Bercermin dan Meneladani Rasulullah

Oleh Ahmad Rofiq
Mari kita bersyukur kepada Allah, Sang Khaliq yang memberi hidup dan kehidupan kita. Selagi kita masih di bulan Rabi’ul Awal – atau maulid – kita bershalawat dan sampaikan salam kepada Baginda Rasulullah Muhammad SAW. Sebagai panutan umat yang diutus oleh Allah untuk mengantar, membimbing, dan memberikan teladan, beliau adalah figur teladan yang paling berpengaruh di dalam merubah sejarah perjalanan hidup manusia di muka bumi ini.
Pada momentum bulan shalawat, mari kita introspeksi atau muhasabah, apakah kita cukup memiliki kepekaan terhadap spirit, motivasi, dan tuntunan beliau dalam rangka meraih sukses hidup dan perjuangan bagi upaya menanamkan nilai-nilai kemanusiaan yang dibangun atas dasar nilai dan norma akhlak yang mulia. Mari kita tingkatkan iman, taqwa, dan ihsan kita, dengan bercermin dan berikhtiar meneladani beliau dalam kehidupan kita sehari-hari.
Rasulullah saw dihadirkan oleh Allah ke muka bumi ini, sebagai figur yang memiliki empati, simpati, dan kepedulian yang sangat kuat dan tidak bisa bersikap acuh tak acuh ketika melihat, menghadapi situasi ketidakadilan dan kesengsaraan yang dirasakan oleh umatnya yang beriman. Oleh karena itu, Allah SWT menempatkan posisi beliau sebagai manusia yang berakhlak sangat mulia. Riwayat Abu Hurairah ra., Rasulullah saw. Menegaskan: “Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia” (Riwayat Muslim).
Kita menyaksikan bahwa di dalam kehidupan masyarakat, telah terjadi pergeseran nilai dan perilaku yang luar biasa memprihatinkan. Pilar-pilar akhlak dan etika makin tergerus oleh serbuan budaya dan kultur yang tidak baik, baik melalui media cetak dan elektronik, maupun melalui internet. Yang terakhir ini, tidak terbendung lagi, karena langsung menembus dinding-dinding kamar melalui situs-situs yang bisa diakses selama 24 jam, bahkan transaksi dan membeli makanan yang siap saji pun, cukup dengan sambil “tiduran” di kamar.
Teknologi informasi dan komunikasi juga banyak maslahat dan manfaatnya jika digunakan untuk tujuan yang positif. Namun dampak madharat atau negatifnya juga dapat mendatangkan “bencana sosial dan perilaku” yang secara perlahan dan pasti akan dapat meruntuhkan “peradaban” negeri ini.
Hal ini apabila tidak ada ikhtiar untuk menanggulangi dan mengatasi secara lebih cermat, sistemik, dan berkesinambungan, sangat mungkin bangsa ini akan mengalami keterpurukan dan bahkan kehancuran. Yang lebih mengerikan lagi, ketika kerusakan dan kehancuran tersebut melanda pada paradigma berpikir, mindset dan kerangka berpikir yang serba barat, western-oriented, dan kehilangan kearifan lokal dan makin jauh dari nilai-nilai agama. Seorang ulama besar menegaskan: “Suatu umat akan berlangsung apabila akhlak tetap mendasari hati dan perilaku mereka, dan apabila akhlak telah hilang dari hati dan diri mereka, maka akan lenyaplah entitas kaum tersebut”.
Marilah pada momentum yang indah ini, di tengah ritual pembacaan sejarah Rasulullah saw yang ditulis oleh al-Barzanji, dan kumandang shalawat dan salam, yang telah diawali pada tanggal 1 Rabiul awal yang lalu hingga hari ini, (bagi mereka yang ingin mengungkapkan cinta dan penghormatannya kepada Baginda Rasulullah saw), kita buka hati dan pikiran kita untuk membentang dan mengungkapkan suara hati dan hasrat cinta yang tulus dan ikhlasuntuk berusaha dan berikhtiar secara sungguh-sungguh meneladani sifat, turut kata, sikap dan perilaku Rasulullah saw.
Beliau adalah tokoh yang konsisten antara ucapan dan tindakan. Karena itu dalam berbagai kesempatan, ketika mengajak dan menyeru kepada umatnya untuk beribadah, beliau selalu memulai dan member teladan terlebih dahulu. Dalam hal shalat misalnya, beliau menegaskan: “shallu kama raaitumuni ushalli” artinya “shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat”. Dalam ibadah haji pun, beliau menegaskan : “khudzu ‘anni manasikakum” artinya “ambillah dari aku dalam tata cara berhaji kalian”. Allah SWT berfirman: “Sungguh bagi kalian, Rasulullah saw adalah teladan yang baik, bagi orang-orang yang berharap mendapat ridha Allah, (kehidupan yang indah di) hari akhir, dan berdzikir kepada Allah dengan memperbanyak dzikir” (QS. Al-Ahzab: 21).
Dalam kehidupan keseharian, beliau adalah sosok yang sangat menghormati tamu, tetangga, dan tentu saja keluarganya. Tutur katanya bagus, sopan, lembah manah, dan memposisikan orang lain sebagai sosok yang harus dihormati. Dalam bertutur kata, beliau menegaskan : “barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik, atau lebih baik diam (kalau tidak biasa berkata baik)”.
Demikian juga, barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hormatilah tetangganya”. Dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara, dan berpemerintahan senantiasa teguh dalam menjunjung tinggi akhlak yang mulia. Dalam berdagang dan meletakkan kehidupan ekonomi beliau mengharamkan cara-cara ribawi yang mana para kapitalis mengeksploitasi kepada para mereka yang kurang mampu.
Beliau adalah pemimpin agama, Negara, dan pemerintahan sekaligus. Dalam kehidupan politik, beliau meletakkan prinsip dasar komunikasi politik, sebagaimana Firman Allah: “Maka dengan kasih sayang Allah kamu bersikap lembut kepada mereka, dan apabila kamu bersikap kasar lagi keras hati, maka sungguh mereka akan lari dari sekelilingmu, maka maafkanlah mereka, dan mohonkan ampunan mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam suatu urusan, maka apabila kamu berniat mengerjakan sesuatu maka berpasrah dirilah kepada Allah sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakkal” (QS. Ali ‘Imran: 129).
Marilah kita berusaha untuk meneladani kepribadian dan perilaku Rasulullah saw dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berpemerintahan, dan bernegara. Demikian juga dalam berdagang, berbudaya, berpolitik, dan estetika. Mari kita renungkan makna Firman Allah dalam QS. Al-Taubah: 128-129; “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, Amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin”. Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy yang agung”.
Allah dan para Malaikat senantiasa bershalawat pada Nabi Muhammad saw, karena itu, kita sebagai pengikut dan umat beliau, maka kita perbanyak bershalawat untuk beliau. Semoga semua urusan kita dimudahkan oleh Allah, dan kelak di akhirat kita mendapat syafaat dari beliau. Amin. Allah a’lam bi sh-shawab.
Prof. Dr. H. Ahmad Rofiq, MA., Guru Besar Pascasarjana UIN Walisongo Semarang, Wakil Ketua Umum MUI Provinsi Jawa Tengah, dan Direktur LPPOM-MUI Jawa Tengah. Jatengdaily.com–st