SEMARANG (Jatengdaily.com) – Di balik tugas mulia seorang perawat, tersimpan berbagai risiko yang kerap luput dari perhatian publik — salah satunya adalah ancaman sengketa hukum dalam praktik keperawatan. Hal inilah yang mendorong Yohana Kristiyaning Rahayu untuk mengangkat persoalan tersebut dalam disertasinya dan akhirnya meraih gelar Doktor Ilmu Hukum dari Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Semarang.
Dalam ujian terbuka promosi doktor yang digelar belum lama ini, Yohana memaparkan hasil penelitian bertajuk “Perlindungan Hukum Terhadap Perawat Dalam Sengketa Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit.” Ia menyampaikan kegelisahannya atas minimnya perlindungan hukum terhadap profesi perawat, padahal peran mereka sangat vital dalam sistem pelayanan kesehatan.
“Perawat seringkali menjadi pihak yang rentan ketika terjadi sengketa, meski mereka telah menjalankan tugas sesuai dengan Standar Prosedur Operasional dan instruksi medis,” ujar Yohana.

Sidang tersebut dipimpin oleh Prof. Dr. Edy Lisdiyono, SH, MHum dengan Prof. Dr. Sigit Irianto, SH, MHum sebagai Sekretaris Sidang. Hadir sebagai penguji eksternal Prof. Dr. Basuki Rekso Wibowo, SH, MS, serta tim promotor yang terdiri dari Prof. Dr. Retno Mawarini Sukmariningsih, SH, MHum, Prof. Dr. Anggraeni Endah K., SH, MHum, dan Dr. Mashari, SH, MHum.
Melalui disertasinya, Yohana menyoroti dua faktor utama penyebab lemahnya perlindungan hukum terhadap perawat. Pertama adalah faktor internal, yaitu masih rendahnya pemahaman hukum di kalangan perawat sendiri, terutama terkait UU No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan. Kedua adalah faktor eksternal, seperti belum optimalnya perlindungan hukum dari institusi dan negara, meskipun perawat telah menjalankan tugas secara profesional.
Ia menegaskan bahwa perlindungan hukum bagi perawat seharusnya tidak berhenti di atas kertas. “UU Keperawatan memang mengatur bahwa perawat yang bekerja sesuai standar berhak mendapat perlindungan hukum. Namun dalam praktiknya, ini belum sepenuhnya diterapkan secara konsisten,” ungkap Yohana.
Lebih lanjut, Yohana menguraikan bahwa perlindungan hukum seharusnya dilakukan melalui pendekatan preventif dan represif. Preventif dilakukan dengan memperkuat pemahaman hukum dan memperjelas standar profesi, sementara represif berarti adanya pendampingan dan perlindungan hukum konkret saat perawat menghadapi persoalan hukum.
Disertasi ini bukan hanya hasil riset akademik, tetapi juga cerminan empati dan kepedulian Yohana terhadap profesi yang setiap hari berjibaku menyelamatkan nyawa.
Atas keberhasilannya, Yohana Kristiyaning Rahayu dinyatakan lulus dengan predikat sangat memuaskan, meraih IPK 3,93, dan menjadi doktor ke-154 yang dilahirkan oleh Program Studi Hukum Program Doktor (PSHPD) Fakultas Hukum Untag Semarang. Ia menyelesaikan studi doktoralnya dalam waktu 4 tahun, 11 bulan, dan 11 hari — perjalanan panjang yang ia tempuh dengan dedikasi dan semangat.
Kisah Yohana adalah pengingat bahwa hukum bukan hanya milik para pengacara di ruang sidang, tapi juga milik mereka yang bekerja dalam diam: perawat-perawat yang menjaga kita dengan ketulusan, dan kini, harapannya, juga dengan perlindungan yang layak. St
0



