KLATEN (Jatengdaily.com) – Siapa sangka, jajanan sederhana yang biasa tersaji di meja hajatan atau pasar tradisional, kini hadir dengan wajah baru yang lebih segar, sehat, dan berdaya saing tinggi.
Adalah Lompya Duleg dari Desa Gatak, Kecamatan Delanggu, Kab. Klaten, yang bertransformasi berkat tangan kreatif mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Diponegoro.
Dengan memadukan kearifan lokal dan sentuhan teknologi pangan modern, lumpia khas Klaten itu kini tak hanya lebih cantik dipandang, tapi juga lebih awet, higienis, bahkan siap menembus pasar nasional. Inovasi ini lahir dari keinginan mahasiswa untuk membantu UMKM setempat menghadapi tantangan era industri makanan yang serba cepat.
“Awalnya kami hanya ingin membantu pemasaran. Tapi setelah ngobrol dengan pengrajin, ternyata masalah utama ada pada daya tahan produk yang pendek dan tampilannya yang kalah bersaing. Dari situlah ide inovasi lahir,” tutur Riefa Nur Apriyanti, ketua tim KKN.
Inovasi Warna dan Rasa
Wajah baru Lompya Duleg ini dimulai dari penggunaan pewarna alami. Kulit lumpia diberi sentuhan hijau dari daun bayam, merah dari kulit buah naga, hingga kuning alami, sehingga tampilannya lebih menarik tanpa bahan kimia tambahan.
“Anak-anak jadi suka karena warnanya cerah, orang tua pun percaya ini sehat,” kata Riani, salah satu mahasiswa sambil tersenyum menunjukkan lumpia berwarna-warni.
Tidak berhenti di situ, isian lumpia pun diperbarui dengan tambahan bengkoang segar. Kombinasi rasa gurih, segar, dan manis alami membuat cita rasa khas Lompya Duleg semakin unik sekaligus menyehatkan.
Awet dan Higienis
Mahasiswa Undip juga memperkenalkan edible coating, lapisan tipis berbahan ekstrak kemangi, maizena, dan jeruk nipis untuk menjaga lumpia tetap renyah lebih lama.
“Kalau dulu sehari saja sudah mulai kecut, sekarang bisa tahan sampai dua hari tanpa kehilangan rasanya,” ujar Bu Tari, pelaku UMKM yang sudah puluhan tahun membuat Lompya Duleg.
Tak cukup sampai di situ, kemasan lumpia juga dimodernisasi dengan vacum sealer. Teknik ini membuat lumpia bisa bertahan lebih lama hingga 10 kali lipat dibanding biasanya, tanpa bahan pengawet. Dengan begitu, produk siap dikirim ke luar daerah, bahkan melalui platform e-commerce.
Ramah Lingkungan
Ada pula sentuhan ramah lingkungan lewat kemasan besek bambu yang dilapisi daun pisang. Selain mengurangi limbah plastik, aroma daun pisang juga memberi kesan tradisional yang khas.
“Kemasan ini cocok untuk hantaran, oleh-oleh, atau acara resmi. Membuatnya terlihat lebih premium,” ujar M. Pranardho, wakil ketua tim KKN.
Sambutan Hangat UMKM dan Desa
Kehadiran inovasi ini disambut penuh semangat oleh para pengrajin dan paguyuban UMKM.
“Kalau dulu penjualannya hanya di sekitar Klaten, sekarang kami optimis bisa kirim ke seluruh Indonesia,” ucap Didik, ketua paguyuban Lompya Duleg.
H. Walino, Kepala Desa Gatak, turut mengapresiasi upaya kolaborasi ini. “Saya melihat semangat anak-anak KKN ini luar biasa. Inovasi mereka bukan hanya mempertahankan warisan kuliner, tapi juga mengangkat potensi desa agar punya daya saing. Harapan kami, produk ini bisa masuk ke pasar nasional bahkan ekspor,” ungkapnya.
Dari Desa Menuju Pasar Lebih Luas
Bagi masyarakat Gatak, Lompya Duleg bukan hanya jajanan, melainkan bagian dari identitas desa. Kini, dengan sentuhan inovasi mahasiswa Undip, produk ini tak lagi sekadar kuliner tradisional, tetapi ikon yang siap bersaing di pasar modern.
Kerja sama antara mahasiswa, UMKM, dan pemerintah desa membuka jalan baru bagi Lompya Duleg: dari jajanan pasar sederhana menjadi oleh-oleh khas Klaten yang bernilai tambah tinggi. Sebuah bukti nyata bahwa kolaborasi kecil di desa bisa menyalakan harapan besar hingga ke panggung nasional.
Penulis: “Tim KKN-T IDBU 44 UNDIP kelompok 1” ––ST