SEMARANG (Jatengdaily.com) – Pengakuan eksistensi Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat (KMA) telah tertuang dalam konstitusi, namun di lapangan masih saja terjadi kesalahpahaman hingga menjadikan konflik atau sengketa.
Sejalan dengan tugas dan fungsi Direktorat KMA, yaitu mendorong upaya mediasi dalam penyelesaian sengketa secara nonlitigasi atas permasalahan penghayat kepercaan dan masyarakat adat.
Untuk itu, tim advokasi satuan tugas KMA perlu dibekali pelatihan sertifikasi mediator, agar memperoleh pemahaman dan keterampilan menjadi mediator profesional.

Hal itu disampaikan oleh Direktorat KMA Kemendikbudristek Sjamsul Hadi, SH. MM. pada acara Lokalatih Mediasi Satuan Tugas Advokasi KMA yang diikuti sebanyak 44 peserta, selama 40 jam, bekerja sama dengan Untag Semarang, di Hotel Gets Semarang, belum lama ini.
Pada pembukaan lokalatih tersebut dihadiri oleh Ketua Pembina Yayasan Pembina Pendidikan 17 Agustus 1945 Semarang Prof. Dr. Sarsintorini Putra,SH. MH, Ketua Pengadilan Negeri Semarang Dr. Frida Ariyani, SH. MHum, dan Dra. Sri Hartini, MSi selaku Pamong Budaya Ahli Utama, serta Direktur Mediasi Untag Prof. Dr. Retno Mawarini Sukmariningsih, SH. MHum.
Dalam smbutannya Sri Hartini, menyampaikan bahwa maksud dan tujuan kegiatan lokalatih mediasi ini dimaksudkan sebagai upaya untuk meningkatkan kapasitas satuan baik itu pengetahuan, wawasan, keterampilan serta keahlian dalam mediasi pada penanganan masalah dari penghayat keparcayaan dan masyarakat adat.
Melalui kegiatan lokalatih ini diharapkan dapat memperkuat kemampuan satuan tugas dalam melakukan pemantauan dan pendokumentasian kasus kasus yang terjadi di komunitas masyarakat adat sebagai upaya layanan kepercayaan terhadap Tuhan YME dan masyarakat adat.
Rektor Untag Semarang Prof. Dr. Drs. Suparno, MSi, dalam sambutannya menyampaikan bahwa sudah tepat kalau Direktur KMA memilih bekerjasama dengan Untag dalam pelaksanaan lokalatih mediasi ini, karena Untag sudah terakreditasi oleh Mahkamah Agung untuk menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sertifikasi mediator berdasarkan SK Nomor 229/KMA/SK/IX/2020.
Lebih lanjut Prof. Suparno juga mengungkapkan bahwa Umtag Semarang sudah menyelenggarakan diklat sertifikasi mediator ini sebanyak 18 kali, baik secara offline maupun online. Dalam setiap pelaksanaannya Untag selalu mengedepankan kualitas, diantaranya dengan menghadirkan para narasumber profesional, seperti para Hakim MA, para Guru Besar dari UGM dan Untag sendiri serta para praktisi hukum, serta berpedoman pada kurikulum yang ditetapkan oleh MA.
Kualitas pelaksanaan dipegang teguh, mengingat pendidikan dan pelatihan mediator yang dilakukan oleh Untag ini telah dievaluasi setiap lima tahun sekali oleh MA. Untuk itu perlu disyukuri bahwa sampai saat ini Untag masih berada diurutan nomor 8 dari 21 lembaga penyelenggara diklat sertifikasi mediator di seluruh Indonesia. Hal ini bisa dilihat di laman MA.
Ketua PN Semarang selaku keynote speaker menyampaikan bahwa sampai saat ini PN Semarang belum pernah menangani masalah yang terkait dengan penganut paham kepercayaan dan masyarakat adat, karena biasanya penyelesaiannya dilakulan secara nonlitigasi.
Maka tepat kalau para satgas advokasi penghayat kepercayaan dan masyarakat adat diikutkan dalam diklat ini. Dengan diperolehnya sertifikat mediator, maka mereka dapat menjadi mediator di luar pengadilan maupun di dalam pengadilan sebagai mediator nonhakim. St