
SOLO (Jatengdaily.com) – Suasana malam di Taman Balekambang, Kota Solo, Sabtu (4/10/2025), mendadak pecah oleh gelak tawa. Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi yang baru saja tiba di lokasi acara, berhenti sejenak di depan panggung. Tatapannya tertuju pada tulisan besar di backdrop: Malam Silaturasa PWI Bersatu “Sakinah, Mawaddah, Warahmah.”
Dengan wajah sumringah, ia menoleh ke kiri-kanan, menatap Ketua PWI Pusat Akhmad Munir dan para pengurus baru yang berdiri di sisinya. Lalu, dengan logat khas Jawa yang kental, ia berceletuk, “Iki koyo wong kawinan!” — membuat suasana langsung mencair.
Tawa pun meledak. Bukan hanya dari para tamu, tapi juga dari para wartawan dan pengurus PWI yang hadir. Di antara tenda-tenda putih dan lampu-lampu taman yang berpendar lembut, malam itu tak terasa seperti acara resmi. Lebih mirip hajatan keluarga besar — penuh canda, kehangatan, dan aroma tengkleng yang menggoda dari pojok kuliner.
Tema “Sakinah, Mawaddah, Warahmah” memang menjadi pusat perhatian malam itu. Kata-kata yang biasa hadir di undangan pernikahan, tiba-tiba menghiasi panggung organisasi wartawan tertua di Indonesia.
“Lucu tapi bagus,” komentar Marah Sakti Siregar, salah satu pengurus PWI Pusat, sambil tersenyum lebar. “Temanya tidak kaku, di luar kebiasaan. Begitu datang, kita langsung merasa senang.”
Dan benar saja, rasa itu meresap ke seluruh penjuru taman. PWI Surakarta dan Pemkot Surakarta menyiapkan jamuan penuh cita rasa lokal — tengkleng, nasi liwet, wedangan hangat, hingga jajanan pasar yang merakyat. Di setiap meja, obrolan mengalir ringan, seperti teman lama yang lama tak bersua.
Di tengah suasana yang akrab itu, Gubernur Ahmad Luthfi tak lupa menegaskan makna penting di balik kebersamaan malam itu.
“Pers adalah salah satu pilar demokrasi,” ujarnya. “Kebebasan pers adalah hak konstitusional. Karena itu, kolaborasi antara pemerintah dan insan pers sangat penting. Pers punya peran menjembatani pemerintah dan masyarakat.”
Sambil mengangkat gelas tehnya, ia menyampaikan selamat kepada pengurus baru PWI Pusat periode 2025–2030. “Semoga amanah ini dijalankan dengan baik,” ucapnya hangat.
Napak Tilas dan Semangat Persatuan
Ketua PWI Pusat Akhmad Munir menuturkan, Solo bukan sekadar tempat singgah — melainkan tempat lahirnya sejarah.
“PWI lahir di kota ini. Karena itu, pengukuhan di Monumen Pers Nasional menjadi napak tilas bagi semangat perjuangan dan persatuan,” katanya. “Apalagi, dua tahun terakhir, PWI sempat terbelah. Kini saatnya kita bersatu lagi.”
Malam Silaturasa, lanjut Munir, adalah simbol dari semangat itu. Bahwa persatuan bukan hanya dibangun lewat rapat dan pernyataan, tapi juga lewat tawa, doa, dan rasa kebersamaan.
Rasa yang Menyatukan
Ketua PWI Surakarta, Anas Syahirul — atau akrab disapa Gus Anas — tak bisa menyembunyikan kebanggaannya.
“Malam ini adalah ikhtiar memperkuat persaudaraan di antara kita,” ujarnya. “Sakinah berarti ketenangan, Mawaddah berarti cinta kasih, dan Rahmah adalah kelembutan dan empati. Nilai-nilai itu yang harus menuntun PWI dalam lima tahun ke depan.”
Benar saja, malam itu menjadi saksi betapa “Silaturasa” bukan sekadar nama acara. Ia menjelma menjadi pengalaman batin: antara aroma teh hangat, lagu-lagu lembut, dan tawa yang memecah udara Solo yang sejuk.
Wali Kota Surakarta Respati Ardi dan Wakil Wali Kota Astrid Widayani turut hadir, bahkan Astrid ikut menghibur hadirin dengan dua lagu bersama band lokal Altara dan Mandom. Semua terasa ringan, guyub, penuh makna.
Penutup: Dari Solo, Untuk Persatuan
Malam kian larut, tapi tak seorang pun ingin buru-buru pulang. Di bawah langit Kota Bengawan, pengurus PWI dari seluruh Indonesia saling bertegur sapa, berfoto, dan berbagi cerita.
Silaturasa malam itu mungkin dimulai dengan tawa karena tema “seperti pernikahan”, tapi berakhir dengan doa yang dalam — agar PWI benar-benar Sakinah, Mawaddah, Warahmah.
Dari Solo, semangat baru itu menyala. Sebuah pernikahan rasa antara persatuan dan perjuangan — demi PWI yang utuh, damai, dan penuh cinta. St
0