Oleh: Ir Laeli Sugiyono MSi
Statistisi Ahli Madya
pada BPS Provinsi Jawa Tengah
TAK BISA dielakkan hempasan badai pandemi COVID-19 telah meluluhlantakan sendi-sendi sosial ekonomi masyarakat, hampir semua negara merasakan terpaan dahsyatnya gelombang panas pandemi ini. Penyebaran COVID-19 makin tak terbendung alih-alih memulihkan ekonomi untuk menggerakan perekonomian yang diambang resesi.
Pandemi COVID-19 yang melanda Jawa Tengah sontak merubah pola pengeluaran warga yang tak terduga, apa saja fakta dan data yang menyangkut perubahan tersebut? Yang dialami warga Jawa Tengah tiba-tiba merasa pengeluarannya meningkat dan atau menurun selama pandemi COVID-19.
Tercatat 56,1% responden mengalami peningkatan pengeluaran, 16,3% mengalami penurunan pengeluaran, dan sisanya tetap di masa pandemi Covid-19 bila dibandingkan kondisi sebelum wabah. Diantara 44,30% responden yang mengalami peningkatan pengeluaran, besarnya mencapai 26% hingga 50% dibanding sebelum wabah. Sebaliknya diantara 37,20% yang mengalami penurunan pengeluaran, besarnya mencapai 26% hingga 50% dibanding sebelum wabah.
Bahan Makanan Dominan
Sebesar 48% responden menjadikan bahan makanan sebagai perubahan pengeluaran yang paling dominan. Ini sejalan dengan anjuran pemerintah untuk tetap di rumah dan meningkatkan imunitas dengan memasak makanan sendiri.
Terkait dengan pengeluaran bahan makanan, 64,1% responden mengalami peningkatan pengeluaran bahan makanan. 31,7% tidak mengalami perubahan pengeluaran bahan makanan Sisanya 4,2% responden mengalami penurunan pengeluaran bahan makanan.
Lebih dari 60% responden mengalami peningkatan pengeluaran bahan makanan. Mengapa bisa demikian? Karena rumah tangga lebih suka memasak makanan sendiri daripada membeli makanan di luar, untuk menjaga higienitas makanan. Sedangkan lebih dari 29% responden tidak mengalami perubahan pengeluaran bahan makanan. Sementara itu, kurang dari 5% responden mengalami penurunan pengeluaran bahan makanan.
Pengeluaran Makanan dan Minuman Jadi
Sebanyak 44,8% responden mengalami peningkatan pengeluaran makanan dan minuman jadi, sedangkan 42,8% responden tidak mengalami perubahan pengeluaran makanan dan minuman jadi, sisanya 12,4% responden mengalami penurunan pengeluaran makanan dan minuman jadi.
Pengeluaran Bidang Kesehatan
Selain keperluan asupan gizi melalui pengeluaran makanan maka untuk menjaga kesehatan dalam masa pandemi COVID-19, perubahan pengeluaran rumah tangga terjadi di bidang kesehatan.
Sebanyak 72,9% resonden mengalami peningkatan konsumsi barang kesehatan, seperti obat-obatan, vitamin mineral, masker, hand sanitizer, dan juga sabun mandi.25,4% responden tidak mengalami perubahan pengeluaran untuk konsumsi barang kesehatan, sementara 1,7% sisanya mengalami penurunan pengeluaran untuk konsumsi barang kesehatan.
Pengeluaran Konsumsi Listrik
Berhemat dalam penggunaan listrik menjadi salah satu solusi untuk menekan pengeleluaran rumah tangga di masa pandemi COVID-19, ini semata untuk menutupi kebutuhan utama dalam pengeluaran makanan.
Sebesar 32,2% responden mengalami peningkatan pengeluaran konsumsi listrik, sedangkan 56,9% responden tidak mengalami perubahan dalam pengeluaran konsumsi listrik. Sisanya 10,9% responden mengalami penurunan pengeluaran konsumsi listrik.
Penghematan penggunaan listrik ini pada umunya dilakukan kelompok masyarakat miskin dan rentan miskin dengan pendapatan sekitar Rp. 1,8 juta per bulan tercatat sebanyak 18,4% responden mengalami penurunan pengeluaran untuk konsumsi listrik.
Penggunaan listrik bagi rumah tangga meningkat sebagai jawaban kebijakan daripada pencegahan penulasran Covid, dengan bekerja dari rumah (work from home/WFH) dan belajar dari rumah (study from home/SFH).
Pengeluaran Bahan Bakar Minyak (BBM)
Selain penghematan listrik, rumah tangga juga melakukan penghematan pengeluaran konsumsi BBM, tentunya dengan tidak melakukan bepergian ke luar rumah melainkan tetap tinggal di rumah kecuali ada keperluan yang sangat mendesak.
Sebanyak 41,6% responden mengalami peningkatan pengeluaran konsumsi BBM, sedangkan 50,7% responden tidak mengalami perubahan pengeluaran konsumsi BBM, sisanya 7,8% responden mengalami penurunan pengeluaran konsumsi BBM.
Seperti halnya dalam penghematan penggunaan listrik, penhematan pengeluaran konsumsi BBM juga lebih banyak dilakukan oleh kelompok miskin dan rentan miskin dengan pendapatan dibawah Rp. 3 juta per bulan. Tercatat sebanyak 30,6% hingga 31,2% responden mengalami penurunan pengeluaran konsumsi BBM.
Pengeluaran Pulsa atau Paket Data
Kebijakan WFH dan SFH memaksa rumah tangga menanggung beban pengeluaran pulsa atau paket data, karena keperluan WFH dan SFH menggunakan jaringan internet baik melalui gedget, hanphone berbasis android, maupun komputer desktop, Laptop, maupun Tablet yang terhubung jaringan internet melalui WIFI.
Sebesar 61,7 responden mengalami peningkatan pengeluaran pulsa atau paket data. Sedangkan 36,3% responden tidak mengalami perubahan dalam pengeluaran pulsa atau paket data. Sisanya 2% mengalami penurunan pengeluaran pulsa atau paket data.
Berbeda dengan pnggunaan listrik atau pengeluaran BBM, untuk pengeluaran pulsa atau paket data tidak dapat dilakukan penghematan karena syarat WFH dan SFH berlaku sama antara yang miskin dan yang kaya.
Belanja Online
Sejak diterapkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan pembatasan kegiatan masyarakat (PKM) dengan menutup obyek wisata, pusat hburan msyarakat, pusat perbelanjaan sepertimall, departemen store, supermarket hingga hipermarket, belanja online menjadi pilihan alternatif utama dalam bisnis.
Kegiatan belanja online ini tentu memerlukan kepiawaian dalam penggunan aplikasi berbasis komputer, sehingga kapasitas ini lebih dominan dilakukan kaum milenial daripada kelompok tradisional.
Perubahan pola ini menjadi suatu sejarah yang bisa digunakan untuk bahan cerita bagi generasi selanjutnya dan menjadi catatan penting bagi perkembangan peradaban manusia. Semoga bermanfaat, Insya Allah. Jatengdaily.com-yds
GIPHY App Key not set. Please check settings