SEMARANG (Jatengdaily.com) – Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Provinsi Jawa Tengah bersyukur dan gembira ketika Badan PBB untuk Keilmuan, Pendidikan, dan Kebudayaan (Unesco) menetapkan gamelan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) belum lama ini. Gamelan merupakan seperangkat alat musik tradisional yang unik, bersistem nada nondiatonis, dalam laras, slendro, dan pelog. Penggarapannya menggunakan sistem notasi, warna suara, ritme, memiliki fungsi, pathet, dan aturan garap dalam bentuk sajian instrumentalia dan vokalia yang indah.
Demikian kesimpulan yang bisa ditarik dari Dialog Jateng Gayeng RRI Semarang Pro 4 yang menampilkan Ketua I KSBN Jateng Bambang Supriyono dan Ketua III KSBN Jateng Gunoto Saparie, belum lama ini. Acara yang dipandu oleh Titis Sambodo itu mengambil topik Belajar Karawitan Dapat Membentuk Karakter Anak.
Bambang Supriyono dan Gunoto Saparie sepakat agar penetapan gamelan sebagai WBTb oleh Unesco ini menjadikan pemerintah lebih serius lagi memperhatikan upaya pelestarian, pengembangan, dan pembinaan karawitan. Hal ini karena karawitan dapat menjadi sarana pendidikan pendidikan karakter bagi generasi muda. Apalagi nilai-nilai pendidikan karakter kini makin tergerus oleh arus globalisasi.
“Dengan belajar karawitan nilai-nilai pendidikan karakter akan tertanam dalam jiwa anak atau siswa. Misalnya, dalam hal sikap disiplin dan kerja sama. Hal ini karena permainan karawitan harus dilakukan secara berkelompok, sehingga mereka harus kerja sama, melakukan tugas sesuai dengan keterampilannya. Siswa pun terdidik menjadi jujur, toleran, tertib, kreatif, dan demokratis,” kata Bambang.
Menurut Bambang, meskipun karawitan terkesan kuno dan kurang diminati generasi muda, kita tetap optimistis terhadap masa depan musik tradisional ini. Apalagi perhatian pemerintah cukup besar. Di beberapa daerah, misalnya di Solo, Yogyakarta, Bandung, dan Denpasar, ada lembaga-lembaga pendidikan yang memiliki program studi khusus karawitan. Selain itu, ada program pemberian bantuan gamelan terhadap lembaga pendidikan dan komunitas kesenian.
“Di rumah saya, di Mijen Semarang, saya mengadakan pelatihan karawitan. Kebetulan saya memiliki seperangkat gamelan. Pesertanya tidak hanya orang tua, namun juga anak-anak dan remaja. Mereka menunjukkan semangat luar biasa. Motivasi belajarnya menggembirakan, sehingga saya menjadi optimistis,” ujarnya.
Gunoto menambahkan, pendidikan bukan hanya sekadar transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga pembudayaan, termasuk pembentukan karakter siswa. Pendidikan karakter siswa melalui pelatihan karawitan merupakan salah satu cara yang bersifat ekstrakurikuler. Karena dengan belajar karawitan seorang siswa akan terbentuk karakter dan kepribadiannya yang baik dan positif.
“Mereka bermain sesuai dengan perannya. Mereka ada ketergantungan antar-individu dalam kelompok. Ada rasa tanggung jawab terhadap alat musik yang mereka mainkan. Karena itu dibutuhkan kedisiplinan dan kerja sama yang baik,” katanya.
Gunoto tidak menolak kemungkinan kolaborasi gamelan dengan peralatan musik modern, seperti gitar, piano, atau drum. Namun, dengan catatan, sebelum itu harus dikuasai dulu secara elementer karawitan, sehingga hasilnya menjadi lebih baik dan menghibur. Hal ini juga untuk menjawab kegelisahan kita tentang kurang diminatinya karawitan oleh generasi muda.
“Perkembangan zaman tidak dapat diingkari. Dalam berkesenian kita harus menyesuaikannya,” ujarnya.st