Oleh: Mahsun
KEMULIAAN Ramadan telah dideklirkan secara tegas oleh Rasulullah sebagai bulan milik ummatnya yang penuh dengan berkah dan keistimewaan. Salah satu keistimewaan itu dikatakan bahwa sepertiga pertama disebut sebagai rahmah, sepertiga kedua disebut sebagai maghfirah dan sisanya sebagai pembebas dari api neraka. Yang disebut terakhir inilah sesungguhnya merupakan capaian tertinggi bagi siapa saja yang mengharapkan pertemuan dengan sang Khaliq, yaitu kemerdekaan dan kebahagiaan sejati.
Itulah sesungghnya makna essensial dari ibadah puasa di bulan Ramadan. Ada lima hal yang harus dilakukan selama bulan Ramadan agar amal ibadah menjadi berkualitas sekaligus dapat meningkatkan kualitas kesalehan individual dan kesalehan sosial.
Pertama, menata hati agar cita akhirat.hal ini penting karena sesungguhnya kebahagiaan sejati ada di akhirat yakni ketika manusia terbebas dari api neraka dan dinobatkan sebagai penghuni surga untuk selama-lamanya. Sementara kehidupan di dunia betapapun indahnya hanyalah semu dan sementara.Itulah mengapa Allah menegaskan bahwa Sungguh akhirat itu lebih utama dari pada dunia (QS. 93: 4). Kedua, bersikap jujur dalam ucapan dan perbuatan.
Hal ini penting dilakukan lebih-lebih pada era disrupsi ini manusia dituntut untuk cerdik berkreasi dan berinovasi secara dinamis dan cepat. Pada titik inilah kejujuran baik pada diri sendiri maupun kepada orang lain sangat dibutuhkan agar kreasi dan inovasi apapun yang dihasilkan akan membawa kebaikan bagi kehidupan. Mengapa demikian, karena jika sebuah kreasi dan inovasi dihasilkan dari kebohongan dan kemunafikan maka yang muncul adalah hoak dan fitnah yang berujung pada kekacauan.
Seorang Sufi terkenal bernama Hatim al-Asham berkata bahwa barang siapa mengklaim melakukan empat perbuatan baik namun tanpa melakukan empat konsekuensinya maka pengakuannya adalah bohong. Empat hal itu adalah barangsiapa mengaku cinta kepada Allah tetapi tidak mau berhenti maksiat maka pengakuannya itu bohong. Barangsiapa mengaku cinta kepada Rasulullah Muhammad saw, tetapi benci kepada orang fakir dan miskin, maka ia telah berbohong.
Barang siapa mengaku cinta surga tetapi tidak mau bersedekah maka, ia bohong. Dan barangsiapa mengaku takut neraka tetapi tidak mau berhenti dari perbiatan dosa, maka pengakuannya itu adalah bohong. Ketiga, usaha untuk mencapai kebahagiaan dan kemerdekaan hakiki dapat dilakukan melalui harmonisasi dalam pergaulan mulai dari lingkup keluarga yang paling kecil sampai dengan masyarakat luas. Hal ini penting untuk dilakukan agar mencapai keshalehan sosial. Salah satu sikap yang mesti harus dilakukan adalah bersikap lemah lembut kepada sesama manusia. Rasulullah bersabda, “Berbuat lemahlembut kepada sesama manusia itu adalah sedekah” (HR. Ibn Majah).
Dalam usaha menciptakan keluarga harmoni, Rasulullah telah memberikan keteladanan melalui hal yang tampaknya sepele namun luhur nilainya yakni bahwa Rasululullah tidak pernah mencela makanan yang disuguhkan kepadanya, tidak pernah menghardik pembantu, dan tidak pernah memukul istrinya. Sikap ini sesungguhnya merupakan modal dasar dalam menciptakan keluarga harmonis. Keempat, menghindarkan diri dari berbuat lalim. Ada tiga kelaliman yang dilarang oleh Allah swt. yakni kepada diri sendiri maupun kepada sesama manusia bahkan kepada Allah swt. Kelaliman manusia kepada Allah sang Pencipta berupa perbuatan kufur (ingkar) kepada Allah.
Mereka yang kufur disebut kafir dan yang kafir adalah orang yang lalim (QS. 2: 254). Dalam ayat lain, Al-Quran juga menyebut kelaliman ditandai dengan berbuat syirik atau menyekutukan Allah dengan zat lain. Allah berfirman “Sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar- benar kelaliman yang besar.” (QS. 31: 13). Mengapa demikian, karena dengan berbuat kufur dan syirik sesungguhnya manusia telah meletakkan sesuatu perbuatan pada tempat yang bukan semestinya. Lalim atau berbuat aniaya kepada sesama manusia juga merupakan perbuatan yang dibenci Allah swt. Bentuknya sangat beragam mulai dari menyinggung kehormatan orang lain, menyakiti tubuh atau hati orang lain hingga mengambil harta orang tanpa hak.
Artinya segala sesuatu yang merugikan orang lain termasuk perbatan lalim. Resiko perbuatan lalim ini adalah bahwa Allah menyebut akan mengambil pahala amal kebaikan orang yang berbuat zalim dan diberikan kepada orang yang dizalimi. Bahkan akan menimpakan dosa orang yang dilalimi kepada orang yang melalimi. (HR. Bukhari). Sedangkan kezaliman kepada diri sendiri berwujud dalam bentuk perbuatan-perbuatan maksiat yang dilakukan secara sengaja.
Sesungguhnya orang yang berbuat dosa telah berbuat lalim pada dirinya sendiri karena ia telah rela menceburkan dirinya dalam murka Allah dan siksaNya kelak di hari pembalasan. Kelima, selalu menjaga ibadah secara kontinue dan kosisten serta tulus semata-mata karena ingin mendapatkan ridlaNya. Lebih-lebih dalam menjalankan ibadah puasa sebagai ibadah yang sangat mulia setelah ibadah shalat yang pahalanya hanya Allah sendiri yang akan memperhitungka.
Barangsiapa menjalankan ibadah puasa Ramadan karena iman dan ingin mendapatkan ridlaNya maka akan diampunkan dosa-dosanya yang telah dilakukan. Jika lima hal tersebut telah dapat dilakukan dengan baik maka kita akan menjadi manusia yang shalih secara pribadi maupun secara sosial. Dengan demikin insya Allah surga akan menjadi hunian terakhir untuk selama-laman. Wallau A’lam bi Asshawab.
Penulis adalah Dosen pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang—Jatengdaily.com–st
GIPHY App Key not set. Please check settings