in

Samuel Wattimena Berbagi Kekayaan Tersembunyi

Samuel Wattimena

SEMARANG (Jatengdaily.com) – Budaya tradisional Indonesia sudah menjadi bagian kehidupan sehari-hari seorang Samuel Wattimena sejak dini. Ketika pertama kali terjun ke dunia mode – melalui Lomba Perancang Mode I Majalah Femina pada 1979 – budaya tradisional Jawa dengan tema Sekatenan membawanya menjadi pemenang pertama di perlombaan tersebut.

Kelekatannya dengan budaya terus berlanjut, tanpa kata dan tanpa berita ia membina para pengrajin kain di Tanimbar, Maluku Tenggara dan Timor Timur (saat itu masih menjadi bagian dari NKRI). Kegiatan ini berbuah manis, pada 1990 Bung Sam – panggilan akrabnya – menerima penghargaan Upakarti.

Penghargaan ini merupakan penghargaan yang diberikan oleh Direktrotat Jenderal Industri Kecil Menengah pada siapapun yang dianggap berjasa mengabdi atau mempelopori hal-hal yang membawa kebaikan bagi masyarakat kecil. Kecintaannya akan budaya membuat ia menerima penghargaan Pin Emas dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 2012.

Tahun berikutnya ia didapuk sebagai The Best Designer se Pacific pada acara Fiji Fashion Week 2013. Terakhir pada 2020, Bung Sam menjadi salah satu dari 75 penerima penghargaan Ikon Pancasila dalam kategori Seni, Budaya, dan Kreatif – sebagai perancang busana dan pegiat pelestarian kain Nusantara.

Semangat Bung Sam yang ingin selalu bersentuhan dengan budaya tradisional membuat ia menerima siapa saja yang ingin bekerja sama dengannya. Sebagai contoh, saat ini ia sedang giat di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak khusus menangani UMKM perempuan dan secara bersamaan di Dewan Kerajinan Nasional membidangi manajemen produksi.

Pada periode sebelumnya ia aktif di Kementerian Koperasi dan UMKM. Masih ditambah lagi dengan keterlibatannya di dunia film, musik, tari, teater, perhiasan, budaya, pariwisata, bahkan museum.

Di sana ia berbagi pengetahuan yang ia miliki dari dunia mode – baik yang ia serap di kancah nasional maupun pengetahuan yang ia dapat dari dunia internasional – kepada awam, terutama pada para pengrajin kecil. Buat Bung Sam, hidup itu harus berfaedah bagi orang banyak, atau dalam bahasa Jawa dikenal dengan istilah Urip Iku Urup.

Ia selalu berusaha agar bermanfaat bagi awam. Apa yang ia berikan selama ini diharapkan bisa menjadi acuan bagi pengrajin agar mengetahui lebih banyak tentang “selera” serta “standar” di dunia industri dan perdagangan yang berlaku saat ini. Alhasil, para pengrajin mampu memproduksi karya karya dengan sentuhan khas Indonesia dengan standar dan selera global.

Hasil rekaan mereka tidak hanya bisa dinikmati masyarakat lokal tetapi diminati dan disukai oleh masyarakat internasional. Ujung ujungnya mampu menciptakan pengrajin yang berwawasan luas sehingga mempengaruhi kreatifitas yang bisa mendongkrak penjualan, pemasukan, dan kesejahteraan para pengrajin kecil.

Wawasan yang luas merupakan kata kunci dalam dunia industri kreatif. Hal ini pula yang ingin disampaikan melalui pameran Pikat Wastra Nusantra & Fungky Kebaya, 14 – 17 September 2023, di Gedung Oudertrap, Semarang. Diharapkan aneka wastra yang dipamerkan mampu menggugah daya kreatifitas para pengunjung, terutama generasi muda yang berminat melanjutkan cita-cita dalam dunia industri kreatif.

Selain itu, pameran ini pun bertujuan untuk memperlihatkan pada awam bahwa budaya tradisional Indonesia memiliki kreatifitas tanpa batas. Tak terhingga. Terakhir, diharapkan pameran ini mampu menggugah para kolektor – kolektor wastra, khususnya di Semarang, agar berani melakukan kegiatan serupa – baik kolektif maupun individual. Tujuannya bukan pamer, tapi mengajak awam – terutama generasi muda untuk mengetahui lebih banyak tentang “kekayaan” tersembunyi budaya Nusantara.

Rencananya, Bung Sam akan menampilkan kurang lebih 30 helai kain koleksi pribadi yang berasal dari hampir seluruh Nusantara antara lain dari Sumatera (Tapanuli Utara, Batak, Minangkabau, dan Lampung), Jawa (Badui, Semarang), Kalimantan (Samarinda), Sulawesi (Toraja, Sengkang, dan Kendari), Maluku (Tanimbar), Bali, Nusatenggara Barat (Lombok), dan Nusatenggara Timur (Flores, Sumba, dan Timor). Diharapkan pameran ini mampu menonjolkan daya pikat wastra atau kain adat daerah di Indonesia.

Mengapa wastra atau kain? Masih ingat istilah sandang, papan, dan pangan sebagai pemenuhan kebutuhan kehidupan manusia. Jika ditilik dari arti harafiahnya, sandang memiliki makna pakaian/kain. Namun sandang memiliki makna yang tersirat; pakaian/kain merupakan lambang martabat dan harga diri manusia. Bayangkan jika seseorang hadir di sebuah acara resmi tanpa busana. Apa yang terjadi?

Orang tersebut akan dianggap tidak memiliki martabat dan harga diri; dan menurut nenek moyang bangsa ini, martabat dan harga diri merupakan bagian yang terpenting dalam hidup. Oleh karena itu urutan sandang, pangan dan papan tidak bisa diubah; wastra atau kain merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan budaya tradisional Indonesia.

Selain itu, sehelai kain bisa bercerita tentang banyak hal. Setiap eleman memiliki ceritanya sendiri-sendiri. Elemen warna, ragam hias, bahan dasar, teknik tenun, sampai dengan penggunaannya mengandung kumpulan kisah yang sangat menggugah.

Kain mampu menceritakan tentang keadaan alam suatu daerah, keadaan masyarakat di daerah tertenu, struktur sosial, tradisi masyarakat lokal, dan masih banyak lagi. Jika elemen elemen ini dikupas lapis demi lapis, dijamin siapapun yang menyadarinya akan tergugah, terperangah, dan akhirnya terpikat akan kisah sehelai kain atau wastra Nusantara.St

Written by Jatengdaily.com

Mbak Ita Dorong Dinas Sosial Percepat Penyaluran Santunan Kematian

Lepas 410 Lulusan, Dekan: FH Unissula Terakreditasi Unggul BAN-PT dan Premier Internasional