Oleh: Irma Nur Afifah, SST, MSi
Statisti Muda BPS Kabupaten Kendal
Baru-baru ini istilah stagflasi kembali menyeruak dan terdengar santer terkait dengan kondisi perekonomian global yang kian tak menentu. Perekonomian dunia terancam stagflasi terutama sebagai dampak invasi Rusia ke Ukrania, memperparah kondisi perekonomian yang sejatinya mulai pulih seiring dengan meredanya pandemi Covid19. Hal ini diungkap Bank Dunia dalam Laporan Prospek Ekonomi Global sebagaimana diberitakan Reuters.
Momentum pemulihan ekonomi baru mulai beranjak dari keterpurukan akibat pandemi Covid19, namun nampaknya terjadi tekanan yang serius, alih-alih bergerak maju faktanya justru jalan di tempat atau stagnan, akibat krisis global terutama adanya eskalasi konflik Rusia dan Ukraina. Seiring dengan kondisi tersebut secara rata-rata tingkat inflasi di negara-negara G20 meningkat signifikan terutama di negara-negara maju.

Hal ini timbul karena kenaikan demand yang tidak diiringi dengan ketersediaan pasokan akibat pandemi memicu global supply chain disruption atau rantai pasokan suplly dan demand terganggu dan diperparah oleh konflik Rusia Ukraina. Sebagai contoh di Amerika telah mencapai inflasi sebesar 7 persen tertinggi selama 40 tahun terakhir, bahkan di Turki lebih fantastis lagi, dimana terjadi hyperinflasi sebesar 60 persen. Sedangkan di Indonesia masih tergolong pada level aman meski sudah mulai merangkak naik dibandingkan tahun 2021.
Makna Stagflasi dan Inflasi
Suatu kondisi dimana perekonomian tidak bertumbuh dan disaat bersamaan terjadi inflasi maka kondisi ini disebut sebagai stagflasi yang merupakan cerminan perekonomian yang stag atau jalan di tempat. Dengan kata lain stagflasi disebut sebagai kombinasi stagnasi ekonomi dengan inflasi yang tinggi dan ditambah kondisi pengangguran yang meningkat.
Menurut penjelasan di Kamus Besar Bahasa Indonesia, stagflasi adalah sebuah keadaan saat inflasi sangat tinggi dan berkepanjangan, ditandai dengan kemacetan kegiatan ekonomi. Sementara itu dalam Idxchannel.com, disebutkan bahwa stagflasi merupakan terminologi gabungan dari istilah stagnasi dan inflasi. Istilah ini muncul pertama kali pada 17 November 1965 saat politisi Partai Konservatif Inggris, Iain Macleod memberikan pidato di hadapan parlemen. Istilah stagflasi lantas muncul karena adanya inflasi dan stagnasi pada perkembangan ekonomi Inggris secara bersamaan.
Stagflasi kemudian digunakan di Amerika Serikat pada 1970, saat resesi terjadi bersamaan dengan krisis bahan bakar (seperti yang terjadi sekarang dimana telah terjadi krisis energi akibat perang Rusia Ukraina). Akibatnya, PDB Amerika Serikat mengalami pertumbuhan negatif selama lima kuartal tanpa henti.
Kondisi ekonomi yang mengalami tekanan akibat penurunan pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya pengangguran serta meningkatnya inflasi secara berbarengan dengan kenaikan harga-harga, sebagai akibat penurunan supply dan tingginya demand, maka stagflasi pun terjadi. Stagflasi sejatinya adalah kondisi yang kontradiktif terjadi terhadap situasi pertumbuhan ekonomi, yaitu ketika ekonomi tumbuh melambat, pengangguran meningkat berdampak pada penurunan daya beli, maka sejatinya tak mampu menyebabkan kenaikan harga-harga, namun faktanya harga-harga tinggi, karena suplly yang terbatas, maka inflasi pun tak terkendali. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa uang yang beredar di pasaran hilang atau turun nilainya sebagai dampak tingginya harga dengan kemampuan daya beli yang terbatas.
Penyebab dan Dampak Stagflasi
Kondisi stagflasi terjadi karena beberapa sebab, diantaranya: Pemerintah dan bank sentral mengambil kebijakan untuk meningkatkan jumlah uang beredar saat membatasi penawaran. Jumlah uang beredar meningkat dan mengakibatkan peningkatan inflasi suatu negara. Harga suatu produk seperti bahan pokok dan minyak meningkat.
Stagflasi umumnya muncul saat ekonomi tidak bertumbuh bahkan turun namun terjadi lonjakan inflasi di waktu yang sama. Kondisi ini bisa mengakibatkan jumlah pengangguran meningkat, akibat daya beli turun. Secara teori, pertumbuhan ekonomi yang melambat dan jumlah pengangguran yang tinggi dapat mempengaruhi daya beli masyarakat. Jika banyak masyarakat yang tidak mempunyai pekerjaan, maka daya beli menjadi rendah. Akibat adanya inflasi di waktu yang bersamaan, harga barang juga akan naik karena ketersediaan yang terbatas. Jika kondisi ini terus berlanjut, maka uang yang dimiliki masyarakat akan hilang nilainya.
Tak hanya itu, akibat adanya stagflasi juga bisa membuat indeks kesengsaraan (misery index) yaitu suatu indikator ekonomi yang menambahkan tingkat pengangguran dengan tingkat inflasi suatu negara meningkat. Indeks ini diperoleh dari jumlah inflasi, pengangguran, dan biaya hidup di negara tersebut. Semakin tinggi nilai indeksnya, maka semakin tinggi pula kesengsaraan rakyat di negara tersebut. Cara mengatasi stagflasi diantaranya adalah sinergi bersama seluruh institusi baik rumahtangga, pemerintah maupun swasta, dengan cara mendorong pertumbuhan ekonomi, membuka peluang enterprenership, supaya dapat mengurangi angka pengangguran, dan inflasi tetap terjaga pada level yang baik-baik saja.Jatengdaily.com-st