
MAGELANG (Jatengdaily.com) – Di tengah tingginya angka perceraian di Jawa Tengah, Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Jawa Tengah menegaskan komitmennya untuk kembali menguatkan peran strategis dalam membina keluarga sakinah dan menekan laju perceraian yang kian mengkhawatirkan.
Hal itu disampaikan Ketua BP4 Jawa Tengah, Drs H Eman Sulaeman, MH, dalam Pengukuhan dan Rapat Kerja BP4 Provinsi Jawa Tengah di Hotel Atria, Magelang, 29–30 Oktober 2025.
“BP4 bukan sekadar lembaga penasihat perkawinan, tapi mitra strategis pemerintah dalam menjaga ketahanan keluarga. Keluarga sakinah adalah pondasi bangsa yang kokoh,” tegas Eman di hadapan para pengurus BP4 kabupaten/kota se-Jawa Tengah.
Lembaga Tua dengan Peran Vital
BP4, yang berdiri sejak 3 Januari 1960 dan dikukuhkan melalui Keputusan Menteri Agama Nomor 85 Tahun 1961, merupakan satu-satunya badan resmi yang melaksanakan fungsi penasihatan perkawinan dan pencegahan perceraian.
Sejak awal, BP4 berperan penting dalam mendorong lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sekaligus menjadi garda depan dalam sosialisasi dan pembinaan keluarga harmonis.
Namun, Eman tak menampik bahwa perjalanan BP4 kini menghadapi tantangan. “BP4 sempat berada di masa kejayaan. Kini, banyak pengurus di berbagai tingkatan yang berjuang dalam keterbatasan, karena tak lagi mendapat dukungan anggaran dari APBN maupun APBD,” ungkapnya.
Meski begitu, ia menegaskan bahwa kondisi tersebut tidak boleh menyurutkan semangat pengurus. Justru saat inilah BP4 perlu bangkit dengan kemandirian dan inovasi program berbasis pengabdian masyarakat.
Tantangan: Angka Perceraian Tinggi
Data menunjukkan, pada 2024 tercatat 233.204 pernikahan dan 64.569 perceraian di Jawa Tengah. Artinya, sekitar 28 persen pasangan berakhir di meja perceraian. Dari jumlah itu, 73 persen merupakan cerai gugat (diajukan oleh istri), dan sisanya 27 persen cerai talak.
Kabupaten dengan kasus perceraian tertinggi antara lain Cilacap (5.201 kasus), Brebes (4.164), Banyumas (3.935), dan Pemalang (3.395).
Adapun Kota Magelang menjadi daerah dengan kasus perceraian terendah, yakni 185 kasus.
Penyebab utama perceraian didominasi oleh pertengkaran (54%) dan masalah ekonomi (34%), diikuti faktor-faktor lain seperti perselingkuhan, kekerasan rumah tangga, hingga perbedaan prinsip hidup.
“Angka perceraian ini bukan sekadar statistik, tetapi potret rapuhnya komunikasi dan ketahanan keluarga. Karena itu, BP4 hadir untuk memperkuat fondasi rumah tangga agar tidak mudah retak,” ujar Eman.
Fokus Program: Edukasi, Konseling, dan Mediasi
1.Edukasi publik tentang pentingnya keharmonisan rumah tangga melalui penyuluhan, media massa, dan seminar.
2.Konseling perkawinan bagi pasangan yang menghadapi persoalan rumah tangga.
3.ediasi konflik agar pasangan tidak langsung menempuh jalur hukum.
4.Kolaborasi dengan pemerintah, lembaga keagamaan, dan organisasi sosial.
5.Peningkatan kapasitas SDM BP4 hingga tingkat kecamatan.
Selain itu, BP4 juga mendorong penyusunan modul keluarga sakinah yang praktis serta pelibatan aktif dalam program Bimbingan Perkawinan (Binwin) Kementerian Agama.
Keluarga Sakinah, Benteng Ketahanan Bangsa
Menurut Eman, keluarga sakinah adalah keluarga yang mampu memenuhi kebutuhan spiritual dan material secara seimbang, hidup dalam kasih sayang, serta menjadikan nilai iman dan akhlak sebagai pedoman.
“Keluarga yang sakinah bukan hanya membawa kebahagiaan pribadi, tapi juga berkontribusi pada kesejahteraan sosial dan ketahanan bangsa. Rumah tangga yang damai akan melahirkan masyarakat yang kuat,” katanya.
Ia menambahkan, keberhasilan membangun keluarga sakinah tidak bisa dilakukan oleh BP4 sendiri, melainkan harus melibatkan semua pihak — pemerintah, tokoh agama, akademisi, dan media.
“Membangun keluarga sakinah adalah investasi sosial jangka panjang. Jika keluarga kuat, bangsa ini tidak akan mudah goyah,” pungkasnya penuh harap. St










