in

Menelusuri Rajutan Permasalahan Perkotaan dan Perdesaan

Oleh: Mohammad Agung Ridlo

KOTA Semarang, sebagai ibu kota Provinsi Jawa Tengah, merupakan salah satu kota metropolitan yang tumbuh pesat di Indonesia.

Namun, di balik geliat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan fisik yang masif, terdapat berbagai permasalahan kompleks yang saling terkait antara wilayah perkotaan, antar kota, hingga perdesaan di sekitarnya.

Permasalahan-permasalahan ini tidak berdiri sendiri, melainkan membentuk sebuah rajutan persoalan yang saling mempengaruhi, baik secara internal maupun eksternal. Oleh karena itu, solusi yang dibutuhkan pun harus bersifat komprehensif, tidak sekadar incremental atau sporadis.

Potret Permasalahan: Kemiskinan, Ketimpangan, dan Urbanisasi
Berdasarkan pengamatan di lapangan dan telaahan pustaka, sejumlah permasalahan utama yang dihadapi Kota Semarang antara lain adalah kemiskinan, pengangguran, keberadaan pengemis, gelandangan, orang terlantar (PGOT), anak jalanan, permukiman kumuh (slums & squatters), aktivitas Pedagang Kaki Lima (PKL), hingga ketimpangan sosial-ekonomi.

Permasalahan ini bukan hanya tantangan tersendiri, tetapi juga menjadi indikator adanya mekanisme dan proses pembangunan yang tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Fenomena urbanisasi yang tinggi ke Kota Semarang, terutama dari wilayah perdesaan di sekitarnya, memperparah permasalahan. Banyak penduduk desa yang bermigrasi ke kota dengan harapan mendapatkan kehidupan yang lebih baik, namun tidak semuanya berhasil. Akibatnya, muncul kantong-kantong kemiskinan baru di perkotaan, sementara desa-desa kehilangan tenaga produktifnya.

Desa dan Kota: Saling Terkait dan Saling Membutuhkan
Selama ini, desa sering dianggap sebagai sumber keterbelakangan dan permasalahan yang berimbas ke perkotaan. Padahal, anggapan ini keliru. Desa dan kota adalah dua entitas yang saling berinteraksi dan saling membutuhkan.

Kota membutuhkan sumber daya alam dan manusia dari desa, sementara desa membutuhkan akses terhadap pasar, teknologi, dan layanan publik yang lebih baik dari kota. Hubungan ini bersifat simbiosis mutualistis.

Permasalahan di kota, seperti kemiskinan dan pengangguran, seringkali berakar pada persoalan di desa, seperti keterbatasan lapangan kerja, rendahnya kualitas pendidikan, dan minimnya infrastruktur. Jika akar masalah di desa tidak diatasi, maka permasalahan di kota pun akan terus bermunculan.

Rajutan Permasalahan yang Kompleks
Permasalahan yang terjadi di Kota Semarang dan wilayah sekitarnya merupakan rajutan persoalan yang saling kait-mengkait. Misalnya, kemiskinan di desa mendorong urbanisasi, yang kemudian menimbulkan masalah kepadatan penduduk, permukiman kumuh, dan pengangguran di kota.

Ketimpangan pembangunan antarwilayah juga memperparah situasi, di mana sebagian wilayah berkembang pesat sementara wilayah lain tertinggal.

Selain itu, permasalahan antar kota juga muncul, seperti persaingan dalam menarik investasi, migrasi tenaga kerja, dan distribusi sumber daya. Jika tidak dikelola dengan baik, hal ini dapat memicu konflik sosial dan memperlebar kesenjangan antar wilayah.

Solusi dan Gagasan Pemecahan Permasalahan
Mengingat kompleksitas dan keterkaitan permasalahan yang ada, solusi yang ditawarkan tidak bisa bersifat parsial atau sektoral. Diperlukan pendekatan yang komprehensif dan terintegrasi, baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan pembangunan.

Berikut beberapa gagasan solusi yang dapat dipertimbangkan.

Pertama, Penguatan pembangunan perdesaan. Pemerintah perlu memperkuat pembangunan di desa, baik dari segi infrastruktur, pendidikan, kesehatan, maupun ekonomi.

Program pemberdayaan masyarakat desa harus ditingkatkan agar desa mampu menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan warganya. Dengan demikian, arus urbanisasi ke kota dapat ditekan.

Kedua, Pengembangan ekonomi kreatif dan UMKM. Kota Semarang dapat mendorong pengembangan ekonomi kreatif dan UMKM, baik di kota maupun desa.

Hal ini akan menciptakan lapangan kerja baru dan mengurangi pengangguran. Dukungan permodalan, pelatihan, dan akses pasar harus diberikan secara merata.
Ketiga, Revitalisasi permukiman kumuh. Penanganan permukiman kumuh harus dilakukan secara terpadu, melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, swasta, dan masyarakat.

Program bedah kampung, penyediaan rumah layak huni, serta peningkatan akses air bersih dan sanitasi perlu diprioritaskan.
Keempat, Kolaborasi antar wilayah.

Pemerintah daerah perlu memperkuat kerjasama antar kota dan desa dalam perencanaan pembangunan. Sinergi antar wilayah akan mempercepat pemerataan pembangunan dan mengurangi ketimpangan.

Kelima, Peningkatan kualitas pendidikan dan ketrampilan. Investasi di bidang pendidikan dan pelatihan keterampilan sangat penting untuk meningkatkan daya saing tenaga kerja, baik di kota maupun desa. Pendidikan vokasi yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja harus diperbanyak.

Kesimpulan
Permasalahan perkotaan, antar kota, dan perdesaan di Kota Semarang dan sekitarnya merupakan tantangan besar yang membutuhkan solusi komprehensif dan terintegrasi. Desa dan kota adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, saling mempengaruhi dan saling membutuhkan.

Oleh karena itu, upaya memecahkan masalah di kota harus disertai dengan penyelesaian akar masalah di desa. Semoga gagasan dan solusi yang ditawarkan dapat menjadi masukan berharga bagi pemerintah daerah dan para pengambil kebijakan dalam merumuskan arah pembangunan yang lebih baik di masa depan.

Jika salah mengambil keputusan, maka yang akan menanggung akibatnya adalah masyarakat, bangsa, dan negara ini sendiri.

Dr. Ir. Mohammad Agung Ridlo, M.T.
Ketua Program Pascasarjana S2 Magister Perencanaan Wilayah dan Kota (Planologi) Fakultas Teknik UNISSULA Semarang.
Sekretaris I Bidang Penataan Kota, Pemberdayaan Masyarakat Urban, Pengembangan Potensi Daerah, dan Pemanfaatan SDA, ICMI Orwil Jawa Tengah.
Sekretaris Umum Satupena Jawa Tengah.Jatengdaily.com

What do you think?

Written by Jatengdaily.com

Satupena Semarang Didorong menjadi Penggerak Literasi

Dewan Mahasiswa Fakultas Psikologi Gelar Training Legislatif dan Gathering