MUI Kota Semarang dan Tantangannya

Oleh Ahmad Rofiq
SELAMAT atas terpilihnya kembali Prof Dr KH M. Erfan Soebahar, M.Ag, sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Semarang masa khidmat 2020-2025 dalam Musyawarah Daerah ke-IX, 19/12/2020. Musda yang mengusung tema “Dengan Musda-IX MUI Kota Semarang Kita Wujudkan Ukhuwah Islamiyah untuk Kedamaian Umat dan Bangsa menuju Semarang Hebat”.
Berjalannya Musda sebagai forum tertinggi MUI Kota Semarang tepat waktu, menggambarkan bahwa pergerakan roda organisasi berjalan dengan baik. Lebih dari itu, kehadiran walikota terpilih H. Hendrar Prihadi – yang lebih akrab disapa Mas Hendi – menunjukkan tema Musyawarah Nasional MUI X akhir 25-26 November 2020, utamanya tentang Posisi MUI sebagai Shadiqul Hukumah – baca Mitra Strategis – Pemerintah telah berjalan dengan baik.
Keterpilihan Prof. Erfan ini serasa melengkapi terpilihnya pasangan Hendi-Ita dalam pilkada 9/12/2020 meskipun seharusnya tidak perlu dilakukan pemilihan karena “melawan” kotak kosong. Sudah beberapa kali melalui tulisan, saya mengusulkan supaya Undang-Undang Nomor 6 tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang 1 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, direvisi. Apalagi Jawa Tengah dalam pilkada 9/12/2020 ada lima kabupaten dan satu kota yang pasangan calonnya melawan kotak kosong.
Nalar sederhana saya, pasangan calon yang melawan kotak kosong, dapat langsung ditetapkan oleh KPU sebagai pasangan calon yang telah memenangi, karena tidak ada pasangan calon lain yang “berani melawannya”. Meskipun ini, tafsirnya banyak, karena pasangan calon yang ada berhasil menunjukkan prestasi kerjanya, atau karena faktor lain. Namun yang jelas, karena pasangan calon sudah didukung oleh semua partai politik yang menduduki kursi di DPRD, maka mereka bisa bermitra secara professional dalam melaksanakan program pembangunan untuk menjadikan daerahnya lebih hebat dan sukses. Setidaknya, biaya Rp 72,5 miliar bisa dihemat hingga 70-75 persen. Dan ini bisa direalokasikan untuk biaya pemberdayaan warga miskin.
Kuliner Halal Angka Kemiskinan?
Awal Oktober 2020, terjadi kasus festival hijab dan di sebelahnya ada pedagang yang jualan makanan dari babi di Paragon Semarang. MUI Jawa Tengah telah mengambil langkah, untuk memberikan pencerahan kepada semua yang terlibat, dari manajemen, pedagang, dan pihak event organizer. Saat itu muncul usulan kepada Plt Walikota yang hadir, Tavip Supriyanto, tentang perlunya Perda Jaminan Produk Halal (JPH) sebagai aturan turunan terhadap UU No. 33/2014 tentang JPH dan UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja (khususnya bidang JPH).
Saya sendiri di berbagai kesempatan memberanikan diri kepada Mas Hendi, kota lama yang masih terus ditata dan dipercantik, supaya ditetapkan sebagai sentra kuliner halal. Ini akan menambah kenyamanan wisatawan yang hadir di Kota Semarang. Bahwa ada sebagian restoran yang mungkin menyajikan produk yang tidak halal, bisa menginformasikan kepada wisatawan yang hadir.
Pemkot Semarang bahkan telah melakukan kerjasama dengan berbagai negara Uni Eropa, pemerintah Belanda, kerjasama di bidang smart city dengan Jerman dan Austria, kerjasama pertukaran dosen dengan Zagreb serta kerjasama-kerjasama lainnya, baik soal pengolahan sampah, pengelolaan air rob dan banjir, dan lain sebagainya (semarang.merdeka.com). Alun-alun Kota Semarang yang berada di depan Masjid Agung Semarang – dulu sering disebut Masjid Agung Kauman – juga merupakan asset dan ikon halal tourism yang perlu disinergikan dengan paket wisata halal di Semarang.
Ada hal penting yang tidak banyak diketahui oleh masyarakat, yaitu model dan pola komunikasi “politik-ekonomi” yang dilakukan Mas Hendi, terutama dalam penataan wajah kota Semarang, dari para pedagang kaki lima di Banjirkanal Barat, Banjirkanal Timur, dan di ruas-ruas jalan strategis, yang berjalan dengan smart dan smooth, dan berhasil. Karena itu, wajar jika Pemerintah Kota Semarang banyak mendapat award dan penghargaan lainnya.
Kota Semarang, angka kemiskinan menurun jadi 3,98 persen dari angka 4,2 persen atau sekitar 65 ribu jiwa. Angka tersebut tentu masih cukup besar, meskipun nisbahnya relative kecil. Karena itu langkah walikota harus didukung oleh MUI, misalnya mengefektifkan dana zakat melalui Baznas Kota Semarang dan Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) yang ada di Kota Semarang. MUI dapat menginisiasi dan mengkoordinasikan OPZ tersebut, menyiapkan konsep “warga-binaan” 20-25 orang berbasis komunitas, bermitra dengan Dinas Tenaga Kerja dan Balai Latihan Kerja, dan menyiapkan tenaga pendamping, agar zakat semaksimal mungkin dapat didistribusikan sebagai zakat produktif.
Selamat mengemban amanat baru Prof. Erfan dan Mas Hendi sebagai walikota terpilih, untuk dapat memelihara dan meneruskan yang sudah baik dan mengambil langkah baru yang lebih baik. “Al-muhafadhah ‘ala l-qadimi sh-shalih wa l-akhdzu bi l-jadidi l-ashlah”. MUI adalah mitra kritis yang baik terhadap pemerintah, agar ikhtiar untuk mewujudkan Kota Semarang bagian dari baldatun thayyibatun wa Rabbul Ghafur dapat dilaksanakan Bersama. Semoga Allah melimpahkan taufiq, hidayah, dan keberkahan-Nya. Allah a’lam bi sh-shawab.
Prof. Dr. Ahmad Rofiq, MA. alumnus Madrasah Tasywiqu th-Thullab Salafiyah (TBS) Kudus, Guru Besar Hukum Islam Pascasarjana UIN Walisongo Semarang, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Tengah, Direktur LPPOM-MUI Jawa Tengah, Anggota Dewan Pakar Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Pusat, Anggota Dewan Penasehat Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) Pusat, Ketua Dewan Pengawas Syariah (DPS) Bank Jateng, dan Ketua DPS Rumah Sakit Islam (RSI) Sultan Agung (SA) Semarang. Jatengdaily.com–st