Oleh : Wiranti
LANTUNAN doa telah riuh dilantunkan umat muslim menuju datangnya Ramadan, Allahumma barik lana fii rajaba wa syabana wa balighna Ramadhana (Ya Allah, berkahilah umur kami di bulan Rajab dan Syaban, serta sampaikanlah (umur) kami hingga bulan Ramadan). Ketika kita telah sampai pada ramadhan, kegembiraan yang sesungguhnya dianalogikan sebagai bentuk kepasrahan seorang hamba secara totalitas di hadapan Allah SWT. Melalui semangat menjalankan seruan kebaikan, dilandasi keikhlasan yang tumbuh dari perasaan gembira tersebut.
Memasuki bulan ke-9 dalam penanggalan Hijriyah, riuh gembira umat Islam senantiasa mewarnai menyambut datangnya bulan Ramadan. Bulan yang penuh maghfirah dan menjadi ladang pahala berlipat ganda. Di dalamnya terdapat ibadah mulia yakni shaum (puasa). Rasulullah bersabda, setiap amal anak Adam itu dilipatgandakan. Satu kebaikan mendapat 10 kali lipat hingga 700 kali lipat. Allah SWT berfirman, Kecuali puasa, karena puasa adalah untuk-Ku dan Aku akan membalasnya. Dia tinggalkan syahwat dan makanan karena Aku. Maka betapa istimewanya bulan ramadhan ini. Puasa kita sejatinya diperuntukkan kepada Allah SWT semata. Allah lah yang akan memberikan pahalanya secara langsung kepada orang yang berpuasa.
Ibadah puasa di bulan Ramadan menjadi penyempurna ibadah umat Islam terdahulu. Sebagaimana ibadah puasa telah dipraktikan oleh rasulullah ﷺ sebelum diwajibkanya puasa Ramadan dalam satu bulan penuh. Sudah selayaknya kita menyelami makna lain dibalik kewajiban puasa ini sehingga tingkatan kita dalam berpuasa tak hanya menahan secara fisik dari lapar dan haus semata. Terdapat dimensi lain dari dahsyatnya faedah puasa yang kita kerjakan di bulan Ramadan ini. Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Maqashid as-Shaum yang ditulis oleh Shulthanul Ulama, Syekh Izzuddin bin Abdussalam. Diantaranya yakni rafu al-darajât (meninggikan derajat). Nabi Muhammad ﷺ bersabda “Ketika Ramadhan tiba, dibukalah pintu-pintu surga, ditutuplah pintu-pintu neraka dan setan pun dibelenggu.” (HR Imam Muslim).
Pemahaman dibukanya pintu surga layaknya kita maknai dengan tergerak memanfaatkan peluang menuju kemuliaan derajat dengan terus melaksanakan kebaikan, ketaatan, mengendalikan hawa nafsu dan meninggalkan maksiat dalam bulan Ramadhan. Ketika kita lalai akan melakukan maksiat, diri kita teringat akan puasa yang sedang kita jalani, tentu keburukan tersebut dapat kita cegah sebab kita tentu tidak mau kehilangan keberkahan dari puasa dan merasa puasanya menjadi sia sia.
Dijelaskan lagi faidah puasa dalam kitab Maqashid as-Shaum ialah taktsîr al-shadaqât (memperbanyak sedekah). Ketika orang berpuasa merasakan lapar, dia mengingat rasa lapar tersebut yang mendorongnya untuk memberi makan pada orang yang lapar. Sehingga kita memahami rasa lapar dan dahaga puasa dari sudut pandang lain. Jiwa kepekaan sosial kita dilatih dalam bulan Ramadan ini. Perlu keseimbangan kualitas kita sebagai individual dihadapan Allah dengan hakikat kita sebagai mahluk sosial. Jangan sampai mengejar dunia saja dengan melalaikan ukhrawi ataupun sebaliknya. Dengan kepedulian tersebut, bulan Ramadhan menjadi sarana menciptakan kebahagiaan dengan merajut hubungan vertical (hablumminallah) dan hubungan horizontal (hablumminannas) secara seimbang.
Imam Izzuddin juga menjelaskan perantara puasa, mendapatkan faedah bersyukur mengetahui kenikmatan tersembunyi (Syukr Âlim al-Khafiyyât). Sesederhana apapun kenikmatan dalam 24 jam nafas kita, makanan yang kita santap sehari hari, selayaknya kita menyadari kenikmatan tersebut dan bersyukur atasnya. Sebab, kenikmatan tidak diketahui kadar atau nilainya tanpa melalui hilangnya rasa nikmat itu terlebih dahulu. Sehingga puasa ini sebagai bentuk riyadhah agar kita menyadari kenikmatan yang Allah hadirkan setelah kita seharian menahan dahaga dan lapar.
Bulan Ramadan perlu kita optimalkan sebagai momentum mengasah keimanan, menggapai predikat muttaqîn (orang yang bertaqwa). Kita berkesempatan sangat besar mengumpulkan kebaikan dan pahala yang berlipat ganda di bulan Ramadan melalui banyak jalan yang Allah sediakan. Allah memberi pahala setiap kebaikan dengan 10 pahala, shalat berjamaah dengan pahala 27 kali lipat, amalan sunnah di bulan Ramadhan pahalanya sebagaimana dengan amalan wajib, amalan wajib dilipatgandakan 70 kali lipat dan juga shadaqah 700 kali lipat.
Melalui bulan Ramadan, Allah SWT memberikan Rasulullah Saw Lailatul Qadar yang keutamaannya lebih baik daripada seribu bulan. Maka yang terpenting adalah bagaimana kita tidak melewatkan waktu untuk melakukan kebaikan-kebaikan tersebut.
Kita tidak lepas dari lalai melewatkan moment emas di Bulan Ramadan ini. Kita sering terjebak pada hal yang bersifat ceremonial tanpa makna. Banyak diantara kita terlena dengan kesibukan duniawi. Padahal Allah telah membuka lebar lebar pintu pahala bagi kita dari apapun kebaikan yang kita kerjakan, sekecil apapun. Imam Izzuddin menjelaskan faidah puasa selanjutnya ialah Takfîr al-Khathîât (Penghapus Kesalahan/Dosa). Atas dasar hadits Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam yang mengatakan Barangsiapa yang berpuasa Ramadan karena iman dan mengharapkan pahala maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (H.R. Imam Bukhari dan Imam Muslim). Maka marilah perbaiki niat kita dan memposisikan hati kita khusyuk menjalani ibadah dalam keberkahan Bulan Ramadan agar mendapat ampunan Allah SWT.
Wiranti, Mahasiswi Ilmu Falak Fakultas Syariah dan Hukum UIN Walisongo Semarang dan santriwati Ponpes Life Skill Daarun Najaah Semarang. Jatengdaily.com–st
GIPHY App Key not set. Please check settings