UMKM di Tengah Wabah Corona

Oleh Gunoto Saparie
Wabah virus corona turut menekan dunia usaha, termasuk di sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Para pelaku usaha ini mengaku kondisi sekarang lebih sulit dibandingkan krisis ekonomi 1998 dan krisis keuangan global 2008. Padahal UMKM menjadi sektor penyelamat ekonomi domestik saat krisis terjadi di 1998.
UMKM yang paling terdampak dari penyebaran virus corona ini antara lain fesyen, kerajinan tangan, jasa transportasi daring, sampai kuliner. Permasalah utama saat ini adalah sulitnya penyerapan produk UMKM. Apalagi pemerintah melakukan imbauan untuk karantina diri atau jaga jarak sosial (social distancing).
Bahkan Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) menerima laporan 949 pelaku koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang terdampak wabah virus corona. Para pelaku UMKM mengeluhkan berbagai hal akibat dampak wabah virus corona.
Mereka mengeluh karena penjualan menurun. Sebanyak 774 koperasi dan UMKM atau setara dengan 68 persen, mengeluh penjualannya menurun akibat dampak wabah virus corona. Penurunan penjualan dirasakan di DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Bengkulu, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Selatan.
Mereka juga mengeluh tentang kesulitan bahan baku. Sebanyak 63 koperasi dan UMKM atau 6 persen, menyatakan mengalami kesulitan bahan baku. Hal itu terjadi di Banten, DKI Jakarta, DIY, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.
Bahkan banyak pula yang mengeluh soal distribusi yang terhambat. Sebanyak 111 koperasi dan UMKM atau setara dengan 10 persen menyatakan mengalami distribusi yang terhambat. Hal ini terjadi di Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Timut, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, DKI Jakarta, Riau, Sulawesi Utara, dan Banten.
Sedangkan masalah klasik yang sering menjadi keluhan mereka adalah kesulitan permodalan. Sebanyak 141 koperasi dan UMKM atau setara dengan 12 persen, menyatakan mengalami masalah permodalan. Hal ini terjadi di Banten, DKI Jakarta, Jateng, Jatim, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Bali, Jambi, Jawa Barat, Yogyakarta, Bali, dan Kepulauan Riau.
Produksi terhambat pun menjadi keluhan mereka. Sebanyak 42 koperasi dan UMKM atau setara dengan 4 persen, menyatakan mengalami produksi yang terhambat. Hal ini terjadi di Banten, Jabar, Jateng, Jatim, Yogyakarta, Bengkulu, Kepulauan Riau, dan DKIJakarta.
Keberlanjutan UMKM sesungguhnya menjadi prioritas penting yang perlu diselamatkan di tengah pandemi virus corona. Peran UMKM di tengah krisis atau wabah untuk tetap menjaga bergeraknya sektor riil di tanah air menjadi sangat penting. Presiden Joko Widodo sendiri telah meminta semua jajaran pemerintah melakukan relokasi anggaran dan refocusing kebijakan guna memberi insentif ekonomi bagi pelaku UMKM dan informal, sehingga tetap dapat berproduksi dan beraktivitas juga tidak melakukan pemutusan hubungan kerja.
Dewasa ini penggunaan teknologi akan menjadi solusi terbaik untuk membantu roda perekonomian UKM tetap berjalan. Selain bantuan modal, pemasaran melalui mediasosial dan automasi pembukuan akan memudahkan UKM untuk menyusun strategi yang sekiranya tepat guna kelangsungan usaha saat ini dan ke depannya.
UMKM perlu memanfaatkan media sosial sebagai channel utama pemasaran. Di tengah imbauan menjaga social distancing, media sosial dapat menjadi salah satu cara dalam mempromosikan produk atau usaha. Banyak UKM di Indonesia yang saling bantu usaha satu sama lain saat ini, mulai dengan aktif menceritakan produk atau usaha, memberikan promo, hingga minta bantuan teman untuk promosikan usaha.
Selain itu, pastikan cashflow terjaga dengan sehat. Arus kas menjadi unsur paling penting dalam bisnis sehingga pemilik usaha harus mampu mengelola uang tunai secara optimal.
Saat ini, pemilik usaha ada yang menjadi terhambat dalam melakukan penagihan dan pembayaran kepada mitra karena biasa dilakukan manual tatap muka. Kita pun perlu merencanakan ulang pendapatan dan pangkas anggaran biaya. Melihat kembali rencana anggaran biaya menjadi hal yang krusial di masa ini. Pemilik usaha harus dapat memilah pos anggaran mana yang menjadi prioritas dan melakukan penyesuaian budget dengan kondisi saat ini.
Selain itu, kita perlu memperhatikan kondisi stok barang. Cek status persediaan barang secara berkala dan real time. Menggunakan fitur Inventory Jurnal, pemilik usaha tidak hanya menghitung persediaan barang, tetapi juga mengetahui harga jual beli rata-rata, dan menginformasikan ketersediaan stok saat itu juga.
Kita tahu, pada sepuluh tahun terakhir perkembangan UMKM di Indonesia mencapai 99,9 persen dari total unit usaha di Indonesia. Jumlah UMKM yang tersebar di Indonesia sebanyak 62,9 juta unit meliputi perdagangan, pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan, pertambangan, pengolahan, bangunan, komunikasi, hotel, restoran dan jasa- jasa.
Memang, kebijakan yang diberikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang memberikan kelonggaran/relaksasi kredit UMKM) cukup membantu. Kelonggaran kredit itu diberikan untuk nilai di bawah Rp10 miliar, baik kredit atau pembiayaan yang diberikan bank maupun industri keuangan nonbank kepada debitur perbankan. Debitur akan diberikan penundaan pembayaran kredit sampai dengan satu tahun dan penurunan bunga.
Namun, sampai kapan para pelaku UMKM bisa bertahan di tengah wabah virus corona? Sebuah pertanyaan yang membuat kita tertegun.
*Gunoto Saparie adalah Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jawa Tengah. Jatengdaily.com-st