DEMAK (Jatengdaily.com)- Jiwa bisnis atau entrepreneur santri tidak tumbuh karena sejak awal didoktrin untuk hidup sederhana. Maka itu dibutuhkan perubahan pola pikir atau fondamental sikap. Agar kalangan pesantren mampu bertahan di tengah era revolusi industri 4.0 dengan jiwa kreatif dan inovatif.
Pada Seminar Pesantren Entrepreneur oleh Himpunan Pengusaha Nahdliyyin (HPN) Kabupaten Demak, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI yang membidangi keuangan dan perbankan, H Fathan Subchi menyampaikan, apresiasi atas diadakannya acara seminar yang dikolaborasikan dengan pengajian Ramadhan.
“Ini yang disebut menjemput Lailatul Qadar dengan ngaji ekonomi. Bagus. Semoga dengan adanya sinergi dan kolaborasi ini, mampu menjadikan pesantren sebagai lokomotif dan penggerak ekonomi,” ujarnya.
Sementara itu Dewan Pembina HPN Kabupaten Demak H Zayinul Fata menuturkan, acara yang mengusung tema ‘Peran Lembaga Penjamin Simpanan dan Pesantren Dalam Membangun Optimisme Pemulihan Ekonomi Pasca-pandemi’ itu dimaksudkan sebagai ijtihad membangun ekonomi pesantren. Terlebih seiring perjalanan NU yang sudah memasuki usia satu abad, saatnya warga Nahdliyyin menguatkan niat membangun komunikasi ekonomi pesantren, di samping merawat tradisi warisan leluhur.
“Pesantren adalah kunci membangun peradaban. Ketika maju pesantrennya, maka dijamin maju pula peradaban suatu bangsa. Maka itu lah pesantren entrepreneur di penting,” kata Wakil Ketua DPRD Demak dari Fraksi PKB itu.
Menurutnya, suatu generasi menjadi tangguh dan mandiri dengan kekuatan pesantren. Maka itu lah penting membangun pondasi ekonomi pesantren. “Kenapa harus pesantren? Karena hanya di pesantren lah tercipta nilai Akhlakul Karimah,” ujarnya.
Hadir pula sebagai narasumber pada kegiatan yang digelar di Pondok Pesantren Al Fattah asuhan DR KHA Arief Cholil itu Ary Zulfikar Direktur Eksekutif Hukum LPS dan Yanuar Ayub Falahi Plt Direktur Group Pelaksana Resolusi Bank LPS. Serta Waffada Arief Najiyya dosen IAIN Kudus. Sementara peserta Rabithah Ma’hadil Islam se-Kabupaten Demak.
Mengenai peran pesantren dalam pemulihan ekonomi pasca-pandemi, Gus Waffa – sapaan akrab Waffada Arief berpendapat, selain tentang tauhid, dalam Alquran juga disebutkan tentang muamalat atau hubungan antar manusia, termasuk di antaranya tentang dagang.
“Meski isi Alquran sangat imbang antara spiritual dan manusia, namun sesungguhnya Alquran sangat dekat dengan bisnis atau perdagangan. Bahkan dalam Alquran yang membahas tentang tauhid atau ketuhanan hanya sekitar 10 persen. Sisanya membahas tentang muamalat atau hubungan antar umat manusia,” paparnya.
Lebih lanjut disampaikan, dalam rukun Islam pun disebutkan adanya zakat dan haji. Hal yang tidak mungkin dilakukan jika muslim itu tidak punya uang. Sehingga yang penting di pesantren, menurut Gus Waffa, adalah bagaimana pesantren bisa berdikari dengan kreatif dan inovatif.
“Maka agar santri tidak bicara melulu tentang keagamaan, santri harus dibekali dengan skill bisnis dan ekonomi kreatif berdasarkan potensi masing-masing atau kearifan lokal,” imbuhnya.
Terlebih di era industri 4.0, saat segala sesuatu masuk digitalisasi. Seorang santri harus melek digital dan beradaptasi dengan perkembangan jaman.
Karenanya sudah bukan jamannya lagi santri dilarang pegang HP atau laptop. Meski ada mudhoratnya, namun sesungguhnya terdapat pula manfaat dari dua benda berbasis teknologi digital itu. Di sini lah perlunya diubah adalah pola pikir atau fundamental sikap.
“Bahkan zuhud adalah sikap. Sikap seorang muslim yang sangat disukai Allah SWT dan Rasulullah SAW. Bukan berarti orang bersikap Zuhud tidak bisa atau bukan orang kaya,” tandasnya. rie-she