SEMARANG (Jatengdaily.com)-Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Provinsi Jawa Tengah (KPID Jateng) Muhammad Aulia Assyahiddin SS MM CH CHA mengatakan, selama tahun 2024 secara persentase angka pelanggaran tayangan lembaga penyiaran mengalami penurunan.
”Namun yang kita herankan justru beberapa lembaga seperti radio yang sudah mapan, namun menayangkan iklan yang tidak tepat. Ada juga televisi yang secara kelembagaan sangat bagus, tiba-tiba menayangkan testimoni pencapaian obat yang bisa mengobati penyakit tertentu, padahal tidak boleh. Ada juga televisi yang menayangkan pelaku tindakan asusila, dan juga kejadian kecelakaan dengan korban berdarah-darah,” jelas Aulia Jumat (20/12/2024) kepada wartawan. Hadir dalam kesempatan ini, seluruh jajaran KPID Jawa Tengah kepengurusan yang baru.
Menurut Aulia, KPID Jawa Tengah pun telah menegurnya. ”Di satu sisi, selama komisi penyiaran yang baru ini, luar biasa kerjanya. Bahkan dalam waktu dekat ini, KPID akan melakukan peneguran pada 30 lembaga penyiaran yang melakukan pelanggaran,” jelasnya.
Sementara itu, Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran KPID Jawa Tengah, Mukhamad Nur Huda mengatakan, dari hasil pemantauan dan kajian isi siaran KPID Jawa Tengah sepanjang tahun 2024 terhitung hingga 17 Desember 2024 didominasi temuan dugaan pelanggaran yang masuk kategori atau ruang lingkup unsur kekerasan.
Secara keseluruhan, sepanjang tahun 2024 ditemukan dugaan pelanggaran sebanyak 1.763 temuan, dengan ruang lingkup terbanyak yakni ruang lingkup muatan kekerasan sebanyak 540 kasus atau 54 persen.
“Tayangan kekerasan masih mendominasi siaran di sepanjang tahun 2024, ini perlu menjadi perhatian serius,” jelasnya.
Huda mengungkapkan, dugaan pelanggaran tersebut terkait konten yang menampilkan kekerasan fisik, verbal, atau visual yang berlebihan.
Adapun, kekerasan tersebut secara rinci terbagi dalam berbagai kategori, antaralain kategori hiburan ada 34 kasus dalam tayangan film, musik, atau drama. Kategori jurnalistik, terdapat
424 kasus pelanggaran kekerasan yang ditemukan dalam program berita atau liputan jurnalistik. Kategori Variety Show terdapat 82 kasus pada program dengan format hiburan campuran, seperti acara kompetisi, talk show, atau reality show.
Kemudian, ruang lingkup Siaran Iklan ditemukan sejumlah 479 kasus atau 47,9 persen. Pelanggaran tersebut semisal berupa tayangan atau siaran iklan yang tidak sesuai etika, menipu, atau mempromosikan produk terlarang.
Dari aspek ruang lingkup Program Siaran Jurnalistik juga ditemukan sejumlah 174 kasus pelanggaran atau 17,4 persen. “Dugaan pelanggaran dalam program jurnalistik ini semisal penayangan atau menyiarkan berita hoaks, tidak akurat atau tidak berimbang,” ungkapnya.
Selanjutnya, ruang lingkup Perlindungan pada Anak ditemukan sejumlah 171 kasus atau 17,1 persen. Pelanggaran berupa melanggar prinsip perlindungan anak, seperti menayangkan konten tidak layak untuk usia anak.
Terakhir, ruang lingkup Program Siaran terkait Rokok dan NAPZA mencapai 171 kasus atau 17,1 persen. Dugaan pelanggaran siaran ruang lingkup ini berisi terkait promosi, penggunaan, atau ajakan konsumsi rokok dan NAPZA yang dilarang.
“Sebagaimana diagram rekap dugaan pelanggaran tahun 2024, kategori muatan kekerasan menempati posisi tertinggi dengan 540 kasus, menunjukkan bahwa isu kekerasan dalam program siaran masih menjadi permasalahan serius,” tegasnya.
Komisioner Bidang Isi Siaran KPID Jawa Tengah, Anas Syahirul Alim, menambahkan, khusus medio bulan November – Desember 2024, KPID Jawa Tengah telah melayangkan surat teguran bagi lembaga penyiaran yang telah melanggar ketentuan. Terdapat 10 (sepuluh) program siaran pada 6 Lembaga Penyiaran yang dinyatakan melanggar.
Ketentuan yang dilanggar tersebut banyak ditemukan kategori muatan kekerasan, perlindungan anak, dan iklan obat tradisional maupun pengobatan tradisional yang disiarkan baik di radio dan televisi lokal.
“KPID Jawa Tengah melakukan penindakan sesuai regulasi dan melakukan pembinaan. Silakan beriklan dan menerima iklan obat, karena produsen perlu promosi dan lembaga penyiaran perlu cari pendapatan. Tapi harus tetap patuhi rambu-rambu serta jangan sampai menyesatkan konsumen,” jelasnya.
Menurut Anas, aturan iklan tentang obat, seharusnya memberikan informasi yang obyektif, lengkap, tidak menyesatkan, tidak menggunakan kata yang berlebihan dan klaim yang berlebihan. “Harus bertanggungjawab kepada masyarakat dan memberikan edukasi. Jangan semata hanya mengejar penjualan. Lembaga penyiaran baiknya menyiarkan iklan yang sudah sesuai aturan,” tegasnya.
Dijelaskannya, media penyiaran memiliki peranan penting dalam membentuk perilaku masyarakat. Konten positif dan siaran sehat dapat menjadi kunci menciptakan media yang lebih baik. Konten bermuatan kekerasan serta perlindungan kepada anak dan perempuan termasuk menjadi perhatian utama.
“Dalam membentuk penyiaran yang sehat dengan menerapkan konten yang positif diperlukan kerjasama yang saling mendukung dengan berbagai pihak,” ungkap Anas
Pihaknya juga berharap lembaga penyiaran dalam setiap produksi program siaran selalu menunjukkan serta meningkatkan prinsip yang mendukung perlindungan anak dan perempuan.
“Kami berharap media semakin ramah anak. Menjaga kepentingan anak dan perempuan, salah satunya dengan tidak mengeksploitasi muatan kekerasan serta justifikasi terhadap kekerasan pada anak dan perempuan. Tanpa unsur kekerasan, media akan menjadi sarana edukasi guna menumbuhkembangkan karakter dan psikologi anak secara optimal,” kata Anas.
Ditambahkannya, KPID mengajak masyarakat untuk berperan aktif, karena tidak bisa menjangkau seluruh lembaga penyiaran yang ada di Jawa Tengah. “KPID tetap mengintensifkan pengawasan isi siaran dan iklan di radio maupun televisi. Kami juga menerima masukan dan aduan dari masyarakat jika diduga menemukan potensi pelanggaran yang dilakukan oleh lembaga penyiaran. Harapannya agar terwujud siaran yang sehat, khususnya di Jawa Tengah,” tutup Anas.
Startifikasi Lembaga Penyiaran
Sementara itu, Koordinator Bidang Pengembangan Kebijakan dan Sistem Penyiaran KPID Jawa Tengah Intan Nurlaili SSos mengatakan, Stratifikasi Lembaga Penyiaran merupakan program baru yang diinisiasi KPID Jawa Tengah. Program ini belum pernah dijalankan sebelumnya, baik oleh KPI Pusat maupun KPID provinsi lain.
Langkahnya dengan memetakan tingkat kesehatan lembaga penyiaran dengan mengklasifikasikannya dalam tingkatan strata tertentu.
Lembaga penyiaran akan diklasifikasikan dalam tiga strata, yaitu Strata A (Sehat), Strata B (Cukup Sehat), dan Strata C (Dalam Monitoring). Penilaian dilakukan pada 6 aspek, yaitu Aspek Manajemen, Aspek Keuangan, Aspek SDM, Aspek Program Siaran, serta Aspek Infrastruktur dan Teknis. Aspek-aspek tersebut dirinci ke dalam 30 (tiga puluh) elemen penilaian, yang masing-masing memiliki indikator strata tertinggi, indikator strata menengah, dan indikator strata terbawah.
Langkah penilaian dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu pengumpulan dokumen, wawancara, dan verifikasi lapangan. Selanjutnya tim penilai akan menetapkan skor untuk masing-masing elemen penilaian, untuk mendapatkan skor akhir yang merupakan indeks kesehatan lembaga.
Program ini diharapkan dapat menghasilkan output data lengkap kesehatan lembaga penyiaran, sebagai referensi bagi semua pihak untuk berbagai keperluan, seperti dasar pengambilan kebijakan, perencanaan program pembinaan, kegiatan akademis, hingga landasan bagi principal dan agensi periklanan untuk membangun kerjasama, baik on air maupun off air.
Sepanjang tahun 2023-2024 KPID Jawa Tengah telah merumuskan Pedoman Stratatifikasi dan menyosialisasikan kepada lembaga penyiaran.
Tahapan penilaian baru akan dilaksanakan tahun 2025. Ditargetkan bisa selesai akhir tahun 2025 dan dirilis hasilnya awal tahun 2026. Penilaian dilakukan terhadap 404 lembaga penyiaran di Jawa Tengah. Adapun label strata yang didapatkan lembaga penyiaran berlaku untuk jangka tiga tahun.
Tahap penilaian membutuhkan kolaborasi aktif dengan lembaga penyiaran untuk menyajikan data-data yang diperlukan. Lembaga penyiaran juga dapat mengajukan perbaikan strata sebelum masa berlaku habis, jika dipandang telah dilakukan perbaikan signifikan.
Melalui pemetaan strata, diharapkan juga menjadi pendorong bagi pengembangan lembaga penyiaran agar lebih sehat dan kompetitif, mengingat kompetisi dengan berbagai platform media semakin ketat. Demi keberlangsungan eksistensi televisi dan radio, pengelolaan lembaga harus lebih profesional dan terus berinovasi. she