Loading ...

Pekerjaan Rumah Kebumen Tanpa Stunting

0
dwi agus bps

Oleh: Dwi Agus Styawan
Statistisi Pertama BPS Kabupaten Kebumen

PADA Rabu lalu, 22 Maret 2021, Bupati dan Wakil Bupati Kebumen menyelenggarakan Rembuk Stunting Kebumen. Kegiatan ini sebagai upaya percepatan pencegahan dan penanggulangan stunting secara terintegrasi di Kabupaten Kebumen. Hal ini sesuai dengan salah satu target dalam Sustainable Development Goal’s (SDG’s) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

Target SDG’s tersebut adalah mengakhiri segala bentuk malnutrisi, termasuk penurunan stunting pada balita serta mengatasi kebutuhan gizi remaja perempuan, wanita hamil/menyusui, dan penduduk lanjut usia.

Dalam sambutan pembukaan Rembuk Stunting 2021, Wakil Bupati Kebumen menyampaikan bahwa prevalensi stunting di Kabupaten Kebumen menurun dari 19,65 persen pada 2019 menjadi 15,34 persen pada 2020. Penurunan prevalensi stunting ini perlu diapresiasi, sebab menunjukkan keberhasilan berbagai program pembangunan pemerintah, khususnya dalam bidang kesehatan ibu dan anak.

Akan tetapi, keberhasilan ini masih menyisakan beberapa pekerjaan rumah terutama dalam mewujudkan Kebumen tanpa stunting. Pekerjaan rumah ini diantaranya berkaitan dengan beberapa indikator penyebab stunting.

Pada dasarnya stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis sehingga tinggi badan anak lebih pendek dibandingkan dengan anak seusianya. Kekurangan gizi ini terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir. Stunting pun berdampak luas dalam kehidupan. Anak yang mengalami stunting akan cenderung memiliki tingkat kecerdasan tidak maksimal, lebih rentan terhadap penyakit dan berisiko menurunkan tingkat produktivitas di masa depan.

Pada akhirnya secara luas, stunting akan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan dan memperlebar ketimpangan sosial. Selain itu, dapat dibayangkan bagaimana kondisi sumber daya manusia pada masa yang akan datang jika saat ini relatif banyak anak yang menderita stunting. Anak-anak ini tentu akan cenderung kesulitan bersaing dalam menghadapi tantangan-tantangan global.

Mengingat masih tingginya prevalensi stunting di Kebumen dan dampak stunting yang cukup luas, maka Pemerintah Daerah Kabupaten Kebumen perlu mengetahui kondisi beberapa indikator penyebab stunting. Hal ini sangat penting sebagai bentuk evaluasi dan perumusan kebijakan mewujudkan Kebumen tanpa stunting.

Faktor Penyebab
Secara umum, stunting disebabkan oleh faktor multidimensi. Stunting tidak hanya disebabkan oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Stunting juga disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti inisiasi menyusui dini, pemberian ASI eksklusif, umur hamil pertama ibu, dan akses terhadap sumber air minum bersih.

Menurut Framework WHO yang diterbitkan pada 2013, faktor ibu dan lingkungan merupakan faktor pertama yang menyebabkan stunting pada balita. Salah satu faktor ibu (maternal factor) tersebut adalah kehamilan dini. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2020 menyebutkan 63,54 persen perempuan Kebumen berumur 15 – 49 tahun hamil pertama kali pada umur 21 tahun ke atas. Adapun sisanya sebesar 23,50 persen hamil pertama pada usia 19 – 20 tahun, 10,65 persen pada usia 17 – 18 tahun, dan 2,31 persen pada usia 16 tahun ke bawah.

Indikator kehamilan dini ini dapat dikatakan relatif baik, sebab lebih dari separuh perempuan berumur produktif hamil pertama pada usia yang ideal yakni 21 tahun ke atas. Akan tetapi, indikator ini menyisakan pekerjaan rumah yaitu masih terdapat lebih dari 35 persen perempuan berumur produktif yang mengalami kehamilan pertama pada usia muda atau bahkan remaja. Pekerjaan rumah ini terutama terjadi di wilayah perdesaan, sebab hampir 40 persen perempuan berumur produktif yang tinggal di perdesaan hamil pertama pada usia muda atau remaja.

Faktor pertama berikutnya yang menyebabkan balita mengalami stunting adalah faktor lingkungan. Faktor ini salah satunya terkait dengan penggunaan sumber air minum. Keterbatasan akses terhadap sumber air minum bersih tentu berdampak pada peningkatan penyakit infeksi seperti diare dan cacingan. Kondisi ini menurut kajian yang dilakukan oleh Bappenas dan Unicef dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan linear serta dapat meningkatkan kematian pada balita.

Hasil Susenas Maret 2020 menyatakan 64,50 persen rumah tangga di Kebumen telah menggunakan sumber air minum bersih. Persentase ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata Provinsi Jawa Tengah yang mencapai 80,64 persen. Pada indikator ini, pekerjaan rumah juga terletak pada ketimpangan akses sumber air minum bersih antara wilayah perkotaan dan perdesaan.

Lebih dari 85 persen rumah tangga yang tinggal di perkotaan Kebumen telah menggunakan sumber air minum bersih, sedangkan rumah tangga di perdesaan hanya 55,26 persen. Ketimpangan ini tentu menjadi tantangan bagi pemerintah terutama dalam menekan atau mencegah kejadian stunting pada balita di wilayah perdesaan.

Faktor kedua menurut WHO yang berpotensi menyebabkan balita stunting adalah Inisiasi Menyusui Dini dan pemberian ASI eksklusif. Inisiasi Menyusui Dini (IMD) adalah meletakkan bayi menempel di dada atau perut ibu segera setelah lahir, membiarkannya merayap mencari puting, kemudian menyusui. Setiap bayi yang dilahirkan pada dasarnya berhak mendapatkan kesempatan IMD segera setelah lahir sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif.

Memulai IMD berarti Ibu akan memberikan tetesan ASI pertama kali langsung untuk bayi. Dalam dunia medis, cairan ASI pertama ini disebut kolostrum yang bermanfaat penting untuk jangka panjang. Menurut WHO, seperti dikutip dari Medical News Today, ASI pertama ibu mengandung antibodi yang tinggi untuk membantu memperkuat sistem kekebalan tubuh bayi setelah lahir.

Berdasarkan hasil Susenas Maret 2020 capaian IMD di Kebumen relatif tinggi. Lebih dari 77 persen perempuan Kebumen berumur 15 – 49 tahun pernah kawin yang pernah melahirkan dalam dua tahun terakhir telah melakukan IMD. Persentase ini hampir mendekati rata-rata capaian IMD di Jawa Tengah yang mencapai 78,57 persen.

Namun ketimpangan capaian IMD antara perkotaan dan perdesaan masih menjadi pekerjaan rumah yang besar bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Kebumen. Susenas Maret 2020 menunjukkan bahwa cakupan IMD di perkotaan mencapai 89,15 persen, sedangkan di perdesaan hanya 72,61 persen. Hal ini berarti masih terdapat lebih dari seperempat perempuan perdesaan berumur 15 – 49 tahun pernah kawin yang pernah melahirkan dalam dua tahun terakhir tidak melakukan IMD.

Sementara itu berdasarkan aspek pemberian ASI, sebanyak 67,66 persen penduduk Kebumen berumur 0 – 23 bulan yang pernah diberi ASI telah mendapatkan ASI eksklusif. Persentase ini relatif lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata Provinsi Jawa Tengah yang hampir mencapai 72 persen. Cakupan pemberian ASI eksklusif ini juga meninggalkan pekerjaan rumah dari sisi wilayah tempat tinggal.

Hal ini tercermin dari hasil Susenas Maret 2020 yang menunjukkan bahwa cakupan pemberian ASI eksklusif di perdesaan jauh lebih rendah dibandingkan dengan wilayah perkotaan, yaitu 61,56 persen berbanding 84,14 persen. Kondisi ini sekaligus menggambarkan bahwa masih terdapat sekitar 38 persen penduduk berumur 0 – 23 bulan di perdesaan yang tidak memperoleh ASI eksklusif.

PR Kebumen
Dengan demikian berbagai data di atas menunjukkan bahwa upaya pemerintah mewujudkan Kebumen tanpa stunting memiliki pekerjaan rumah yang relatif besar. Pekerjaan rumah ini terutama dalam aspek ketimpangan wilayah perkotaan dan perdesaan, baik dalam hal capaian IMD, pemberian ASI eksklusif, umur hamil pertama ibu, dan akses terhadap sumber air minum bersih.

Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam menyelesaikan pekerjaan rumah tersebut adalah menggencarkan edukasi atau sosialisasi mengenai pentingnya pola asuh dalam pencegahan balita stunting, baik dalam hal IMD maupun pemberian ASI eksklusif. Edukasi pola asuh ini terutama harus intensif dilakukan pada wilayah-wilayah perdesaan di Kabupaten Kebumen. Edukasi dilakukan dengan menyediakan dan mengoptimalkan peran tenaga konselor ASI di seluruh Puskesmas.

Para konselor ASI ini bertugas meyakinkan kaum ibu atau calon ibu untuk melakukan IMD dan memberikan ASI eksklusif. Selain itu, pemerintah juga perlu mewajibkan kantor-kantor, termasuk swasta, menyediakan ruang laktasi. Hal ini bertujuan agar para ibu yang bekerja tetap dapat memberikan ASI eksklusif bagi buah hatinya.

Upaya lain yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk menekan prevalensi stunting adalah meningkatkan pendidikan perempuan. Peningkatan pendidikan perempuan ini diharapkan akan meningkatkan umur kawin pertama perempuan. Hal ini secara tidak langsung dapat mencegah kehamilan dini pada perempuan, sehingga menurunkan resiko kejadian stunting. Selain itu, pemerintah hendaknya juga mulai mengalihkan fokus anggaran daerah pada penyediaan sumber air minum bersih terutama bagi rumah tangga-rumah tangga di perdesaan.

Selama ini program rehabilitasi rumah atau jambanisasi telah sukses mengubah wajah permukiman-permukiman khususnya di perdesaan. Anggaran-anggaran yang selama ini digunakan untuk rehabilitasi rumah atau jambanisasi ini harus mulai dialihkan untuk meningkatkan akses rumah tangga terhadap sumber air minum bersih. Upaya ini bertujuan agar anak balita mendapatkan air bersih sebagai sumber air minum mereka. Air minum yang bersih akan menghindarkan mereka dari berbagai penyakit dan memperkecil resiko stunting.

Berbagai upaya atau kebijakan penanggulangan dan pencegahan stunting tentu juga harus berlandaskan data-data ilmiah. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah Kabupaten Kebumen harus melakukan kajian komprehensif mengenai stunting di Kebumen. Kajian ini di antaranya terkait karakteristik sosial demografi balita stunting dan rumah tangga yang memiliki balita stunting. Selain itu kajian komprehensif juga harus dilakukan oleh pemerintah terkait dengan faktor-faktor penyebab balita stunting di Kebumen.

Bagaimanapun juga, setiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda sehingga tentu memerlukan penanganan berbeda pula. Sejauh ini kajian mengenai karakteristik sosial demografi atau faktor-faktor penyebab balita stunting di Kabupaten Kebumen relatif belum banyak dilakukan. Padahal kajian ini sangat penting sebagai dasar pemerintah dalam perumusan kebijakan penanggulangan dan pencegahan stunting.

Pada akhirnya seluruh upaya ini membutuhkan sinergitas dan komitmen kuat dari berbagai pihak. Sinergitas dan komitmen kuat antara pemerintah, swasta, dan masyarakat ini akan mempercepat terwujudnya Kebumen tanpa stunting.

Bagaimanapun juga, manusia-manusia sehat ini lah yang akan membuat Kebumen berdetak. Manusia-manusia sehat ini lah yang akan membuat Kebumen bergerak. Manusia-manusia yang sehat ini lah yang akan menciptakan Kebumen Semarak, Kebumen yang Sejahtera, Mandiri, Berakhlak bersama Rakyat. Jatengdaily.com-yds

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Exit mobile version