Oleh:
Ir Laeli Sugiyono MSi,
Statistisi Ahli Madya BPS Provinsi Jawa Tengah,
email: laeli@bps.go.id.
DAYA beli (Purchasing Power) adalah kemampuan individu dalam mengonsumsi suatu barang dan atau jasa. Daya beli individu satu dengan yang lainnya pastilah berbeda. Hal tersebut dapat dilihat dari status individu bersangkutan, pekerjaan, penghasilan, dan sebagainya. Kemampuan daya beli dicirikan melalui pengeluaran per kapita riil. Besaran pengeluaran per kapita riil ini sangat tergantung pada upah riil yang diterima penduduk. Pengeluaran riil sangat dipengaruhi oleh tingkat inflasi dari perubahan harga barang dan jasa.
Sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia yang terkomfirmasi pada hari Senin tanggal 2 Maret 2020 saat Presiden Joko Widodo menyatakan ada dua warga Indonesia yang positif terinfeksi Covid-19. Sedangkan di Jawa Tengah, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dalam konferensi pers pada tanggal 13 Maret 2020, mengonfirmasi satu warga Surakarta yang meninggal karena terinfeksi Covid-19 (virus Corona).
Inflasi Bulanan
Dampaknya terkonfirmasi sepanjang tahun 2020 keseharian hidup masyarakat Jawa Tengah terasa suram karena berbagai aktivitas penduduk dibatasi akibat diberlakukan jogo tonggo suatu kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk pencegahan penularan Covid-19, konsekuensi logis dari itu telah memperburuk perekonomian sekaligus menggerus daya beli penduduk.
Ini terkonfirmasi hingga Juni 2020, inflasi bulanan Jawa Tengah terus merangkak naik, yang mencapai 0,20 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 104,74. Dari 6 kota IHK di Jawa Tengah, semua kota mengalami inflasi. Kota IHK yang mengalami inflasi tertinggi adalah Kota Tegal, yakni sebesar 0,42 persen dengan IHK sebesar 105,16; diikuti Kota Purwokerto sebesar 0,40 persen dengan IHK sebesar 104,42; Kota Surakarta sebesar 0,29 persen dengan IHK 103,82; Kota Cilacap sebesar 0,28 persen dengan IHK sebesar 103,67; Kota Semarang sebesar 0,16 persen dengan IHK sebesar 105,13; dan inflasi terendah terjadi di Kota Kudus sebesar 0,09 persen dengan IHK sebesar 103,92.
Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya sebagian besar indeks kelompok pengeluaran, yaitu: kelompok makanan, minuman, dan tembakau sebesar 0,59 persen diikuti kelompok perlengkapan, peralatan dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar 0,26 persen; kelompok kesehatan sebesar 0,23 persen; kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran sebesar 0,22 persen; kelompok transportasi sebesar 0,13 persen; kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 0,12 persen; kelompok rekreasi, olah raga dan budaya sebesar 0,11 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar lainnya sebesar 0,04 persen; dan kelompok pendidikan sebesar 0,01 persen.
Penyebab utama inflasi di Jawa Tengah Juni 2020 adalah kenaikan harga daging ayam ras, telur ayam ras, angkutan antar kota, ikan lele dan sabun detergen bubuk/cair. Penahan utama inflasi di Jawa Tengah adalah turunnya harga bawang putih, gula pasir, angkutan udara, emas perhiasan dan cabai merah.
Meskipun harga pertanian di bulan Juni 2020 tersebut terdongkrak naik, tidak serta merta daya beli penduduk perdesaan meningkat, ini terkomfirmasi dari nilai tukar petani yang terjadi sebaliknya justeru turun sebesar 0,01 persen yang berarti pendapatan petani turun sehingga berpengaruh pada penurunan daya beli penduduk perdesaan. Turunnya nilai tukar petani disebabkan oleh indeks harga yang dibayar petani lebih tinggi dari indeks harga yang diterima petani atau dengan kata lain harga pertanian yang melonjak naik pada bulan Juni 2020 tersebut ternyata juga diikuti dangan lonjakan harga-harga input pertanian yang relatif lebih tinggi dari kenaikan harga-harga pertanian.
Untuk mempertahankan dan atau meningkatkan daya beli penduduk di masa pandemi Covid-19, Ekonom senior Indef Didik Rachbini menilai, dalam jangka pendek ada empat hal yang bisa dilakukan oleh pemerintah. Pertama, jangan terlalu ketat mengejar pajak dari masyarakat. Kedua, mendorong dana yang banyak tersimpan di bank-bank pemerintah daerah (Pemda) supaya jangan disimpan. “Ketiga, program dana desa harus cepat distribusinya ke masyarakat. Itu akan meningkatkan daya beli,” ujarnya. Kemudian keempat, membuat program-program spesial yang bersifat cepat, misalnya membangun jalan di desa, mendorong siapa punya tanah untuk bikin pasar desa, atau bendungan kecil yang hanya butuh biaya kecil. (https://nasional.kontan.co.id). Jatengdaily.com/yds
GIPHY App Key not set. Please check settings