayangi kita dan melimpahi berbagai kenikmatan. Kita setiap hari menghirup oksigen gratis, di tengah kegamangan dan kehabisan stok oksigen untuk rumah sakit.
Mari kita memohon kepada Allah, supaya ‘Arsy bertasbih memuji Tuhan mereka, mereka beriman, dan memohonkan ampunan kepada orang-orang yang beriman seraya mengucapkan: “Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyala-nya”. (QS. Ghafir (40): 7).
Semoga Allah ‘Azza wa Jalla menghentikan berbagai bencana, pandemi, dan segala macam penyakit yang menimpa bangsa ini, khususnya saudara-saudara kita yang terdampak kurban bencana. Hasbuna Allah wa ni’ma l-wakil ni’ma l-maula wa ni’man n-nashir. Laa haula walaa quwwata illaa biLlaahi l-‘aliyyi l-‘adhim.
Prof. Dr. Ahmad Rofiq, MA. Guru Besar Hukum Islam Pascasarjana UIN Walisongo Semarang, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Tengah, Direktur LPPOM-MUI Jawa Tengah, Anggota Dewan Pakar Masyarajat Ekonomi Syariah (MES) Pusat, Anggota Dewan Penasehat Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI). Pusat, dan Ketua DPS Rumah Sakit Islam (RSI) Sultan Agung (SA) Semarang.Jatengdaily.com-st