in ,

Hari Puisi, Hari Chairil Anwar

Oleh Dyah Tinggeng

HARI adalah sebuah satuan waktu yang digunakan bumi untuk berotasi pada porosnya sendiri. Itu ditandai dengan terbit dan tenggelamnya matahari. Mengapa ada hari yang dikenang dalam kehidupan manusia? Hari akan menandai suatu peristiwa yang terjadi dan membentuk ingatan lama sehingga disebut kenangan atau tanda suatu peristiwa yang pernah terjadi di dalam kehidupan. Apakah kaitan antara hari dan puisi?

Puisi adalah karya sastra yang disajikan dalam bahasa yang indah dan sifatnya imajinatif. Bagi saya, setiap hari adalah puisi. Ketika bumi berputar pada porosnya, saat itulah wajah alam yang ada di bumi menjelma menjadi puisi. Oleh karena itu, tepatlah jika puisi itu dianggap sebagai rangkaian kata yang menggambarkan perasaan penulisnya. Sangat individual, setiap manusia mempunyai penerapan makna dari alam akan berbeda satu dan lainnya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) terbitan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemendikbud, puisi merupakan ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait. Puisi juga diartikan sebagai gubahan dalam bahasa yang bentuknya dipilih dan ditata secara cermat. Penciptaan puisi oleh penulisnya berbeda dari hari ke hari walaupun bahan atau dasar penulisan itu sama, yaitu alam kehidupan yang ada di bumi yang berputar pada porosnya.

Tanggal 28 April dinyatakan sebagai Hari Puisi Nasional. Hari dan tanggal itu selalu terkait dengan nama Chairil Anwar. Siapakah dia? Chairil Anwar lahir sebagai anak tunggal dari pasangan Toeloes dan Saleha. Toeloes berasal dari Nagari Taeh, Kabupaten Limapuluh Kota, sedangkan Saleha berasal dari Kota Gadang. Dari pihak ibu, Saleha, ada pertalian darah dengan Mohamad Rasad, ayah Sutan Sjahrir, dan wartawan perempuan Rohana Koedoes.

Beberapa sumber lain menyebut Chairil lahir di Medan, 26 Juli 1922. Chairil Anwar membaca buku sejak kecil. Ketika sekolah di HIS (Hollandsch lnlandsche School)(setara SD) dan MULO (setara SMP), ia telah membaca buku yang seharusnya untuk siswa HBS, setingkat SMA.

Puisi Chairil Anwar yang berjudul “Aku” sangat fenomenal hingga saat ini. Di berbagai kegiatan perlombaan baca puisi ataupun acara baca puisi, generasi muda milenial membaca karya puisi “Aku” tersebut. Kata-katanya sederhana, mengandung kekuatan magis ketika puisi itu dibaca dan kekuatan semangat muncul dari dalam puisi itu untuk menunjukkan identitas diri pembaca. Berikut puisi “Aku” karya Chairil Anwar.

AKU

Kalau sampai waktuku
Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi

Maret 1943

Puisi “Aku” telah membuat Chairil Anwar dijuluki sebagai “Binatang Jalang”. Puisi tersebut erat kaitannya dengan masa-masa pergerakan dan perjuangan di awal kemerdekaan. Mengisahkan sikap kesetiaan, kerendahan diri, dan semangat keberanian Chairil Anwar dalam menghadapi kehidupannya di masa itu. Sosoknya yang menginspirasi mampu melahirkan penyair-penyair nasional yang membawa arah perubahan di dalam dunia sastra menjadi lebih kaya akan makna.

Chairil Anwar pernah menikah dengan Hapsah Wiriaredja dan mempunyai anak Evawani Alissa. Pada tanggal 28 April 1949, Chairil Anwar meninggal dunia karena sakit. Usianya masih belum 27 tahun, sangat muda. Chairil Anwar begitu hebat karena hingga sekarang puisinya masih bergema dari mulut generasi muda yang mendapatkan semangat dari puisi itu. Puisi-puisi karya Chairil Anwar juga menggambarkan situasi pada zamannya, zaman Jepang dan zaman kemerdekaan. Kematiannya yang sangat muda dan tingkahnya dianggap tidak biasa diukur dengan ukuran-ukuran normatif masyarakat pada zamannya, sehingga tanggal kematian Chairil Anwar yang dikenang dan dijadikan sebagai Hari Puisi Nasional.

Banyak sekali karyanya yang sangat terkenal. Puisi bertema perjuangan karya Chairil Anwar seperti “Aku”, “Karawang-Bekasi”, dan “Diponegoro”. Untuk tema percintaan dan renungan, beberapa yang terkenal adalah “Senja di Pelabuhan kecil”, “Doa”, serta “Selamat Tinggal”. Karya-karya it uterus dibaca oleh generasi bangsa Indonesia.

 

Berikut salah satu puisi Chairil Anwar yang menyentuh rasa terdalam sebuah hati, padahal itu hanya deretan kata, namun membuat jiwa seakan melayang. Puisi “Derai-derai Cemara” adalah puisi Chairil Anwar yang ditulis saat berbaring di Rumah Sakit.

Derai-Derai Cemara

Cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam

Aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini

Hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah

1949

Nama Chairil Anwar tidak asing dan melegenda bagi sastrawan, guru, pelajar, mahasiswa, maupun masyarakat umum. Puisi Chairil Anwar begitu khas dalam penggunaan kata, pandangan hidup, dan sikap hidup. Ini yang menyebabkan Chairil Anwar dianggap sebagai pembaharu di bidang puisi mewakili zaman atau Angkatan 1945.

Ia dapat mengekspresikan rasa hati dan pemikirannya melalui kata secara bebas dalam bentuk puisi. Ia dapat berkata apa saja tanpa terikat pada aturan-aturan yang ditetapkan pada zamannya dalam bentuk penulisan. Kata-kata yang digunakan dalam puisi tidak mendayu-dayu lagi berpetatah-petitih. Bentuk puisinya berbeda dengan puisi-puisi sebelumnya pada zamannya. Banyak teman seangkatan Chairil Anwar yang menulis dengan bebas. Mereka antara lain Asrul Sani, Rivai Pain, dan Idrus.

Secara garis besar, ciri-ciri Angkatan 45 adalah penghematan bahasa, kebebasan pribadi, individualisme, berpikir lebih kritis dan dinamis, dan revolusioner. Tidak hanya itu, puisi Chairil Anwar juga romantis walau digambarkan dengan bentuk dan pilihan kata yang tidak mendayu-dayu terikat persajakan yang ditetapkan pada masa Pujangga Baru. Berikut puisi Chairil Anwar yang indah.

Cintaku Jauh di Pulau

Cintaku jauh di pulau
gadis manis, sekarang iseng sendiri

Perahu melancar, bulan memancar
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak ‘kan sampai padanya

Di air yang tenang, di angin mendayu
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja”

Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh!
Perahu yang bersama ‘kan merapuh!
Mengapa ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!

Manisku jauh di pulau,
kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri.

1946
Sumber Acuan:
https://id.wikipedia.org/wiki/Hari
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5908472/pengertian-puisi-ciri-ciri-dan-jenisnya.
https://www.kompas.com/tren/read/2021/04/28/082000765/hari-puisi-nasional-28-april-sejarah-dan-sosok-chairil-anwar?page=all.

*Dyah Tinggeng adalah Sekretaris Umum Satupena DKI Jakarta, Jatengdaily.com-st

Written by Jatengdaily.com

Pemkot Semarang Tidak Adakan Open House

Tingkatkan Derajat Kesehatan Siswa, Puskesmas Mranggen I Giatkan Germas Sekolah