SEMARANG (Jatengdaily.com)- Ketua DPD Real Estate Indonesia (REI) Jateng Suhartono mengatakan, kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) berdampak luas terhadap dunia properti.
”Di satu sisi, menimbulkan inflasi yang dirasa memberatkan pengembang properti dan konsumen,” jelasya, Kamis (15/9/2022), dalam acara Rakerda dan Diklat REI tahun 2022 yang digelar oleh DPD REI Jawa Tengah sebagai tuan rumah.
Menurutnya, kondisi kenaikan BBM Sangat memukul pelaku pengembang perumahan. ”Kami tidak bisa menekan harga. Mau nggak mau, memang harga rumah subsisi dinaikkan,” jelasnya.
Selain tertekan harga material dan transportasinya yang sudah naik, begitu juga kesulitan lahan – sedangkan harga untuk rumah bersubsidi belum diperbaharui sampai saat ini.
Sebenarnya pembahasan sudah lama dilakukan antara Kementerian PUPR bersama asosiasi terkait, termasuk REI.
REI Jateng minta usulan harga rumah subsidi disetujui oleh pemerintah, kenaikan idealnya berkisar 10 – 13 persen.
”Saat ini, kami masih menggunakan harga patokan tahun 2020, jadi sudah dua tahun ini belum ada kenaikan. Kami sudah mengusulkan sejak sebelum kenaikan BBM terjadi (sejak awal tahun 2022) namun memang keputusan berada di tangan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan dan Kementerian PUPR. Jika saat ini harga rumah subsisidi di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat dan selain Jabotetabek dan selain DIY, berkisar Rp 150.500.000 dan usulan yang diajukan adalah Rp 162.000.000. REI meminta dengan segera pengumuman harga baru rumah bersubsidi dan PPN DTP (Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah),” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Real Estate Indonesia (REI) Totok Lusida mengatakan REI selalu berkomitmen turut menyediakan rumah sederhana. Namun dalam kondisi kenaikan BBM yang berimbas besar, pihaknya juga meminta kebijakan pemerintah.
”Kita sudah minta ke PUPR juga minimal kenaikannya itu sesuai dengan apa yang pernah kita bahas sama-sama, sekitar 7 persen kenaikannya untuk rumah subsidi,” jelasnya.
Meski diakui, jika kenaikan harga 7 persen pun kurang, akibat berbagai kenaikan harga bahan pokok pembangunan yang semakin tak terbendung.
Dampak dari berbagai kenaikan harga yang semakin tak terbendung, tidak sedikit para pengembang di daerah yang menghentikan penjualan. Sebab, ongkos produksi yang dikeluarkan tak sebanding dengan harga jual.
Padahal si satu sisi, kebutuhan rumah sederhana bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sangat dinantikan dan dibutuhkan sebagai kebutuhan primer dalam hal papan. she