Oleh : Gunawan Trihantoro
Pada hari Sabtu, 27 Juli 2024, saya mendapati sebuah paket yang tidak saya pesan. Padahal, saya tidak membeli sesuatu secara online dalam minggu ini. Setelah saya ambil dan buka paketnya, ternyata paket itu berisi satu buku dan satu flashdisk berjudul “Ketika Kata dan Nada Berjumpa.” Pengirimnya adalah Satupena DKI Jakarta.
Dengan penuh rasa penasaran, saya membuka plastik pembungkus buku dan flashdisknya. Buku langsung saya baca, dimulai dari kata pengantarnya yang ditulis oleh Denny JA, Ketua Umum Perkumpulan Penulis Satupena. Kata pengantar tersebut begitu menghipnotis saya, membuat saya terus menikmati setiap kata yang ditulis oleh Denny JA.
Luar biasa, pengantar dari buku terbitan Kosa Kata Kita (KKK) itu. Denny JA menegaskan bahwa Artificial Intelligence (AI) tidak hanya merupakan alat teknologi, tetapi juga kekuatan transformasional yang mengubah berbagai aspek industri musik. Setidaknya ada tiga isu besar di mana AI akan mengubah industri musik di masa depan: pertama, demokratisasi penciptaan musik; kedua, kolaborasi kreatif yang lebih dalam; dan ketiga, personalisasi dan pengalaman mendengarkan yang dipersonalisasi (lebih intim dan sesuai dengan preferensi individu).
Setelah membaca kata pengantar Denny JA, saya melanjutkan membaca keseluruhan puisi dalam buku itu. Ada lima belas puisi yang ditulis oleh para penyair kenamaan, salah satunya adalah puisi karya Denny JA berjudul “Siapa yang Membela Kita, Ibu?”
Menikmati puisi para penyair kenamaan itu adalah pengalaman yang sangat menyenangkan. Kenikmatannya menginspirasi kita untuk terus menuliskan kata-kata penuh makna dalam berbagai bentuk tulisan, seperti puisi, cerpen, maupun novel.
Namun, masih ada satu hal yang membuat saya penasaran, yaitu flashdisk bertuliskan “Ketika Kata dan Nada Berjumpa,” sama dengan judul buku yang saya terima. Tidak menunggu lama, saya membuka laptop dan memasukkan flashdisknya. Apa yang ada di dalamnya? Lima belas puisi dari para penulis yang dilagukan. Ya, puisi-puisi tersebut diubah menjadi lagu dengan bantuan AI.
Di sinilah peran AI sebagaimana yang dikatakan oleh Denny JA. Akmal Nasery Basral, salah satu penulis puisi dalam buku ini, berkolaborasi dengan AI untuk bereksperimen mengubah puisi menjadi lagu. Dalam proses ini, AI digunakan untuk mengomposisi musik yang sesuai dengan emosi dan tema dari puisi tersebut.
Nia Samsihono, Ketua Satupena DKI Jakarta, yang memimpin proyek ini memainkan peran kunci. Ia mengkoordinasikan kolaborasi para penyair agar lahir sebuah karya yang unik. Ini adalah karya yang belum pernah terjadi dalam sejarah Indonesia sebelumnya. Para penyair mendengarkan puisinya menjadi lagu dengan bantuan AI. Saya pun turut larut mendengarkan setiap lagu dari album pertama pada buku “Ketika Kata dan Nada Berjumpa.”
Jelas ini sebuah karya yang luar biasa. Bagaimana para penyair dengan puisinya bisa menikmati nada yang dihasilkan dari kata-kata yang mereka ciptakan. Ini adalah buku yang nikmat dan gurih untuk hidangan para penyair dan masyarakat seni secara keseluruhan.
Melalui buku ini, kita dapat melihat betapa teknologi, khususnya AI, mampu menjadi jembatan antara seni kata dan nada. Proses transformasi puisi menjadi lagu tidak hanya memperkaya pengalaman membaca, tetapi juga memberikan dimensi baru dalam menikmati karya sastra. Kolaborasi antara penyair dan AI menunjukkan bahwa teknologi dapat menjadi alat yang powerful dalam menciptakan karya seni yang inovatif dan inspiratif.
Selain itu, buku ini juga membuktikan bahwa di era digital, buku masih memiliki tempat istimewa. Buku bukan hanya sumber informasi dan hiburan, tetapi juga medium yang mampu menyatukan berbagai elemen seni. Kombinasi antara kata dan nada dalam buku ini memberikan pengalaman multisensori yang unik, menjadikan proses membaca lebih hidup dan mendalam.
Ketika mendengarkan puisi yang telah diubah menjadi lagu, saya merasakan bahwa setiap kata dalam puisi tersebut memiliki jiwa yang hidup. Nada yang dihasilkan oleh AI seakan-akan menambah lapisan emosi dan makna yang sebelumnya tersembunyi dalam kata-kata. Ini adalah bukti bahwa kolaborasi antara manusia dan teknologi dapat menghasilkan sesuatu yang luar biasa dan tak terduga.
Buku “Ketika Kata dan Nada Berjumpa” adalah contoh sempurna bagaimana inovasi dalam dunia literasi dapat memberikan pengalaman baru yang mengesankan. Bagi para penyair, buku ini menjadi inspirasi untuk terus berkarya dan bereksperimen dengan berbagai bentuk seni. Bagi para pembaca, buku ini adalah undangan untuk mengeksplorasi dunia baru di mana kata dan nada berkolaborasi menciptakan harmoni yang memukau.
Dengan demikian, buku ini tidak hanya menawarkan kenikmatan membaca, tetapi juga memperkaya pemahaman kita tentang potensi kolaborasi antara seni dan teknologi. Buku ini adalah bukti bahwa di tangan yang tepat, teknologi dapat menjadi alat yang mendukung dan memperkuat kreativitas manusia. Dan bagi saya, ini adalah pengalaman membaca yang tidak akan terlupakan.
Penulis adalah Fungsionaris Satupena Jawa Tengah, dan Sekretaris Umum Satupena Kabupaten Blora. Jatengdaily.com-st