SOLO (Jatengdaily.com) – Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Republik Indonesia menunjukkan komitmennya dalam membina atlet disabilitas melalui proses perekrutan yang transparan dan seleksi yang komprehensif.
Para atlet mendapatkan pembinaan dengan standar yang sama seperti atlet non-disabilitas, tetapi dilengkapi dengan klasifikasi khusus yang disesuaikan dengan kondisi dan potensi setiap atlet untuk memastikan mereka mendapatkan fasilitas serta pelatihan yang optimal.
Deputi Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora RI, Surono menjelaskan, perekrutan dan pembinaan ini dilakukan guna menciptakan ekosistem olahraga yang inklusif serta meningkatkan prestasi atlet disabilitas di ajang nasional maupun internasional.
“Proses seleksi untuk atlet disabilitas pada dasarnya sama dengan atlet non-disabilitas. Namun, ada klasifikasi khusus yang disesuaikan dengan tingkat kedisabilitasan dan keberbakatan atlet,” ujarnya dalam Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) bertema ‘Pekan Paralimpiade Nasional 2024 (Peparnas 2024) untuk Indonesia Ramah Difabel’, Rabu (9/10).
Dalam pelaksanaannya, Kemenpora menerapkan empat tahapan seleksi utama, yakni tes kesehatan, tes psikologi, tes fisik/teknik, serta evaluasi rekam jejak atlet yang mencakup catatan prestasi dan pengalaman latihan sebelumnya. Pihaknya juga telah menetapkan parameter dan norma tes sesuai cabang olahraga yang diminati para atlet.
“Sehingga dapat diketahui benchmark atau patokan performa yang perlu dicapai, baik di tingkat Asia maupun dunia,” tambah Surono.
Setelah melalui proses seleksi, para atlet disabilitas yang terpilih akan menjalani pembinaan intensif di Pusat Latihan Nasional Paralimpik (NPCI) yang berlokasi di Surakarta. Fasilitas tersebut telah dilengkapi dengan sport center yang didesain khusus untuk mendukung kebutuhan para atlet penyandang disabilitas.
“Surakarta dipilih karena telah terbukti menjadi lokasi pembinaan terbaik dengan sarana dan prasarana yang mendukung serta ramah difabel,” terangnya.
Lebih lanjut Surono menjelaskan bahwa para atlet yang memiliki potensi besar akan ditingkatkan latihannya untuk menghadapi berbagai kompetisi internasional, seperti Paralympic Games 2028.Selain seleksi yang ketat dan pembinaan yang komprehensif, Surono juga menyoroti pentingnya venue yang ramah bagi penyandang disabilitas untuk mendukung prestasi atlet.
Pemindahan venue Peparnas 2024 dari Sumatra Utara ke Kota Solo pun dilakukan atas pertimbangan fasilitas hingga sarana dan prasarana di Solo yang lebih memadai bagi atlet disabilitas.
“Banyak prasarana di Sumatera yang masih belum ramah penyandang disabilitas, mulai dari hotel hingga transportasi lokal,” katanya.
Oleh karena itu, Solo ditetapkan sebagai tuan rumah Peparnas 2024 karena telah siap dengan 14 cabang olahraga yang bisa digunakan, sementara 6 cabang lainnya masih dalam proses.
Surono juga menyinggung pencapaian luar biasa para atlet di ajang Paralympic Games 2024 Paris yang melampaui target pemerintah dengan perolehan 1 emas, 8 perak, dan 5 perunggu. Cabang-cabang unggulan yang berhasil menyabet medali tersebut antara lain parabadminton, paraatletik, dan boccia.
“Prestasi ini menjadi motivasi bagi Kemenpora untuk terus mendukung pembinaan dan seleksi atlet disabilitas agar dapat berprestasi lebih baik lagi di masa depan,” tuturnya.
Terkait penyelenggaraan Peparnas 2024, Kemenpora telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp290,6 miliar yang diperuntukkan untuk akomodasi, konsumsi, perangkat pertandingan, serta pembukaan dan penutupan acara. Dari jumlah tersebut, sebanyak Rp14,7 miliar dialokasikan khusus untuk pengadaan peralatan pertandingan yang masih belum lengkap.
“Kami berharap anggaran ini dapat dimanfaatkan dengan baik oleh PB. Peparnas untuk mempersiapkan penyelenggaraan yang maksimal,” kata Surono.
Sebagai bentuk dukungan lebih lanjut, Kemenpora juga mengajak pemerintah daerah untuk meningkatkan kesadaran dalam menciptakan fasilitas hingga sarana dan prasarana yang ramah bagi penyandang disabilitas. Hal ini dinilai penting agar semua wilayah di Indonesia dapat menjadi pusat pembinaan atlet disabilitas yang berprestasi.
“Kami mendorong agar setiap pembangunan sarana olahraga di daerah dapat memberikan space untuk teman-teman disabilitas. Kesetaraan, kebersamaan, dan tidak ada diskriminasi adalah kunci untuk mencapai yang terbaik,” tutup Surono.
Ke depan, Kemenpora akan terus mengawal pelaksanaan pembangunan fasilitas olahraga yang ramah disabilitas dan mendorong kesetaraan di berbagai aspek pembinaan olahraga. Dengan demikian, diharapkan Indonesia dapat melahirkan lebih banyak atlet difabel berprestasi yang dapat mengharumkan nama bangsa di kancah internasional. she