Oleh Riza Maulana, S.Farm, Apt
Mahasiswa Farmasi Pasca Sarjana UGM
Novel Coronavirus disease, yang lebih dikenal dengan sebutan Covid-19, telah dinyatakan menjadi pandemik global oleh World Health Organization (WHO), sejak beberapa bulan yang lalu. Banyak negara di seluruh dunia terkena dampaknya dan melaporkan penemuan kasus-kasus baru yang terus meningkat.
Data yang dihimpun dari Kementerian Kesehatan RI dan John Hopkins University, per 25 Mei 2020, menyebutkan jumlah kasus Covid-19 di seluruh dunia mencapai 5,4 juta jiwa dengan jumlah kematian lebih dari 345 ribu jiwa. Di Indonesia sendiri kasus Covid-19 hingga 11 Juni 2020 telah mencapai angka 35.295 lebih kasus dengan jumlah kematian mencapai 2.000 jiwa.
Luar biasanya, dampak dari Covid-19 ini tidak terbatas hanya pada lingkup kesehatan dengan kasus-kasus yang terus meningkat, tetapi berimbas juga pada hampir semua sektor kehidupan. Sektor politik, ekonomi hingga pariwisata suatu negara ikut terpengaruh dengan adanya penyebaran virus ini. Sungguh, suatu keadaan yang berada di luar kenormalan dunia.
Dalam kondisi demikian, salah satu hal penting dari sudut pandang kesehatan, adalah masalah. Imunitas tubuh menjadi suatu hal yang sering didengungkan semenjak kemunculan virus ini. Sudah banyak artikel dari jurnal penelitian maupun media massa yang menyebut-nyebut tentang imunitas tubuh. Lantas, bagaimana peran sebuah imunitas terhadap Covid-19?
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), imunitas berasal dari kata dasar imun yang berarti kebal terhadap penyakit. Sementara imunitas sendiri memiliki makna kondisi untuk menjadi kebal. Dari sini dapat dikatakan bahwa imunitas tubuh adalah kemampuan tubuh untuk dapat menjadi kebal dari penyakit.
Pada prinsipnya, imunitas atau kekebalan dibagi menjadi dua macam, yaitu kekebalan non-spesifik dan kekebalan spesifik. Kekebalan non-spesifik (innate) merupakan kekebalan tubuh bawaan yang diperoleh sejak manusia lahir, kekebalan ini bersifat tidak spesifik melindungi tubuh terhadap penyakit tertentu.
Sementara itu, kekebalan spesifik (adaptif) merupakan kekebalan yang diupayakan agar dapat dimiliki oleh tubuh, melalui mekanisme kekebalan aktif. Kekebalan spesifik ini diperoleh melalui proses “terpapar” dulu, baru kemudian tubuh merespon melalui pembentukan antibodi, maupun pasif, seperti bayi yang memiliki kekebalan tubuh dari ibunya melalui air susu ibu (ASI) .
Pada kasus Covid-19, pada umumnya tubuh kita belum memiliki antibody untuk menangkalnya. Penyakit yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 (penyebab covid-19) ini belum dikenali oleh tubuh, sedangkan diketahui virus ini memiliki kemampuan penularan sesama manusia yang tinggi. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya perkembangan virus yang cepat hingga menyebar ke seluruh dunia.
Dilansir dari scientificamerican.com dijelaskan bahwa sampai saat ini, para peneliti masih terus berjuang untuk mengenal lebih jauh terhadap virus ini, termasuk kaitannya dengan pembentukan antibodi dalam tubuh. Beberapa pertanyaan yang hendak di jawab adalah seberapa lama antibody tersebut dapat bekerja efektif , serta apakah mereka mampu mencegah terjadinya re-infeksi penyakit ?
Dawn Bowdish, professor patologi dan molecular medicine dari McMaster University, Ontario menyebutkan bahwa dari kebanyakan pasien yang berhasil sembuh diketahui memiliki antibody di dalam tubuhnya, paling tidak selama dua minggu setelahnya. Namun demikian hingga saat ini belum diketahui secara jelas apa yang dapat secara efektif memberikan proteksi tubuh terhadap terjadinya re-infeksi.
Virus SARS-CoV-2 memiliki bagian aktif yang sering disebut receptor-binding domain pada spike glikoproteinnya. Protein spike ini terletak di ujung runcing atau mahkotanya. Protein ini menempel pada suatu zat gula yang dapat mempermudah virus masuk ke dalam sel manusia.
Lanjut Bowdish, bagian inilah yang menjadi tantangan karena diketahui system imun manusia tidak baik dalam membentuk antibody untuk melawan senyawa yang terlapisi gula. Namun, harapan untuk segera ditemukannya mekanisme pertahanan tubuh yang memadai sepertinya mulai mendapatkan petunjuk. Hal ini berdasarkan pengalaman sebelumnya, dimana tubuh mampu mengenali dan menghasilkan antibody untuk melawan virus SARS-CoV (penyebab SARS) dan MERS-CoV (penyebab Middle East Respiratory Syndrome-MERS), yang diketahui memiliki struktur yang mirip dan masih berkerabat dekat dengan virus penyebab Covid-19.
Selain itu, COVID-19 merupakan jenis penyakit self limiting disease. Suatu penyakit dimana tubuh memiliki kemampuan untuk “penyembuhan sendiri” ketika ditunjang dengan sistem imun yang baik. Hal inilah yang dapat kita lakukan sebagai upaya terbaik kita paling tidak untuk saat ini hingga akhirnya vaksin penangkal Covid-19 ditemukan dan mampu secara efektif melawan virus tersebut. Prinsip lebih baik mencegah daripada mengobati akan tetap menjadi pilihan yang bijak untuk dilakukan.
Berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kekebalan tubuh di antaranya mengurangi stress, makan-makanan yang bergizi dan teratur, perbanyak minum air agar selalu terhidrasi, olahraga teratur, mengatur pola tidur agar tercukupi, hingga konsumsi multivitamin jika dibutuhkan.
Data menunjukkan tingkat kesembuhan pasien Covid-19, baik di Indonesia maupun dunia, lebih tinggi dibandingkan tingkat kematiannya. Paling tidak ini dapat menjadi kabar positif sekaligus menjaga kita untuk tetap optimis dalam menghadapi Covid-19 ini. Jatengdaily.com–st
GIPHY App Key not set. Please check settings