KH Ahmad Darodji Rayakan Usia 85 Tahun dengan Sederhana, Rahasia Panjang Umur: “Nguwongke Uwong”

Ketua Umum MUI Jateng Dr KH Ahmad Darodji MSi menyerahkan Buku ‘’Kiai Darodji Nguwongke Uwong’’ karya wartawan Suara Merdeka Agus Fathuddin Yusuf kepada Kepala Kanwil (RCEO) Bank Syariah Indonesia (BSI) Jateng Ficko Hardowiseto di Ballroom Masjid Raya Baiturrahman, Simpanglima Semarang, Minggu malam (31/8).Foto:dok
SEMARANG (Jatengdaily.com) – Di usia yang sudah menginjak 85 tahun, sosok Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Tengah Dr KH Ahmad Darodji MSi tetap tampak bugar dan penuh energi.
Minggu (31/8/2025) lalu, tasyakuran sederhana digelar di Ballroom Masjid Raya Baiturrahman, Semarang. Bukan pesta meriah, melainkan doa bersama, khatmil Qur’an, dan pemotongan tumpeng yang sarat makna.
Acara itu berlangsung dalam suasana keprihatinan, menyusul demonstrasi dan kerusuhan di beberapa daerah. Namun, di tengah kesederhanaan itulah tampak kedekatan seorang kiai dengan jamaahnya.
Hadir sejumlah tokoh dan sahabat, mulai dari Ketua Bidang Pendidikan Masjid Raya Baiturrahman Prof Dr KH Ahmad Rofiq MA, Ketua Takmir Dr Multazam Ahmad, hingga perwakilan Bank Syariah Indonesia (BSI) Jateng Ficko Hardowiseto.
Usai shalat Maghrib berjamaah, doa khatmil Qur’an menggema, dilanjutkan dengan pemotongan tumpeng. Lagu “Mabruk Alfa Mabruk” mengiringi tangan sepuh Kiai Darodji saat menyerahkan potongan tumpeng kepada mubaligh kondang KH Ardja Imroni dan Kepala Kanwil BSI Jateng. Wajahnya teduh, senyumnya ramah, seakan menularkan energi positif kepada hadirin.
Dalam pidato singkatnya, Kiai Darodji mengaku sulit menolak permintaan pengurus Masjid Baiturrahman untuk diadakan tasyakuran.
“Saya hampir-hampir tidak ingat tanggal lahir. Tetapi oleh para pengurus Masjid Baiturrahman dipaksa tasyakuran. Saya tentu sulit menolak, walaupun dalam jam yang sama saya diundang Pak Gubernur di Wisma Perdamaian Tugumuda untuk berdoa bersama,” tuturnya merendah.
Di hadapan hadirin, ia membocorkan “rahasia” panjang umur dan tetap sehat. “Salah satunya seperti iklan rokok, yang penting happy. Happy buat diri sendiri maupun untuk orang. Haditsnya khairunnas anfa’uhum linnas, selalu berusaha bermanfaat bagi orang lain,” ucapnya sambil tertawa kecil.
Ia menegaskan kuncinya sederhana: nguwongke uwong—memanusiakan manusia, membuat orang lain gembira, dan membantu menyelesaikan persoalan mereka.
Sosok Uswatun Hasanah
Prof Dr KH Ahmad Rofiq MA menyebut Kiai Darodji bukan hanya pemimpin umat, tetapi teladan nyata (uswatun hasanah) bagi masyarakat Jawa Tengah. “Di umur 85, energi beliau masih luar biasa untuk berkhidmah bagi umat. Barakallah Pak Kiai Darodji, inspirasi kita semua,” katanya.
Semangat itu terlihat dari jejak panjang pengabdian Kiai Darodji. Sejak menjadi PNS tahun 1966 hingga pensiun 1997, bahkan setelahnya, hampir tak pernah ia lepas dari amanah jabatan.
Dari Direktur Sekolah Persiapan IAIN Sunan Kalijaga, Ketua MUI Jateng, Ketua Baznas, hingga kini memimpin Yayasan Pusat Kajian dan Pengembangan Islam Masjid Raya Baiturrahman.
Dari Kampung ke Mimbar
Perjalanan hidup Kiai Darodji berawal di sebuah gang sempit kawasan Gedongsari, Semarang Timur. Ia lahir pada 31 Agustus 1940 dari pasangan KH Badruddin Honggowongso—keturunan bangsawan Keraton Solo yang memilih menanggalkan gelar Raden—dan Hj Umiyati.
Darodji kecil dikenal cerdas, bahkan saat sekolah dasar ia meloncat kelas dua kali. Pendidikan lanjut ia tempuh di SMP Tjokroaminoto Semarang, lalu ke IAIN Yogyakarta hingga meraih gelar sarjana pada 1965.
Ketekunan belajar itu diwarisi dari ayahnya yang juga seorang ulama visioner, alumni pesantren Tremas Pacitan dan Jamsaren Solo, serta pendiri Madrasah Al-Khoriyah di Semarang. Lingkungan itulah yang membentuk karakter Darodji: sederhana, gigih, dan berorientasi pada kemaslahatan umat.
Inspirasi Panjang Usia
Kini, di usia senjanya, Kiai Darodji tetap setia mendampingi umat bersama istri tercinta, Nyai Hj Musbandiyah. Waktu dan tenaga ia curahkan untuk mengajar, berdakwah, serta membimbing masyarakat. “Buat orang lain gembira, bantu menyelesaikan persoalannya. Itu yang membuat hati saya juga ikut gembira,” ujarnya lirih namun penuh makna.
Kiai Darodji memang tidak merayakan usia dengan pesta besar. Tetapi justru dalam kesederhanaan tasyakuran itu, terpancar pesan kuat: hidup bermakna bukan tentang panjangnya usia, melainkan tentang seberapa besar manfaat yang ditinggalkan untuk orang lain. St