agung1

Oleh: Dr. Ir. Mohammad Agung Ridlo, MT

PADA umumnya kemiskinan diukur dengan tingkat pendapatan dan kebutuhan. Kebutuhan hanya dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang dapat hidup secara layak. Jika tingkat pendapatan tidak dapat memenuhi kebutuhan minimum, maka orang atau rumah tangga tersebut dikatakan miskin.

Dalam kaitan ini Bank Dunia mendefinisikan keadaan miskin sebagai: “Poverty is concern with absolute standard of living of part of society the poor in equality refers to relative living standards across the whole society” (World Bank, 1990 : 26). Dengan kata lain, kemiskinan dapat diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan orang atau rumah tangga dengan tingkat pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan minimum.

Beberapa pengertian tentang kemiskinan yang lain misal menurut Sar A. Levitan, yang mendefinisikan kemiskinan adalah kekurangan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu standard hidup yang layak. Karena standard hidup itu berbeda-beda, maka tidak ada definisi kemiskinan yang diterima secara universal. (Sar.A.Levitan, 1980 : 2).

Sedangkan menurut Bradley R. Schiller, kemiskinan adalah ketidak sanggupan untuk mendapatkan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial yang terbatas. (Clarence N. Stone, Robert K. Whelen, William J. Murin : 1979 : 214). Kemudian Emil Salim mengatakan bahwa kemiskinan biasanya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok (Emil Salim 1984 : 41).

Selanjutnya, di dalam membahas kemiskinan di Asia Selatan dan Asia Tenggara, Ajit Ghose dan Keith Griffin, mengatakan bahwa kemiskinan dinegara-negara ini berarti kelaparan, kekurangan gizi, ditambah pakaian dan perumahan yang tidak memadai, tingkat pendidikan yang rendah, tidak ada atau sedikit sekali kesempatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang elementer, dan lain-lain (Ajit Ghose and Keith Griffin, 1980 : 545).

Menurut John Friedmann, kemiskinan didefinisikan sebagai ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuasaan sosial. Basis kekuasaan sosial meliputi (tidak terbatas pada) : modal yang produktif atau assets (misalnya, tanah, perumahan, peralatan, kesehatan dan lain-lain); sumber-sumber keuangan (income dan kredit yang memadai); organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan bersama (partai politik, sindikat, koperasi, dan lain-lain) ; network atau jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang-barang, dan lain-lain ; pengetahuan dan ketrampilan yang memadai ; dan informasi yang berguna untuk memajukan kehidupan anda (John Friedmann, 1979 : 101).

Kemudian kemiskinan menurut Wolf Scott sebagai berikut : Pertama, kemiskinan pada umumnya didefinisikan dari segi pendapatan dalam bentuk uang ditambah dengan keuntungan-keuntungan non-material yang diterima oleh seseorang. Secara luas kemiskinan didefinisikan meliputi kekurangan atau tidak memiliki pendidikan, keadaan kesehatan yang buruk, kekurangan transportasi yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Kedua, kadang-kadang kemiskinan didefinisikan dari segi kurang atau tidak memiliki asset-asset seperti tanah, rumah, peralatan, uang, emas, kredit, dan lain-lain. Ketiga, kemiskinan non-material meliputi berbagai macam kebebasan, hak untuk memperoleh pekerjaan yang layak, hak atas rumah tangga, dan kehidupan yang layak (Wolf Scott, 1979, 446).

Indikasi Kemiskinan Menurut Al-Qur’an
Sedangkan menurut Al-Qur’an indikasi kemiskinan dijelaskan bahwa sedikit banyak rizki yang akan diperoleh oleh seseorang merupakan ketentuan Allah. Seperti ditunjukkan oleh ayat-ayat berikut : “Allah melebihkan setengah kamu dari yang setengah dalam hal rizki. Maka tidaklah orang-orang yang dilebihkan itu memberikan rizki mereka atas hamba sahayanya (melainkan Allah juga), maka mereka sama saja padanya. Patutkah mereka ingkar akan nikmat Allah itu” (QS, 16:71).

“Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rizki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat dan hamba-hamba-Nya”. (QS, 17:30).

Adanya kelompok kaya dan kelompok miskin disebabkan oleh besar kecilnya Rizki yang mereka terima masing-masing. Allah menciptakan ummat manusia di bumi, dilengkapi dengan sarana-sarana untuk hidup, berupa alam dengan segala kemudahan-kemudahan yang terdapat didalamnya. Bahkan Allah telah menetapkan manusia sebagai kholifah, pengelola bumi ini.

Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan rizki memang disediakan, tetapi untuk merealisasi kemungkinan-kemungkinan itu orang harus berusaha. Dan untuk dapat berusaha ini, masing-masing orang dibekali dengan kemampuan. Walaupun manusia dilahirkan sama, namun didalam perkembangannya manusia dapat memiliki kemampuan yang berbeda, baik secara vertikal maupun secara horisontal.

Secara vertikal orang dapat berbeda dalam tingkat dan kemampuan, baik kemampuan teknis maupun kemampuan manajerial. Di samping perbedaan secara vertikal, terdapat perbedaan secara horisontal, dimana orang hanya memiliki kemampuan pada sesuatu bidang atau beberapa bidang keahlian. Sehingga dalam masyarakat tumbuh berbagai spesialisasi dalam lapangan pekerjaan.

Adanya perbedaan tingkat kemampuan, serta spesialisasi, sebenarnya menunjukkan keterbatasan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing orang dalam kehidupan umumnya, dan proses produksi khususnya. Disamping itu, setiap orang menghadapi kenyataan keterbatasan dalam kesempatan, baik karena waktu maupun karena kemampuan yang dimiliki oleh seseorang. Adanya perbedaan dalam kemampuan serta perbedaan dalam kesempatan dapat diduga sebagai sebab musabab dari perbedaan dalam rizki yang mungkin diterima oleh seseorang.

“Masing-masing mempunyai tingkatan menurut apa yang telah mereka kerjakan dan agar Allah memenuhi balasan pekerjaan-pekerjaan mereka, sedikitpun mereka tidak teraniaya”. (QS, 46:19).

Hal ini lebih menegaskan bahwa orang hanya akan mendapatkan imbalan sesuai dengan pekerjaan yang dikerjakan. Sedang jenis dan tingkatan pekerjaan tertentu memberikan imbalan serta keuntungan yang lebih besar dari jenis dan tingkatan pekerjaan yang lain. Akibat lebih lanjut adalah lahirnya golongan kaya dan miskin di dalam masyarakat. Walaupun perbedaan kadar kaya-miskin tersebut dapat berubah-ubah menurut waktu, dan berbeda dari satu masyarakat kepada masyarakat yang lain, hal itu tetap merupakan salah satu masalah besar di dalam masyarakat.

Catatan Akhir
Dengan demikian pada dasarnya pengertian miskin itu sangat nisbi dan sangat luas. Hal itu tidak dapat hanya dinyatakan dengan ukuran-ukuran ekonomi dan sosial saja tapi juga ukuran lainnya yang berkaitan dengan religius.

Dr. Ir. Mohammad Agung Ridlo, MT, Sekretaris Jenderal Forum Doktor Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA). Jatengdaily.com-st