Oleh: Ir Laeli Sugiyono MSi
Statistisi Ahli Madya
pada BPS Provinsi Jawa Tengah
DISKUSI tentang outlook (prospek, proyeksi, harapan dan kegiatan) Perekonomian Indonesia tahun 2021 telah dilakukan oleh lembaga internasional dan domestik. Dari hasil outlook beberapa lembaga tersebut menunjukkan ada harapan yang membaik (optimisme) terhadap perekonomian Indonesia pada tahun 2021. Bagamana dengan outlook perekonomian Jawa Tengah tahun 2021 menjadi topik dalam gagasan utama dalam artikel ini.
Harus diakui bahwa kondisi perekonomian Jawa Tengah tahun 2021 masih dipengaruhi kondisi perekonomian tahun 2020 yang terdampak Pandemi COVID-19. Seperti diketahui dampak dari pandemi telah menyebabkan perekonomian Jawa Tengah pada tahun 2020 mengalami resesi. Hal tersebut didasarkan bahwa perekonomian Jawa Tengah tyang mengalami pertumbuhan negatif selama dua triwulan berturur-turut.
Dalam Triwulan III tahun 2020, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah terkontraksi sebesar 5,32% atau minus 5,32% (year on year/yoy). Sebelumnya dalam periode triwulan II tahun 2020 mengalami minus 5,94% (yoy) . Pertumbuhan negatif ekonomi Jawa Tengah selama triwulan II dan III tahun 2020 juga lebih dalam dari rerata nasional.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah telah melakukan revisi total terkait kondisi pertumbuhan ekonominya. Salah satu cara yang akan digenjot adalah sektor investasi. “Semua yang punya potensi investasi akan kami bantu dan dorong terus. Apalagi, investasi yang bisa menyedot tenaga kerja lebih banyak,” ujar Ganjar Pranowo. (https://nasional.sindonews.com).
Harapan ekonomi Jawa Tengah yang diproyeksikan akan membaik pada tahun 2021 bukannya tanpa alasan. Beberapa alasan termaksud antara lain adalah ditemukan dan diterapkan vaksin COVID-19, penerapan Undang-Undang Cipta Kerja (dan aturan pelaksanaannya) dan berbagai program pemulihan atau stimulus ekonomi yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) seta revisi total terkait pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah oleh Pemprov Jateng.
Konsumsi dan Investasi
Dengan ditemukan dan diterapkan vaksinasi COVID-19 akan menimbulkan kepercayaan dan rasa aman pada masyarakat termasuk pelaku usaha. Kondisi tersebut akan menjadikan masyarakat lebih berani beraktivitas di luar rumah meskipun tetap menerapkan protokol kesehatan (3M). Peningkatan konsumsi tersebut diharapkan dari kalangan menegah ke atas (middle 40% dan top 20% dari piramida pendapatan penduduk).
Kegiatan di luar rumah tersebut, termasuk aktivitas berwisata dan MICE (Meeting, Incentive, Covnetion, and Exhibition), akan mendorong meningkatnya konsumsi oleh masyarakat. Ini diharapkan terjadi dorongan konsumsi terhadap perkonomian (consumption driven atau consumption led growth).
Untuk diketahui, selama ini faktor konsumsi masyarakat atau rumah tangga menjadi faktor utama pengungkit perekonomian khususnya pertumbuhan ekonomi. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah, kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Tengah dalam lima tahun terakhir rata-rata mencapai 56,2%.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu, mengatakan, dengan segala upaya dan kebijakan yang telah dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, maka diharapkan pertumbuhan ekonomi tahun depan tidak akan terlalu dalam negatifnya.
Bank Indonesia memprediksi pada tahun 2021 nanti pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah bisa mencapai 5,2 persen. Kepala Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah Soekowardojo mengatakan, pada tahun 2021 ekonomi Jateng diprediksi akan membaik dibandingkan 2020 yang pertumbuhan ekonomi diprediksi hanya 2,4 persen saja.
Proyeksi Bank Indonesia pada tahun 2021 sebesar 5,2 persen didasarkan pada pencapaian pertumbuhan ekonomi Jateng pada 2019 yang rata-rata 5,44 persen. Dengan rincian pencapaian pertumbuhan ekonomi Jateng selama tiga triwulan pada 2019 terus meningkat, mulai dari 5,15 persen hingga 5,66 persen di triwulan keempat.
Sebagai contoh, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah sepanjang 2018 sebesar 5,32%, jika dicermati pengeluaran konsumsi rumah tangga (PKRT) masih menopang sebagian besar pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah. Dari 5,32 persen pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah, PKRT menyumbang 2,79 persen. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi dengan porsi 2,27%. dan Komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (PKP) sebesar 0,20 persen.
Sementara sumber pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah dari komponen lainnya hanya sebesar 0,06 persen. Kemudian, net-ekspor tercatat minus 0,99%, kondisi tersebut dikarenakan laju pertumbuhan impor yang lebih tinggi dari ekspor.
Dengan meningkatnya konsumsi masyarakat tersebut maka dimungkinkan dunia usaha akan meningkatkan kapasitas usahanya. Terkait dengan peningkatan kapasitas tersebut dipastikan disertai dengan peningkatan investasi. Pada gilirannya investasi yang meningkat akan disertai dengan penciptaan lapangan kerja baru dan permintaan terhadap produk-produk sebagai input atau faktor produksi, ceteris paribus. Kondisi tersebut akan mendorong pertumbuhan ekonomi (investment led growth).
Meningkatnya investasi pada 2021 juga dapat didorong oleh faktor diterapkan UU Cipta Kerja (dan aturan pelaksanaannya). Dengan penerapan regulasi tersebut maka beban dunia usaha berkurang dan kepercayaan mereka untuk berinvestasi akan tumbuh kembali. Hal ini terkait bahwa UU Cipta Kerja akan memberikan iklim usaha yang semakin membaik atau kondusif. Meningkatnya iklim investasi dapat mendorong produkvitas yang selanjutnya dapat meningkatkan investasi.
Peningkatan investasi tersebut akan menciptakan lapangan kerja baru dan bahkan akselreasi penerapan ekonomi digital khususnya industri 4.0.
Stimulus Ekonomi
Peningkatan konsumsi masyarakat dan investasi tersebut diharapkan dapat mempercepat pemulihan ekonomi pada tahun 2021. Faktor lain yang diharapkan dapat mempercepat pemulihan ekonomi adalah program stimulus ekonomi yang diterapkan oleh Pemerintah, BI, dan OJK.
Dalam RAPBN 2021 Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), sebagai kelanjutan program PEN 2020, akan dialokasikan anggaran sebesar Rp356,4 triliun. Anggaran tersebut akan dialokasikan untuk Perlindungan Sosial (Rp110,2 triliun), Insentif Usaha (Rp20,4 triliun), Pembiayaan Korporasi (Rp14,9 triliun), Sektoral Kementerian/Lembaga dan Pemda (Rp 136,7 triliun), UMKM (Rp48, 8 triliun) dan Kesehatan (Rp25,4 triliun).
Besaran anggaran program PEN tersebut jika dapat direalisasikan dengan optimal maka dapat menjadi faktor yang mendorong percepatan pemulihan ekonomi. Realisasi anggran tersebut dapat digunakan untuk konsumsi maupun investasi bagi semua pihak yang menerima program tersebut. Penulis optimistis realisasi program PEN tahun mendatang semakin baik karena pelaksana atau eksekutor program tersebut telah mempunyai pengalaman pada 2020 ini.
Di samping stimulus fiskal, melalui Program PEN, yang dilakukan oleh pemerintah juga terdapat stimulus ekonomi yang lain yaitu pelonggaran moneter (monetary easing) oleh BI (Sri Susilo, 2020). Terkait pelonggaran moneter tersebut salah satu instrumen yang dterapkan adalah suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRRR).
Penulis optimistis pada tahun mendatang BI akan secara bertahap menurunkan suku bunga acuan tersebut. Dengan penurunan tersebut maka diharapkan akan diikuti suku bunga perbankan sehingga dapat mendorong permintasan kredit untuk konsumsi dan investasi.
Hal lain yang dapat dilakukan oleh BI untuk mendukung pemulihan ekonomi adalah membeli Surat Berharga Negara (SBN) yang diterbitkan pemerintah untuk membiayai defisit anggaran, khususnya anggran pemulihan ekonomi.
Dengan berbagai argumentasi tersebut (vaksin Covid-19, UU Cipta Kerja dan Program PEN) maka harapan untuk semakin membaiknya Perekonomian Indonesia tahun 2020 adalah hal yang realistis. Optimisme di kalangan masyarakat dan dunia usaha perlu dibangkitkan. Di sisi lain pemerintah harus mengoptimalkan realisasi berbagai Program PEN yang telah dan akan dilakukan. Dengan kondisi tersebut maka proses pemulihan ekonomi pada 2021 diharapkan lebih cepat dan sesuai harapan semua masyarakat, pelaku usaha dan pemerintah.
Rebound
Pemerintah berharap kinerja ekonomi di tahun 2021 akan mengalami rebound dengan proyeksi pertumbuhan sekitar 4,5% sampai 5,5%. Meskipun di tahun 2020 ini diperkirakan pertumbuhan ekonomi akan turun lebih dalam.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu, mengatakan, dengan segala upaya dan kebijakan yang telah dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, maka diharapkan pertumbuhan ekonomi tahun depan tidak akan terlalu dalam negatifnya.
Optimisme tersebut didorong oleh beberapa faktor utama yakni pemerintah telah melakukan respons yang sangat antisipatif.
Hal ini tercermin dari outlook 2020 yang menunjukan komponen Produk Domestik Bruto (PDB) seperti ekspor, impor, konsumsi rumah tangga dan sebagainya seluruhnya negatif atau terkontraksi terkecuali konsumsi pemerintah yang tumbuh positif.
“Sehingga pemerintah tahun ini bahkan di tahun depan memang menjadi penopang yang sangat penting bagi perekonomian. Hanya lewat kerja keras kita bersama-sama, perekonomian kita tidak akan terkoreksi terlalu dalam,” jelasnya.
Adapun optimisme di tahun depan juga akan membawa pertumbuhan yang kian membaik untuk komponen ekspor dan impor, investasi hingga konsumsi rumah tangga. Jatengdaily.com-yds
GIPHY App Key not set. Please check settings