
BANDUNGAN (Jatengdaily.com) — Udara sejuk dataran tinggi Bandungan, Kabupaten Semarang, menjadi saksi kehangatan kebersamaan para anggota Ikatan Keluarga Wartawan Indonesia (IKWI) Jawa Tengah.
Pada Sabtu, 1 November 2025, deretan mobil pribadi dan minibus rombongan ibu-ibu IKWI tiba di kawasan pemancingan Suharno 2 Jimbaran, tempat mereka menggelar rapat rutin sambil bersantap siang bersama.
Namun sebelum memasuki lokasi rapat, ada satu agenda menarik yang tak terlewatkan. Rombongan terlebih dulu menyambangi pasar tradisional Bandungan. Di sanalah keceriaan mencair, lirih tawar-menawar terdengar bersahutan, dan tawa ringan mengiringi kebersamaan mereka saat membeli aneka buah, sayuran, hingga oleh-oleh khas pegunungan.
“Di pasar ini, rasanya semua ibu kembali muda,” seloroh Ummi Munawaroh, Ketua IKWI Jawa Tengah, sambil tertawa kecil ketika menceritakan momen itu kepada salah satu anggota. “Belanja itu kayak terapi, apalagi bareng-bareng begini.”
Setiba di pemancingan, suasana rapat bergulir hangat. Hidangan makan siang sederhana ala desa tersaji, dilengkapi gemericik air kolam dan semilir angin pegunungan. Namun, yang membuat acara terasa kian semarak adalah kejutan door prize dan kuis berhadiah yang dibawakan secara penuh humor oleh para tokoh.
Zainal Abidin Petir, salah satu anggota PWI yang turut memeriahkan sesi tersebut, menjadi pencair suasana lewat pertanyaan uniknya. “Nama saya Zainal Abidin Petir, apa kepanjangan dari Petir?” tanyanya sambil mengarahkan pandangan ke meja ibu-ibu IKWI yang sontak saling pandang kebingungan. Tak ada jawaban tepat yang terlontar, hingga akhirnya ia sendiri yang mengungkap maknanya.
“Petir itu penyambung titipan rakyat,” ujarnya sambil mengedipkan mata, disambut gelak tawa seluruh peserta. Sederhana, namun menyentuh makna peran wartawan sebagai jembatan kepentingan rakyat.
Keseruan lain juga dipicu oleh candaan khas Amir Machmud, yang melontarkan teka-teki seputar rekan kerja. “Siapa anggota PWI yang dipanggil Mayor Tedy?” Begitu ia bertanya, ibu-ibu spontan menyebut satu nama kompak. Sorak sorai pun kembali membahana.
Saat Ahmad Zainal Mutaqien menggiring kuis ke ranah nasional, pertanyaan yang dilontarkannya seketika memicu respon cepat. “Siapa nama Menkomdigi?” tanpa berpikir panjang, para ibu menjawab kompak, “Meutya Hafid!” Sorak kegembiraan pun pecah, menandai kecerdasan dan perhatian para anggota IKWI terhadap isu terkini.
Di antara tawa dan canda, rapat itu tak hanya menghasilkan keputusan organisasi, tetapi juga mempererat ikatan emosional antaranggota. “Kami ini bukan sekadar organisasi pendamping. IKWI ini keluarga besar,” ujar Ummi dengan mata berbinar.
Di tengah dinamika dunia jurnalistik yang penuh tekanan, pertemuan seperti ini menjadi ruang penyembuhan—tempat berbagi cerita, tawa, dan makna. Bandungan hari itu bukan sekadar latar indah bagi sebuah rapat, melainkan juga saksi kebersamaan para perempuan hebat yang setia mendampingi para penjaga kata dan kebenaran.
Dan ketika acara usai, langkah pulang terasa ringan. Bahwa pada akhirnya, bukan hanya buah tangan dan door prize yang mereka bawa pulang, tetapi juga oleh-oleh kebersamaan yang hangat tak ternilai harganya.Sunarto

