in

Cegah Gagal Panen saat Kemarau, Petani Diminta Tak Andalkan Padi

Ilustrasi. Petani gagal panen karena kekeringan. Foto: dok/JD

UNGARAN (Jatengdaily.com) – Mencegah gagal panen di musim kemarau, petani padi di Desa Kawengen, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, didorong beralih ke tanaman hortikultura. Mengingat lahan pertanian di Kawengen yang sawah tadah hujan hanya bisa ditanami padi satu kali masa tanam ketika musim hujan saja.

‘’Kami sudah mendorong petani agar tidak mengandalkan tanaman padi, namun beralih ke tanaman hortikultura. Tapi masih sulit mengubah pola pikir petani untuk meninggalkan tanaman padi. Akibatnya setiap musim kemarau petani sering mengalami gagal panen,’’ kata Kepala Desa (Kades) Kawengen, Marjani, Selasa (18/6/2019).

Marjani, Kades Kawengen. Foto : Budhi

Marjani memaparkan, luas wilayah Desa Kawengen mencapai 1.047,91 hektar. Rinciannya 113,6 hektar lahan pertanian tadah hujan, 275,26 hektar tanah pekarangan dan bangunan, 281,28 hektar lahan kering (tegalan), sedangkan 6,5 hektar sisanya adalah jalan, makam, sungai dan lainnya. ‘’Untuk lahan kering banyak ditanami tanaman keras. Sedangkan 113,6 lahan pertanian ditanami padi,’’ bebernya.

Marjani mengungkapkan, lahan pertanian di desanya merupakan sawah tadah hujan. Sehingga dalam setahun hanya bisa ditanami tanaman padi satu kali saja. ‘’Kalau petani memaksakan dua kali masa tanam dalam setahun hasilnya tidak bagus, bahkan gagal panen saat kemarau karena kekurangan air. Kontur wilayah Desa Kawengen berbukit dan tak ada aliran air dari sungai besar,’’ ungkapnya.

Menurut Marjani, pasokan air untuk lahan pertanian saat musim kemarau sangat sulit. Begitu juga kebutuhan air bersih bagi warga saat kemarau juga sangat terbatas. ‘’Sumber air yang bisa dimanfaatkan warga saja sangat terbatas, apalagi untuk mencukupi lahan pertanian,’’ ujarnya.

Kata Marjani, sebenarnya pihaknya sudah menggagas pemanfaatan lahan pertanian untuk tanaman hortikultura. Karena lahan di desanya sangat cocok untuk tanaman hortikultura seperti rambutan, jambu air dan tanaman buah-buahan lainnya. ‘’Kalau tanaman hortikultura hasilnya bagus tentu punya nilai tukar untuk bahan pangan. Masalahnya ya itu tadi, mengubah pola pikir petani masih sulit,’’ tukasnya.

Marjani berharap dukungan pemerintah daerah, provinsi maupun pusat untuk pengembangan tanaman hortikultura seperti penyediaan bibit, pendampingan kepada petani, serta pembangunan infrastruktur untuk memenuhi ketersediaan air. Di Kawengen sudah ada embung namun saat ini kondisinya mangkrak.

‘’Sudah ada embung, tapi fungsinya tidak maksimal karena tidak air yang bisa ditampung dan kapasitasnya tidak bisa untuk memenuhi kebutuhan lahan pertanian. Embung tersebut dibiarkan tidak berfungsi,’’ ujarnya.

Dihubungi terpisah, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Semarang, Heru Subroto mengatakan salah satu upaya mengatasi krisis air bersih di daerah rawan kekeringan saat musim kemarau adalah memanen air hujan. Caranya menampung air hujan dengan membangun bak penampung air.

‘’Sebelum dimanfaatkan warga, air hujan yang ditampung dijernihkan dahulu, kita bisa mengajari cara memanen air hujan melalui rumah-rumah warga. Harapan kami pemerintah desa bisa mengalokasikan anggaran desa dalam rangka menganntisipasi bencana kekeringan,’’ katanya. rus-yds

Written by Jatengdaily.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

GIPHY App Key not set. Please check settings

Terminal Tipe A Direvitalisasi, Termasuk Solo dan Semarang

Nomor WhatsApp Kasatpol PP Dihacker, Minta Transfer 10 Juta Wartawan Balaikota