Loading ...
Foto Diri Nur Yulianto

Oleh : Nur Yulianto ,
Statistisi pada BPS Kabupaten Pemalang

BERAS merupakan makanan pokok bagi hampir semua penduduk Indonesia, di mana konsumsinya semakin meningkat tiap tahun seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Hasil Susenas September 2022 menunjukkan, tingkat partisipasi konsumsi beras 98,35 persen. Artinya, 98,35 persen rumah tangga di Indonesia mengonsumsi beras . Kebutuhan beras yang besar ini tidak sejalan dengan produksi padi yang cenderung berfluktuasi.

Pemerintah menetapkan HPP ( Harga Pembelian Pemerintah) untuk memicu peningkatan produktivitas padi di negara ini serta untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Untuk memenuhi semua kebutuhan tersebut pemerintah masih mengandalkan produksi padi dari Pulau Jawa, karena tanah di jawa yang lebih subur, jaringan irigasi yang lebih tersedia, dan teknologi yang lebih maju sehingga Pulau Jawa memiliki peran penting dalam produksi padi nasional.

Upaya peningkatan produktivitas padi selain untuk memenuhi kebutuhan semua penduduk Indonesia juga untuk meningkatkan pendapatan/kesejahteraan petani mengingat sebagian besar petani mengusahakan tanaman padi.

Beras sebagai komoditas pangan utama mempunyai bobot yang besar dalam perhitungan inflasi. Kenaikan harga beras memicu peningkatan inflasi di suatu daerah. Dalam perhitungan Indeks Perubahan Harga (IPH) , besar mempunyai bobot sebesar 28,50 persen dalam kelompok makanan. Beras sebagai komoditas strategis sangat sarat dengan campur tangan pemerintah, antara lain kebijakan pemerintah terkait aspek produksi, distribusi, Impor dan Ekspor , maupun kebijakan harga.

Kebijakan harga berupa harga pembelian atau harga dasar dan harga eceran merupakan dua bentuk intervensi pemerintah terhadap harga yang memiliki implikasi langsung dan tidak langsung pada kesejahteraan petani .

Perubahan besar dalam harga produk pertanian dari tahun ke tahun mempengaruhi persediaan produk dan keputusan produsen dalam produksi. Pengendalian harga eceran beras biasanya dilakukan pada saat produksi padi mengalami penurunan sehingga memengaruhi penurunan penawaran padi di tingkat pasar dan mendorong peningkatan harga beras. Dinamika Kenaikan Harga beras di tingkat Konsumen Perdesaan akhir akhir ini sangat signifikan , dari rata rata harga beras dibulan maret tahun 2023 dibandingkan harga rata rata beras dibulan maret 2024 mengalami kenaikan sebesar 15,38 persen.

Apabila harga rata rata beras dibulan maret 2024 dibandingkan dengan harga rata rata beras pertengahan tahun 2018 terjadi kenaikan sebesar 57,89 persen selama lima tahun terakhir ini. Rata rata Harga beras Medium di bulan April 2024 apabila dibandingkan dengan Rata rata Harga beras Medium di bulan Maret 2018 mengalami kenaikan 51,84 % dalam lima tahun terakhir. Melansir dari Databoks.katadata.co.id , Kenaikan harga beras di Indonesia tiap tahun menunjukan angka kenaikan sebesar 14, 2 % per tahun.

Kenaikan harga beras yang terjadi pada empat dari bulan November 2023 sampai Februari 2024 sebesar hampir 40 % persen melampaui Harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah. Tingginya harga beras diperkirakan akan berlangsung hingga musim panen bulan April 2024. Faktor naiknya harga beras adalah gabungan dari produksi hingga tata kelola perdagangan beras dalam negeri.

Anomali Musim El Nino menyebabkan musim tanam mundur yang berdampak pada penundaan dan penurunan produksi padi. Tata kelola perdagangan beras mempunyai peran yang signifikan dalam menentukan kestabilan harga beras. Fenomena yang lain adalah momentum Pemilu , Program Bantuan Sosial ( Bansos ), menjelang bulan Puasa yang berjalan beriringan disinyalir menjadi indikasi lain naiknya harga beras yang signifikan.

Rantai pasok beras dari tingkat produsen hingga konsumen masih cukup panjang. Kondisi ini berpengaruh pada pembentukan harga beras. Kinerja rantai pasok gabah dan beras, dinamika harga beras antar musim dan pasar, dan pembentukan harga beras pada setiap tingkatan pelaku rantai pasok beras. Rantai pasok beras cukup panjang, sebanyak enam sampai tujuh pelaku.

Sesuai pola yang umum dikenal, pada musim panen raya pada musim hujan harga gabah dan beras turun, namun pada musim panen harga pangan ini tetap tinggi. Hal ini disebabkan pembentukan harga gabah dan beras lebih ditentukan oleh aspek pasokan dibandingkan aspek permintaan. Pemangkasan rantai pasok gabah dan beras dari petani produsen ke konsumen dapat meningkatkan harga gabah di tingkat petani dan menurunkan harga beras di tingkat konsumen.

Meningkatnya biaya produksi padi membuat harga beras akan sulit turun ke level harga eceran tertinggi atau HET yang ditetapkan pemerintah tahun lalu. harga beras belum akan turun ke level tahun lalu mengingat sejumlah komponen pembentuk harga beras telah mengalami kenaikan, mulai dari upah tenaga kerja, harga sewa lahan, harga pupuk , Biaya Pengeringan Gabah / Mesin Oven dan Biaya Sedot Air di musim kemarau.

Dalam upaya menjaga stabilitas harga beras lokal di tingkat pasar tradisional, diharapkan pemerintah dan pelaku industri di tingkat nasional terus melakukan berbagai langkah membuat kebijakan dan strategi diterapkan untuk merespons perubahan pasar dan dampak kenaikan harga beras. Kebijakan pembangunan infrastruktur pertanian, termasuk irigasi yang efisien perlu diperkuat untuk mengatasi dampak perubahan iklim pada produksi beras.

Peningkatan kualitas dan efisiensi dalam rantai pasok pangan juga menjadi aspek penting untuk memastikan distribusi beras yang lancar dari petani ke konsumen. Dukungan kebijakan diperlukan dalam penggunaan digitalisasi dan teknologi pertanian sehingga mampu meningkatkan efisiensi produksi dan meningkatkan ketahanan pangan nasional. Inovasi seperti sistem informasi pasar pertanian, pertanian berbasis data, dan drone untuk memantau tanaman dapat membantu petani beradaptasi dengan cuaca dan pasar.

Selain itu, edukasi masyarakat tentang pola konsumsi pangan yang berkelanjutan dapat membantu mengurangi tekanan pada pasokan beras. Kampanye untuk mendorong diversifikasi konsumsi pangan dengan menawarkan makanan alternatif yang lebih tahan terhadap fluktuasi harga, juga dapat menjadi langkah positif dalam mencapai ketahanan pangan masyarakat. Sangat penting untuk diingat bahwa keadaan ini tetap berubah dan dapat berubah dengan berjalannya waktu.

Oleh karena itu, perlu mengetahui apa saja dampak potensial konsumen dan pelaku usaha, sehingga pemantauan harus terus dilakukan. Hal tersebut dilakukan untuk mengatasi berbagai kesulitan kenaikan harga beras di pasar domestik dan internasional juga untuk menjaga stabilitas pasar dalam jangka panjang.

Kebijakan Impor beras dilakukan untuk memenuhi pasokan cadangan pemerintah dan distribusinya melalui Bulog untuk operasi pasar dan bantuan sosial, menjaga stabilitas pangan dan mencegah inflasi. Dampak kenaikan harga beras mencakup tekanan inflasi yang dapat merugikan daya beli masyarakat, terutama kelompok ekonomi rendah. Ketidakpastian sosial muncul akibat kenaikan harga beras, menciptakan ketidakpuasan, menimbulkan keresahan dan meningkatkan rasa ketidakpastian dalam Ekonomi , terutama di kalangan kelompok rentan ekonomi rendah.

Ada banyak penyebab inflasi di beberapa negara, termasuk Indonesia. Inflasi sendiri kerap dikaitkan dengan kenaikan harga-harga barang. Inflasi adalah kenaikan harga, yang dapat diartikan sebagai penurunan daya beli dari waktu ke waktu. Tingkat penurunan daya beli dapat tercermin dalam kenaikan harga rata-rata sejumlah barang dan jasa tertentu selama periode waktu tertentu, biasanya dihitung dalam setahun.

Pada Juni 2024 terjadi inflasi year on year (y-on-y) sebesar 2,51 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 106,28, Inflasi y-on-y terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya sebagian besar indeks kelompok pengeluaran pada tahun 2024 , yaitu: kelompok makanan, minuman dan tembakau bulan juni sebesar 4,95 persen disamping oleh kenaikan komoditas barang dan jasa yang lainnya. Komoditas Beras merupakan komoditas yang mempunyai Share tertinggi dalam kelompok makanan, minuman dan tembakau.

Perlu diketahui rata-rata pengeluaran perkapita sebulan penduduk tahun 2023 untuk kelompok pengeluaran 40 persen terbawah dan 40 persen tengah didominasi pada kelompok makanan. Sebaliknya untuk kelompok pengeluaran 20 persen teratas pada kelompok bukan makanan yang justru mendominasi sebesar 52,83 persen dari total pengeluaran berbanding 47,17 persen dari total pengeluaran pada kelompok makanan. Sementara itu untuk asupan rata-rata konsumsi kalori perkapita sehari masih didominasi sumbernya dari padi-padian dan makanan dan minuman jadi, masing-masing 772,13 Kcal dan 733,80 Kcal.

Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2022 mengenai Pola Konsumsi masyarakat Indonesia menunjukkan rata-rata pengeluaran per kapita sebesar 1,33 juta rupiah per bulan. Konsumsi terbagi menjadi konsumsi makanan dan konsumsi bukan makanan. Setiap bulannya, rata-rata penduduk Indonesia menghabiskan 665,8 ribu rupiah untuk konsumsi makanan dan 662,0 ribu rupiah untuk konsumsi bukan makanan. Hal ini berimbas pada kontribusi pengeluaran untuk konsumsi makanan (50,14 persen) yang lebih unggul dibanding pengeluaran bukan makanan (49,86 persen) dari total pengeluaran secara keseluruhan.

Padahal sebelumnya dalam kurun waktu lima tahun terakhir, kontribusi pengeluaran makanan selalu lebih rendah dibanding pengeluaran bukan makanan. Lebih dari separuh pengeluaran bukan makanan dialokasikan untuk biaya perumahan dan fasilitas rumah tangga. Hal ini berkaitan dengan kebutuhan papan atau rumah yang menjadi salah satu kebutuhan utama rumah tangga dengan harga yang terus meningkat setiap tahun sehingga biaya yang dibutuhkan juga semakin besar.

Semakin tinggi pendapatan maka semakin banyak nominal belanja yang mampu dikeluarkan rumah tangga. Semakin rendah tingkat pendapatan rumah tangga ada kecenderungan mencukupi kebutuhan makanan terlebih dahulu sehingga proporsi pengeluaran untuk makanan lebih tinggi dibanding pengeluaran bukan makanan.

Biaya hidup yang meningkat, terutama kebutuhan makanan pokok seperti beras, dapat memperburuk ketidaksetaraan sosial dan ekonomi, menimbulkan tantangan serius bagi perekonomian. Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk menjaga stabilitas harga beras misalnya Mengurangi Struktur ongkos biaya produksi beras , memotong distribusi Perdagangan beras dan melindungi petani dengan subsidi yang tepat sasaran dan keberpihakan yang lebih adil pada masyarakat bawah berupa kebijakan-kebijakan yang sinergis dalam upaya menaikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan melindungi daya beli masyarakat. Jatengdaily.com-yds

 

Facebook Comments Box
Exit mobile version