SEMARANG (Jatengdaily.com)– Pasca keputusan Presiden Prabowo yang memberi amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong, muncul tanggapan beragam.
Awalnya mereka dinyatakan oleh KPK bersalah. Tom Lembong diduga terkait kasus impor gula. Sedangkan Hasto yang pernah menjabat sebagai Sekjen PDIP terdakwa dalam kasus suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 Harun Masiku.
Menyikapi keputusan Presiden Prabowo yang memberikan amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada Tom Lembong dan keduanya kini bebas, Rektor Unissula mengatakan, langkah presiden adalah tepat.

”Saya menyampaikan pernyataan ini sebagai bagian dari tanggung jawab moral dan intelektual, untuk menegaskan dukungan terhadap langkah konstitusional Presiden Republik Indonesia yang telah memberikan amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada Tom Lembong, saya ingin menekankan dukungan penuh saya terhadap keputusan ini, yang saya yakini diambil berdasarkan pertimbangan hukum yang matang dan demi tercapainya tujuan hukum yang lebih besar,” jelas Rektor Unissula Prof Dr Gunarto SH MH, Selasa (5/8/2025) kepada wartawan di kampus Unissula, Jalan Kaligawe Semarang.
Adapun dasar hukumnya menurut Prof Gunarto, berlandaskan pada Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi.
Kewenangan ini merupakan hak prerogatif Presiden yang harus dijalankan secara bijaksana dan bertanggung jawab. Tujuan utamanya adalah untuk mewujudkan keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan hukum bagi masyarakat luas.
Langkah ini bukan hanya sah secara hukum, tetapi juga sangat tepat dilihat dari sudut tujuan hukum yang terdiri atas keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan.
Abolisi untuk Tom Lembong menurutnya, adalah koreksi atas ketidakadilan substantif.
Pasalnya Tom Lembong dalam kapasitasnya sebagai Menteri Perdagangan tahun 2015-2016, telah mengambil kebijakan penerbitan izin impor dengan itikad baik demi menjaga pasokan dan harga pangan. Meski proses administratifnya dianggap tidak sempurna, fakta pengadilan menyatakan tidak terdapat niat jahat maupun keuntungan pribadi yang diperoleh.
”Pemberian abolisi oleh Presiden, berdasarkan Pasal 14 ayat (2) UUD 1945, merupakan koreksi terhadap proses hukum yang cenderung memidana kebijakan publik yang sah. Ini penting agar pejabat negara tidak takut menjalankan tugasnya secara progresif, selama dilakukan untuk kepentingan rakyat dan tanpa motif pribadi,” jelasnya didampingi Wakil Rektor I Dr Andre Sugiyono ST MM PhD, Wakil Rektor II Dr Dedi Rusdi SE MSi Akt CA, dan Wakil Rektor III Muhammad Qomaruddin ST MSc PhD serta Dekan Fakultas Hukum Prof Dr Jawade Hafidz.
Sedangkan amnesti untuk Hasto Kristiyanto merupakan bentuk penghentian pidana terhadap tokoh politik yang diyakini menjalani proses hukum dalam situasi yang penuh dinamika politis.
”Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, amnesti adalah instrumen konstitusional yang telah digunakan untuk rekonsiliasi nasional, pemulihan demokrasi, dan penghormatan terhadap hak-hak politik warga negara. Dalam kasus Hasto Kristiyanto, pertimbangan pemberian amnesti hanus dibaca dalam kerangka perlindungan hak asasi manusia, kebebasan berpendapat, dan penghormatan terhadap proses demokrasi yang sehat,” jelasnya.
”Kami meyakini bahwa langkah Presiden ini tidak hanya berlandaskan aturan hukum positif, tetapi juga mencerminkan keadilan, kepastian hukum, kemanfaatan hukum dan bagian dari pematangan sistem hukum demokrasi,” jelasnya/ she
Langkah ini juga mencegah kriminalisasi kebijakan publik, terutama terhadap pejabat yang menjalankan fungsi pemerintahan dengan itikad baik. Menjaga agar para pemimpin dan pengambil kebijakan tidak dihantui rasa takut atau tekanan politik, yang justru dapat melumpuhkan keberanian untuk membuat keputusan strategis demi rakyat. she