SEMARANG (Jatengdaily.com) – Perkawinan usia dini selalu menjadi tantangan bagi negara karena dalam banyak kasus kesejahteraan anak menjadi terabaikan, seperti hilangnya hak pendidikan dan dampak negatif terhadap kesehatan.
Namun demikian, sekalipun sudah dilakukan perubahan dalam undang undangnya, tetapi regulasi dispensasi perkawinan usia dini di Indonesia saat ini dinilai masih belum bisa memberikan perlindungan hukum bagi anak, sehingga perlu ada penguatan pada regulasi tersebut agar ada keadilan dan kesejahteraan bagi mereka.
Pernyataan itu dilontarkan oleh M. Najibur Rohman, S.H.I, M.S.I. saat mengikuti ujian terbuka promosi doktor yang diselenggarakan oleh Program Studi Hukum Program Doktor (PSHPD) Untag Semarang, belum lama ini.
Melalui disertasinya yang berjudul “Penguatan Perlindungan Hukum Bagi Anak Dalam Dispensasi Perkawinan Usia Dini Yang Berkeadilan” yang dibimbing oleh
Prof. Dr. Sarsintorini Putra, S.H., M.H. (promotor) yang juga bertindak sebagai sekretaris sidang dan penguji, serta Dr. Setiyowati, S.H., M.H. sebagai co-promotor dan penguji, maka M. Najibur Rohman dapat mempertahankan hasil penelitian disertasinya dihadapan para dewan penguji.
Adapun para dewan penguji tersebut terdiri dari Prof. Dr. Edy Lisdiyono, SH. MHum, Prof. Dr. Drs. Suparno, M.Si., Dr. Sigit Irianto, S.H., M.Hum., Dr. Budi Prasetyo, S.H., M.Hum., dan Dr. Dina Imam Supaat, selaku penguji eksternal dari Universitas Sains Islam Malaysia.
Selanjutnya oleh Prof. Edy Lisdiyono selaku Ketua Dewan Sidang, Najibur Rohman telah dinyatakan lulus sebagai Doktor bidang ilmu hukum dengan IPK sebesar 3.95, dengan predikat cumlaude, dengan masa studi dua tahun, 10 bulan, delapan hari dan doktor ke-65.
Najibur Rohman dari hasil penelitian disertasinya dijelaskan bahwa perubahan UU Perkawinan dimaksudkan untuk meminimalisir terjadinya perkawinan usia dini. Maksud yang sama juga dikandung melalui PERMA Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin. Namun, angka permohonan dispensasi perkawinan usia dini justru meninggi.
Menurutnya, faktor penyebab tingginya permohonan dispensasi perkawinan usia dini adalah terkait rendahnya kesadaran masyarakat tentang resiko perkawinan usia dini. Sebagian masyarakat juga berpikir bahwa jalan keluar untuk permasalahan ekonomi adalah dengan perkawinan. Nyatanya, perkawinan usia dini menjadi penghantar keluarga yang dibangun itu menuju kemiskinan baru, terangnya.
Melalui gagasannya, maka perlindungan hukum anak dalam dispensasi perkawinan dini perlu dikuatkan melalui tiga aspek, yaitu aspek yuridis, struktur, dan kultur hukum. Dari aspek yuridis, Najibur memberikan pandangan untuk mengubah beberapa kata pada perundang-undangan terkait seperti UU Nomor 16 Tahun 2019 pasal 7 ayat 2 dan PERMA Nomor 5 Tahun 2019.
Adapun dari aspek struktur hukum, Najibur berpendapat bahwa kuantitas dan kualitas hakim perlu ditambahkan, sedangkan dari aspek kultur hukum, penguatan hukum dapat dilakukan dengan pembinaan budaya hukum secara intensif, tuturnya. St