in

Vaksin Berkhasiat, Ekonomi Menggeliat


Oleh : Pandu Adi Winata, SST
Statistisi Muda pada BPS Purbalingga

KITA melewati bersama tahun 2020 dengan keprihatinan, di mana pandemi Covid-19 masih juga belum pergi berlalu meninggalkan keseharian kita. Jangankan berlalu, yang ada justru muncul virus varian baru yang oleh para ahli kesehatan, daya tularnya lebih cepat dari “senior” nya, Covid-19. Alhasil beberapa negara kembali melakukan lockdown. Dapat dikatakan, tahun 2021 akan kita lewati tidak lebih mudah daripada tahun 2020.

Pandemi yang kita alami sejak Maret 2020 meluluh lantakkan perekonomian global termasuk Indonesia. Indonesiapun masuk ke dalam jurang resesi, yang ditandai dengan terjadinya kontraksi negatif Produk Domestik Bruto (PDB) selama dua kuartal terakhir. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pada triwulan III-2020, PDB Indonesia turun 3,49 persen secara tahunan. Pada kuartal sebelumnya PDB Indonesia juga pada posisi negatif, yakni minus 5,32 persen.

Begitu pun dengan perekonomian Jawa Tengah, di mana pada Triwulan III-2020 mengalami kontraksi sebesar 3,93 persen secara tahunan. Dari sisi produksi, kontraksi terdalam dialami oleh lapangan usaha Transportasi dan Pergudangan sebesar minus 37,68 persen. Dari sisi pengeluaran, konsumsi masyarakat sebagai modal penggerak perekonomian juga lesu. Lesunya daya beli sangat erat kaitannya dengan inflasi. Laporan terakhir BPS, inflasi tahun ini adalah yang terendah sepanjang sejarah pencatatan inflasi. Tingkat inflasi tahunan Jawa Tengah (Desember 2020 terhadap Desember 2019) tercatat sebesar 1,56 persen.

Berjalan di antara ketidakpastian, mungkin itulah yang layak untuk menggambarkan situasi perekonomian di tahun 2020. Karena kita berhadapan dengan sesuatu yang kasat mata. Arah perekonomian baru akan terbaca ketika sudah muncul kasus positif Covid-19. Ketika kasus positif meningkat, saat itulah perekonomian akan terdampak, rem darurat ditarik dengan berbagai instrumennya seperti PSBB, lockdown, semi lockdown dan lain sebagainya. Menatap tahun 2021, pemerintah menetapkan pertumbuhan ekonomi tahun 2021 sebesar 4,5 persen hingga 5,5 persen.

Target tersebut rasanya cukup realistis dengan catatan program stimulus tetap dipertahankan. Salah satu stimulus yang prospektif adalah stimulus ke dunia usaha yang mempunyai prospek recovery yang cepat dan punya multiplier effect. Melalui RAPBN 2021, pemerintah mengalokasikan belanja program stimulus sebesar Rp 356,5 trilyun. Dana sebesar itu termasuk untuk melaksanakan program perlindungan sosial bagi masyarakat tidak mampu. Karakteristik masyarakat yang tidak mampu adalah tetap berbelanja karena belanja mereka digunakan untuk bertahan hidup, dengan membeli barang-barang kebutuhan primer, sehingga stimulus untuk masyarakat miskin akan berdampak juga pada meningkatkan konsumsi rumah tangga yang akan ikut “menggelindingkan” roda perekonomian. Namun sasaran program perlindungan sosial ini harus diupdate, data penerima perlu diupdate agar lebih tepat sasaran.

Komponen konsumsi rumah tangga adalah komponen terbesar yang akan mengungkit perekonomian, sehingga kelas rumah tangga lain yang tidak kalah penting adalah kelas rumah tangga menengah ke atas. Data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menunjukkan jumlah tabungan meningkat pesat pada kelompok rekening tabungan yang “gemuk”. Ini artinya kelas rumah tangga menengah-atas cenderung menahan belanja sebagai respons menghadapi ketidakpastian ekonomi. Padahal bila kelompok rumah tangga ini melakukan belanja seperti tahun-tahun sebelum pandemi, tentu akan memperkuat konsumsi rumah tangga yang akan berdampak pada roda perekonomian. Mereka butuh faktor kepercayaan. Kepercayaan itu ada bila pandemi minimal bisa dikendalikan.

Ada optimisme untuk mengendalikan pandemi di tahun kedua ini. Tidak lain karena adanya program vaksinasi. Vaksin Covid-19 sudah di depan mata, seluruh elemen masyarakat menaruh harapan pada vaksin. Badan POM telah menerbitkan sertifikat lot release pada 1,2 juta vaksin Sinovac yana datang pada 6 Desember 2020. Sertifikat lot release merupakan persyaratan penting yang harus dipenuhi dalam memastikan kualitas vaksin sesuai standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Ada apa dengan Sinovac?
Adanya kecemasan terhadap penggunaan vaksin Sinovac membuat salah seorang Petugas Lab Covid-19, dr. Raehanul Bahraen, M.Sc, Sp.PK ikut memberikan penjelasan. Beliau menuturkan bahwa sejatinya vaksin yang diimpor Indonesia bukan hanya Sinovac saja tetapi juga vaksin yang lain. Walaupun memang sebagian besar adalah Sinovac. Adapun mengenai dipilihnya Sinovac, lebih ke kecocokan dengan iklim di Indonesia. Yang perlu diketahui bersama bahwa vaksin dari Jerman, seperti Pfizer, yang sudah keluar uji klinisnya, membutuhkan ruang penyimpanan dengan suhu di bawah minus 70 derajat celsius, adapun vaksin lain seperti moderna membutuhkan ruang penyimpanan dengan suhu di bawah minus 20 derajat celsius.

Jika dipaksakan memakai vaksin seperti Pfizer atau Moderna, akan makin banyak agenda dan kesibukan lain yang dilakukan, seperti pengadaan freezer khusus dan tata kelola pengiriman yang lebih spesifik. Karena puskesmas-puskesmas di tanah air belum mempunyai freezer dengan kemampuan penyimpanan suhu di bawah minus 70 derajat celsius. Adapun untuk Sinovac hanya membutuhkan suhu penyimparan 2 sampai 8 derajat celsius yang mana itu adalah suhu kulkas atau lemari es yang banyak dijual bebas di Indonesia.

Mengenai info bahwa China mengimpor vaksin dari Jerman, dan Indonesia mengimpor vaksin dari China, itu lebih ke arah sasaran penerima vaksin di mana di beberapa bagian wilayah China ada yang suhunya mencapai di bawah nol derajat celsius sehingga vaksin dari Jerman lebih cocok untuk digunakan. Selain itu vaksin dari Jerman yang diimpor oleh China juga lebih ke arah bisnis yang dilakukan oleh dalam negeri China. Demikian yang disampaikan oleh beliau melalui akun instagram raehanul_bahraen.

Jika tiada halangan berarti, program vaksinasi akan dilakukan pekan depan, sambil menunggu Badan POM mengumpulkan data untuk memberikan izin penggunaan darurat. Data uji klinis fase ketiga di Bandung menunjukkan bahwa vaksin Sinovac tidak menunjukkan efek samping serius serta data imunogenesitas, menunjukkan terjadi pembentukan antibodi yang bagus. Sebelumnya Badan POM telah melaporkan hasil evaluasi mutu bahwa Sinovac tidak mengandung bahan berbahaya, termasuk bahan pengawet seperti borax dan formalin.

Kabar dari Badan POM tersebut patut kita apresiasi. Namun demikian pelaksanaan 3M (Memakai masker, Mencuci tangan, dan Menjaga jarak), harus tetap dilakukan, sebab belum ada vaksin dengan efektivitas 100 persen. Di samping itu efektivitas bukan berarti ketiadaan virus melainkan hanya berarti penurunan gejala. Bagaimanapun juga kita tentu berharap agar program vaksinasi betul-betul berkhasiat dan berhasil, sehingga dana bantuan pemerintah yang digelontorkan lebih efektif, tidak hanya habis dibelanjakan untuk survival saja. Jatengdaily.com–st

Written by Jatengdaily.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

GIPHY App Key not set. Please check settings

Kasus Kematian Babi di Klaten Karena Virus African Swine Flu Tak Tulari Manusia

Polisi Tetapkan Sopir Chacha Eks Trio Macan Jadi Tersangka