SEMARANG (Jatengdaily.com) – Di sebuah balai kelurahan yang sederhana di Bangetayu Wetan, Kecamatan Genuk, wajah-wajah penuh harap berkumpul. Sebagian rambut mereka mulai memutih, langkahnya tak lagi secepat dulu. Namun semangat mereka tetap menyala. Hari itu, ada harapan baru untuk tubuh yang lebih bugar dan kehidupan yang lebih berkualitas.
Tim Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Semarang (PkM USM) datang membawa misi penting: mengajak warga mengenal dan melawan sarkopenia — kondisi berkurangnya massa dan kekuatan otot yang kerap datang diam-diam sejak usia 40 tahun.
“Banyak warga tidak menyadari bahwa nyeri lutut, punggung, rasa cepat lelah, pegal-pegal, hingga sendi kaku bisa jadi akibat berkurangnya massa otot,” jelas Metta Christiana, S.Pd., M.Kes, Ketua Tim PkM USM. Bersama anggota tim — Ahmad Muhaimin, S.Pd., M.Pd, Wahyu Puspitasari, SE., MM, dan Shinta Eka Kartika, SE., M.Si., Akt — ia memberikan penjelasan yang dibalut empati, seakan memahami betul pergulatan fisik yang dirasakan para peserta.

Data kelurahan menunjukkan, di Bangetayu Wetan ada 5.694 warga berusia di atas 40 tahun. Banyak di antaranya sudah akrab dengan keluhan seperti tensi tinggi, gula darah tak stabil, nyeri sendi, hingga kegemukan. Namun, tak sedikit yang baru hari itu tahu bahwa sarkopenia bisa menjadi akar masalahnya.
Metta menegaskan, salah satu cara efektif mencegah dan mengatasinya adalah latihan beban secara teratur. “Latihan beban bukan hanya untuk anak muda atau atlet, tapi juga penting bagi mereka yang ingin tetap mandiri dan kuat di usia senja,” ujarnya.
Suasana pelatihan tak hanya diwarnai teori, tetapi juga praktik sederhana yang bisa dilakukan di rumah. Warga tampak antusias mencoba, saling menyemangati, bahkan bercanda di sela-sela latihan.
Bagi warga, kegiatan ini bukan sekadar menambah pengetahuan, tetapi juga memberi dorongan untuk memulai kebiasaan sehat. Bagi Universitas Semarang, ini adalah bentuk nyata kepedulian pada masyarakat. “Kami ingin warga tahu bahwa kesehatan adalah investasi jangka panjang, dan menjaga otot berarti menjaga kualitas hidup,” kata Metta.
Di akhir kegiatan, tawa ringan dan obrolan hangat mengiringi langkah pulang para peserta. Ada yang sambil memijat lutut, ada pula yang sudah berencana mengajak tetangga berlatih bersama. Hari itu, di Bangetayu Wetan, secercah kesadaran baru mulai tumbuh: usia boleh bertambah, tapi kekuatan tubuh bisa tetap dijaga. St