Seruan Damai dari Puncak Lawu, PWI Surakarta Gaungkan Persatuan di Tengah Kemelut Organisasi

PWI Surakarta memelopori gerakan moral ini melalui kegiatan bertajuk “Pendakian Lawu Ceria 2025”, bekerja sama dengan Tim Pendaki dari TVRI Jawa Tengah dan TVRI Jawa Timur.Foto:dok
KARANGANYAR (Jatengdaily.com) — Di balik kabut tipis dan hawa dingin Puncak Gunung Lawu, sebuah seruan menggema dari ketinggian 3.265 mdpl. Bukan sekadar teriakan biasa, melainkan harapan yang tulus dari jantung organisasi wartawan tertua di Indonesia—Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)—yang tengah dilanda kemelut internal.
Adalah PWI Surakarta yang memelopori gerakan moral ini melalui kegiatan bertajuk “Pendakian Lawu Ceria 2025”, bekerja sama dengan Tim Pendaki dari TVRI Jawa Tengah dan TVRI Jawa Timur.
Sebanyak 23 pendaki, dipimpin Ketua PWI Surakarta Anas Syahirul, memulai perjalanan dari Gerbang Cemoro Sewu, Magetan, menyusuri jalur terjal dan dingin menuju Puncak Hargo Dumilah. Di titik tertinggi Lawu itulah, mereka membentangkan spanduk bertuliskan:
“Salam Damai dari Puncak Lawu. Merindu PWI Menyatu. Bersatu Kita Utuh, Bercerai Kita Runtuh.”
Pendakian yang berlangsung selama dua hari, Sabtu hingga Minggu (19–20 Juli 2025), bukan hanya ajang rekreasi atau tantangan fisik. Lebih dari itu, ini adalah simbol perlawanan terhadap perpecahan dan seruan damai untuk menyatukan kembali tubuh PWI yang terbelah karena dualisme kepengurusan di tingkat pusat.
“Dari puncak Lawu kami berdoa agar PWI bersatu dan berjaya kembali. Ini adalah ikhtiar moral kami, bahwa persatuan harus terus diperjuangkan,” ujar Anas, sesaat setelah tim pendaki kembali ke kaki gunung, Senin (21/7/2025).
Ia menambahkan, dampak dari konflik internal ini sangat dirasakan oleh anggota di daerah. Sejumlah program strategis seperti Uji Kompetensi Wartawan (UKW) bahkan terpaksa dihentikan. “Dewan Pers melarang PWI sebagai lembaga uji UKW sampai konflik ini selesai. Ini sangat merugikan, terutama kami di daerah,” tegasnya.
Kegiatan pendakian ini juga mendapat dukungan moral dari berbagai pihak. Ketua Dewan Pengawas TVRI, Agus Sudibyo, yang turut mendaki, memberikan apresiasi tinggi terhadap langkah PWI Surakarta. Menurutnya, pendakian ini adalah bentuk perjuangan simbolik yang kuat.
“Salut untuk PWI Surakarta. Seruan dari Puncak Lawu bukan sembarang seruan. Ini butuh tenaga, semangat, dan keberanian. Terlebih banyak pendaki bukan lagi anak muda, tapi tetap mau mendaki demi menyuarakan perdamaian. Ini sungguh bermakna,” kata Agus.
Kepala TVRI Jateng Jati Setyo Wahyu dan Kepala TVRI Jatim Asep Suhendar turut melepas keberangkatan para pendaki dari Pos Cemoro Sewu. Kebersamaan lintas daerah dan lintas instansi inilah yang menjadi simbol kuat bahwa semangat kebersamaan masih sangat mungkin terwujud.
Menurut Anas, ini bukan kali pertama PWI Surakarta menyerukan persatuan. Sebelumnya mereka juga menggandeng tokoh-tokoh PWI Jawa Tengah dan Yogyakarta menyatakan dukungan pada upaya perdamaian. Bahkan tak lama setelahnya, muncul inisiatif dari anggota Dewan Pers untuk menggelar Kongres Persatuan.
“Kami mendukung penuh semua upaya yang dilakukan, baik oleh Wamen Kominfo Pak Dahlan Dahi, Menkumham, maupun tokoh internal PWI. Semangat ini harus terus dirawat. Dari Puncak Lawu, kami ingin menjaga nyala api harapan itu,” pungkasnya.
Apa yang dilakukan oleh PWI Surakarta mungkin tampak sederhana. Namun dari ketinggian Gunung Lawu, suara mereka melambung tinggi, membawa pesan damai yang kini sangat dibutuhkan. Dalam suasana sejuk pegunungan dan semangat mendaki yang penuh tantangan, terselip tekad untuk melihat PWI kembali bersatu—kuat dan utuh seperti sediakala. St