Oleh: Aura Anya Syahariya
Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Di tengah arus deras digitalisasi yang melanda berbagai aspek kehidupan, generasi muda saat ini beroperasi dalam ritme yang high-speed dan diwarnai oleh limpahan distraksi. Secara spesifik, Gen Z sebagai kelompok demografi yang tumbuh besar dalam era konektivitas internet tanpa batas menghadapi kondisi eksistensial yang distingtif dibandingkan generasi sebelumnya.
Setiap harinya, dihadapkan pada influx informasi yang masif, spektrum opini yang beragam, entertainment yang berlimpah, bahkan berbagai sistem kepercayaan dan ideologi yang muncul dalam hitungan detik. Kemudahan aksesibilitas ini, yang terwujud hanya melalui sentuhan dan scroll pada perangkat digital, secara inheren memengaruhi cara mereka memproses informasi dan berinteraksi dengan dunia sekitar.
Kondisi ini erat kaitannya dengan kebiasaan hidup Gen Z. Kegiatan scrolling telah menjadi rutinitas yang hampir tanpa disadari kecanduan, mulai dari bangun tidur hingga tidur (Auliya dkk., 2023, hlm. 64). Platform media sosial tidah hanya berfungsi sebagai sarana hiburan, tetapi juga wadah pembentukan nilai, dan pandangan.
Media sosial hadir dalam kehidupan membawa dua sisi dampak yang saling berlawanan, yaitu sisi positif dan sisi negatif. Bagaimana dampak ini akan dirasakan oleh penggunanya sangat bergantung pada cara mereka menggunakan media sosial serta bagaimana merespons berbagai informasi dan interaksi di dalamnya.
Pada masa kini, menyaksikan peningkatan pelanggaran norma kesusilaan yang dilakukan oleh remaja, terutama dalam konteks berinteraksi di platform media sosial. Fenomena ini dipengaruhi oleh tingkat kematangan emosional dan pola pikir remaja yang seringkali masih dalam tahap perkembangan, sehingga mereka menjadi lebih rentan terhadap pengaruh negatif yang dapat merusak moral (Asraf, 2024, hlm. 2).
Diskursus mengenai agama, termasuk Islam, menjadi topik yang sering muncul di media sosial dan melibatkan banyak remaja. Kemudahan akses terhadap beragam informasi keagamaan secara daring memberikan potensi bagi remaja untuk memperluas wawasan mereka.
Namun, di sisi lain, hal ini juga menghadirkan risiko signifikan terkait penyebaran informasi yang tidak akurat atau berpotensi menyesatkan. Keterbatasan kemampuan remaja dalam mengevaluasi kredibilitas sumber informasi daring dapat mengakibatkan terbentuknya pemahaman yang keliru terhadap ajaran agama Islam.
Selain itu, interaksi dan diskusi daring mengenai isu-isu keagamaan, jika tidak diiringi dengan pemahaman mendalam dan bimbingan yang tepat, berpotensi menimbulkan kebingungan serta interpretasi yang menyimpang dari prinsip-prinsip agama yang sebenarnya (Amalia, 2024).
Inilah tantangan besar dalam menjaga akidah tetap kokoh di tengah derasnya arus informasi serta bagaimana membawa iman tetap hidup dan menyala meskipun dunia terus bergerak begitu cepat.
Iman on the Go” adalah konsep yang mengajak kita untuk menghadirkan nilai-nilai keimanan dalam gaya hidup digital Gen Z bukan berarti menyederhanakan agama, melainkan menghadirkan akses terhadap akidah yang benar dengan pendekatan yang ringan, reflektif, dan sesuai konteks zaman.
Dengan “Iman on the Go”, keimanan tidak lagi dipahami sebagai sesuatu yang formal dan berat.
Iman menjadi bagian dari aktivitas harian saat scroll media sosial, saat menunggu antrean, atau bahkan saat merasa lelah dan butuh pengingat akan makna hidup. Iman dibawa ke mana saja menemani mereka dalam layar dan kenyataan.
Dengan akidah sebagai pondasi dan kesadaran sebagai kompas, Gen Z berpotensi menjadi generasi yang bukan hanya cakap teknologi tetapi juga tangguh secara spiritual karena iman bukan soal zaman melainkan tentang bagaimana kita menjaganya tetap hidup kapan pun dan di mana pun.
Namun, ada peluang besar yang bisa dimanfaatkan teknologi bisa menjadi alat untuk memperkuat akidah. Banyak aplikasi islami yang mengingatkan waktu shalat, mengajarkan doa-doa, atau memberikan kajian agama yang mudah diakses. Media sosial juga bisa menjadi platform untuk berbagi konten yang bermanfaat dan membangun komunitas yang saling mendukung dalam memperdalam keimanan.
Guna menjaga keutuhan iman di era digital yang serba dinamis ini, dapat mempertimbangkan beberapa langkah aplikatif berikut:
Menggunakan aplikasi dan platform digital keagamaan
Bisa memanfaatkan aplikasi pengingat shalat, tafsir Al-Qur’an, dan kajian online yang memudahkan pendalaman agama kapan saja dan di mana saja.
Membuat dan mengikuti konten inspiratif berbasis iman di media sosial
Membuat video, tulisan, atau infografik tentang nilai-nilai agama yang mudah dipahami dan membagikannya di Instagram, TikTok, YouTube, atau blog dapat menjadi sarana dakwah sekaligus memperkuat iman pribadi dan komunitas.
Bergabung dengan komunitas keagamaan online
Komunitas virtual berbasis agama memberikan ruang untuk berdiskusi, belajar bersama, berdoa bersama, dan saling mendukung secara spiritual, sehingga membantu menjaga semangat dan keteguhan iman di tengah arus digital (Syahdafi, 2025).
Mengatur waktu penggunaan gadget dan media sosial
Membatasi waktu berselancar di dunia maya untuk menghindari kecanduan dan distraksi, serta membagi waktu antara aktivitas duniawi dan ibadah agar keseimbangan hidup dunia dan akhirat tetap terjaga.
Memilih konten yang positif dan membangun spiritualitas
Fokus pada konten yang mendukung nilai keagamaan dan menghindari konten negatif yang dapat menimbulkan keraguan atau mengganggu ketenangan batin (Online, 2024).
Peran orang tua dan pendampingan dalam dunia digital sangat penting untuk membantu anak-anak, terutama generasi muda, menggunakan teknologi dengan bijak dan aman. Di era yang serba digital ini, orang tua harus aktif memahami berbagai platform dan teknologi yang digunakan anak-anak mereka agar dapat memberikan bimbingan yang tepat.
Dengan pemahaman tersebut, orang tua bisa mengajarkan anak-anak tentang pentingnya menjaga privasi, memilih konten yang positif, serta berhati-hati dalam berinteraksi secara online.
Selain itu, komunikasi yang terbuka antara orang tua dan anak sangat diperlukan agar anak merasa nyaman berbagi pengalaman dan tantangan yang mereka hadapi di dunia maya. Dengan begitu, orang tua dapat memberikan nasihat dan arahan yang relevan sesuai dengan situasi yang dihadapi anak.
Orang tua juga perlu menetapkan batasan waktu penggunaan gadget agar anak tidak kecanduan dan tetap memiliki keseimbangan antara dunia digital dan aktivitas offline, termasuk waktu untuk beribadah dan berinteraksi langsung dengan keluarga maupun teman.
Lebih dari sekadar pengawasan, pendampingan orang tua harus bersifat aktif dan melibatkan mentoring. Orang tua perlu memantau aktivitas anak di dunia digital, membantu memilih konten yang sesuai usia dan edukatif, serta mendorong anak untuk terlibat dalam kegiatan di dunia nyata seperti olahraga, seni, dan interaksi sosial.
Orang Tua Menjadi Contoh
Hal ini penting untuk perkembangan emosional dan sosial anak agar tidak hanya terpaku pada dunia maya. Tidak kalah penting, orang tua harus menjadi contoh yang baik dalam penggunaan teknologi. Anak-anak cenderung meniru perilaku orang tua, sehingga jika orang tua menggunakan gadget dengan bijaksana dan seimbang, anak juga akan belajar mengendalikan diri dalam menggunakan teknologi.
Secara keseluruhan, peran orang tua sebagai pembimbing dan pelindung di era digital sangat menentukan bagaimana anak-anak dapat tumbuh menjadi generasi yang cerdas, bertanggung jawab, dan mampu menjaga akidah serta karakter di tengah derasnya arus informasi dan teknologi. Pendampingan yang konsisten dan penuh perhatian akan membantu anak menghadapi tantangan dunia digital dengan bijak dan tetap kokoh dalam nilai-nilai keimanan.
Menghadapi tantangan dalam menjaga akidah di tengah dunia digital yang penuh dengan distraksi bukanlah hal yang mudah. Namun, dengan memanfaatkan teknologi secara bijak dan selektif, Gen Z bisa tetap menjaga keimanan tetap kokoh dan relevan di era digital ini. Iman On the Go bukan hanya tentang beradaptasi dengan teknologi, tetapi juga tentang memastikan bahwa akidah tetap menjadi landasan dalam setiap aspek kehidupan, baik di dunia maya maupun dunia nyata.
Dengan menggunakan teknologi sebagai alat untuk memperkuat iman, bukan sebagai penghalang, Gen Z bisa memanfaatkan era scroll ini untuk semakin mendekatkan diri pada Allah, dan menjadikan agama sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan digital mereka. Jatengdaily.com-st