JAKARTA (Jatengdaily.com)- Pembuatan regulasi perlindungan anak di ruang digital di Indonesia tidak hanya menjadi keinginan pemerintah, tetapi juga merupakan respons terhadap aspirasi masyarakat yang menginginkan ruang digital yang lebih aman dan nyaman bagi anak-anak dan generasi muda.
Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid dalam acara Safer Internet Day yang digelar di Jakarta, pada Rabu (26/2/2025) dilansir dari laman Infopublik.
Menurut Meutya, regulasi yang sedang disusun itu berupa Peraturan Pemerintah (PP), yang didasarkan pada data dari UNICEF pada 2023 yang mengungkapkan bahwa satu dari tiga pengguna internet di dunia adalah anak-anak.
Selain itu, data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada 2024 mencatat bahwa sekitar 40 persen anak usia 5-12 tahun di Indonesia telah mengakses internet, sementara Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat bahwa rata-rata anak menghabiskan waktu hingga empat sampai enam jam per hari untuk aktivitas daring.
“Sayangnya, sebagian besar waktu tersebut dihabiskan untuk konten hiburan atau permainan. Bahkan, laporan ECPAT Indonesia dan Komnas Perlindungan Anak 2023 mencatat lebih dari 15 ribu anak menjadi korban eksploitasi seksual daring, sementara 440 ribu anak usia 10-20 tahun terjerat judi online,” ujar Meutya Hafid.
Menkomdigi menjelaskan bahwa pemerintah, melalui Kementerian Komunikasi dan Digital, sedang menyusun rancangan peraturan terkait tata kelola perlindungan anak di ruang digital, yang akan mengatur pembatasan kepemilikan akun pada platform digital bagi anak-anak.
“Regulasi ini tidak dimaksudkan untuk membatasi anak-anak dalam mengakses informasi, tetapi lebih pada perlindungan dan memastikan bahwa mereka tidak terpapar konten berisiko. Pembatasan ini akan disesuaikan dengan klasifikasi umur dan tingkat risiko dari fitur-fitur yang ada di platform tersebut,” jelasnya.
Meutya menegaskan bahwa penyelenggara platform tidak perlu khawatir jika situs atau platform mereka aman dan sesuai dengan ketentuan. Mereka seharusnya mendukung langkah pemerintah ini demi keselamatan anak-anak di dunia maya.
Literasi Digital di Sekolah dan Keluarga
Selain itu, Meutya Hafid mengajak para guru untuk memasukkan literasi digital sebagai bagian dari proses belajar-mengajar. Menurutnya, meskipun regulasi sudah ada, hal itu tidak akan cukup tanpa pemahaman yang baik dari anak-anak dan orang-orang terdekat mereka, seperti orang tua dan guru.
“Peraturan itu penting, namun literasi digital yang baik akan membuat anak-anak lebih bijak dalam menggunakan teknologi. Kami mendorong orang tua dan guru untuk berperan aktif dalam mendidik anak-anak menjadi warga digital yang bijak, bukan hanya sebagai pengguna teknologi, tetapi juga sebagai pelindung diri di dunia maya,” tegas Meutya.
Menurutnya, ada banyak aplikasi yang bisa digunakan untuk memantau aktivitas anak-anak di internet tanpa mengganggu privasi mereka secara berlebihan. Ini bertujuan agar orang tua dan guru dapat memberikan pengawasan yang proporsional, demi keselamatan dan kesejahteraan anak-anak.
“Sekolah bukan hanya tempat untuk belajar membaca dan berhitung, tetapi juga menjadi tempat untuk mengajarkan anak-anak menjadi warga digital yang bijak dan bertanggung jawab,” pungkas Menkomdigi. she