Oleh Gunoto Saparie
SEMARANG (Jatengdaily.com) – Secara bahasa (literal), zakat berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti “tumbuh dan berkembang”. Sedangkan menurut ahli yurisprudensi Islam, zakat didefinisikan sebagai bentuk pengeluaran yang dilakukan oleh kaum berpunya (the have)—yang di dalam istilah Islam disebut sebagai muzakki, yakni golongan orang yang telah melampaui batas pemilikan harta tertentu
(nisab)—yang ditujukan kepada kaum tak berpunya (the haven’t), yang disebutkan di dalam Alquran berjumlah delapan golongan (QS. Attaubah [9]:60).
Zakat merupakan sistem dan instrumen orisinal dari sistem ekonomi Islam sebagai salah satu sumber pendapatan tetap institusi ekonomi Islam (baitul maal). Dalam literatur sejarah peradaban Islam, zakat bersama berbagai instrumen ekonomi yang lain seperti wakaf, infak/sedekah, kharaj, ushur, dan sebagainya senantiasa secara rutin mengisi kas negara untuk kemudian didistribusikan kepada masyarakat. Kedudukan zakat yakni menjamin tercukupinya kebutuhan minimal kaum lemah (mustadh’afiin), sehingga tetap mampu mengakses perekonomian.
Melalui akses ekonomi tersebut, zakat secara langsung telah menjamin keberlangsungan pasar. Dengan sendirinya, produksi bahan-bahan kebutuhan tetap berjalan dan terus membukukan keuntungan. Dilihat dari aspek ibadah, zakat memiliki posisi yang sangat vital karena merupakan salah satu dari rukun Islam. Konsekuensi logis dari posisi ini adalah zakat merupakan kewajiban bagi umat Islam yang jika ditinggalkan menyebabkan pelakunya akan menanggung beban dosa.
Dari penjelasan yang terdapat dalam sumber-sumber hukum agama Islam, yakni Alquran dan Hadis mengisyaratkan secara tegas bahwa orang-orang yang menahan hartanya dari membayar zakat akan mendapat balasan yang berat. Sejarah mencatat, pada masa khalifah Abu Bakar as-Shidiq ra., orang-orang yang tidak membayar zakat dihukum berat dengan cara diperangi.Kewajiban umat Islam untuk berzakat secara tegas sudah dinyatakan Allah dalam Alquran dan Alhadis Nabi Muhammad. Zakat merupakan ibadah yang dapat mempererat hubungan silaturahim antara mustahik (wajib zakat) dan muzaki (penerima zakat).
Bahkan, dalam sejarah kejayaan Islam, zakat terbukti berperan besar dalam meningkatkan kesejahteraan umat. Zakat yang terkumpul diharapkan mampu mengangkat derajat hidup fakir miskin dan membantunya keluar dari berbagai kesulitan hidup yang selama ini dideritanya. Sebagai ibadah sosial, zakat dapat mendorong pemberdayaan ekonomi umat dan dapat mengatasi
masalah kemiskinan.
Secara normatif, zakat merupakan sistem jaminan sosial yang sangat penting dalam Islam. Keberadaan zakat sangat dibutuhkan dalam rangka mereduksi kemiskinan dan kesenjangan pendapatan. Sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia tentu Indonesia memiliki potensi zakat yang sangat besar yang dapat digunakan untuk menyejahterakan rakyat, terutama kaum fakir dan miskin. Akan tetapi, sampai saat ini potensi zakat itu belum tergali secara maksimal sehingga berdampak pula pada pelambatan dalam mengurangi tingkat kemiskinan itu sendiri.
Kemiskinan merupakan masalah besar yang dihadapi oleh dunia saat ini, Bank Dunia dalam publikasinya mengenai data kemiskinan menunjukkan bahwa 10,7 persen dari populasi dunia berada dalam kemiskinan. Untuk mencukupi kebutuhannya mereka mengeluarkan US$ 1,90 atau sekitar Rp.25.000 per hari.
Bagaiamanakah kondisi kemiskinan di Indonesia? Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengklaim jumlah masyarakat miskin kronis atau sangat miskin di Indonesia memang terus mengalami penurunan sejak 2015. Berdasarkan data yang ia paparkan, pada 2015 persentase penduduk miskin kronis mencapai 4,17 persen.
Kemudian, pada 2017, persentasenya turun menjadi 3,77 persen dan kembali turun di 2018 menjadi 3,57 persen. Kalau disetarakan itu adalah 9,4 juta jiwa. Jadi masih ada 9,4 juta jiwa penduduk Indonesia yang masih kategori miskin kronis atau sangat miskin.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), garis kemiskinan pada September 2018 tercatat sebesar Rp410.670/kapita/bulan. Rinciannya: komposisi garis kemiskinan makanan sebesar Rp302.022 atau 73,54 persen, serta garis kemiskinan bukan makanan sebesar Rp108.648 atau sebesar 26,46 persen. BPS juga mencatat upah nominal harian buruh tani nasional pada Desember 2018 naik sebesar 0,19 persen dibandingkan kondisi pada November 2018.
Peningkatannya ialah dari Rp52.955,00 menjadi Rp53.056,00 per hari. Sedangkan upah riil buruh tani mengalami penurunan sebesar 0,38 persen. Dalam perkonomian terdapat dua kebijakan untuk mengatur permasalahan ekonomi yaitu kebijakan fiskal dan moneter. Namun dalam ekonomi Islam salah satu instrumen kebijakan fiskal, dalam pengentasan kemiskinan adalah zakat.
Menelisik kehidupan di negara terkaya keempat di dunia Brunei Darussalam, dengan tingkat kemiskinan yang sangat rendah, zakat di negeri itu dikelola langsung oleh pemerintah sehingga tidak ada pihak atau lembaga lain yang mengelolanya. Seluruh penghimpunan dan pendistribusian dilakukan oleh pemerintah. Pada tahun 2016 saja zakat yang terkumpul mencapai 17,5 juta dolar Brunei, atau sekitar Rp16,55 miliar, sementara untuk fitrah mencapai Rp8,87 miliar.
Indonesia memiliki potensi zakat yang sangat besar, bahkan Indonesia memiliki beberapa lembaga amil zakat yang telah bekerja untuk berkontribusi secara nyata terhadap pemberdayaan ekonomi. Melalui potensi zakat ini seharusnya kita mampu untuk mengentaskan kemiskinan.
Sejak kelahirannya, agama Islam adalah musuh utama kemiskinan. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya pernyataan-pernyataan di dalam Aquran maupun Hadis yang menganjurkan kepada umat Islam untuk melepaskan diri dari kemiskinan. Dikatakan di dalam Alquran: “Apakah engkau tahu siapakah pendusta agama? Mereka adalah yang menelantarkan anak yatim dan tidak peduli terhadap fakir miskin.”
Nabi Muhammad juga mengatakan bahwa tidak beriman seseorang, kalau ia tidur dengan kekenyangan, tetapi tetangganya kelaparan. Hal ini semakin menegaskan bahwa Islam tidak diturunkan kecuali sebagai rahmat bagi semesta alam, salah satunya dengan memerangi kemiskinan. Banyak ayat-ayat Alquran dan Hadis yang semuanya bermuara pada satu kesimpulan bahwa Islam diturunkan untuk melenyapkan kemiskinan di atas muka bumi ini.
Gunoto Saparie adalah Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Jawa Tengah. ugl–st
GIPHY App Key not set. Please check settings