Dampak Covid-19, Kemiskinan Kota Semarang Meningkat

0

Oleh Retno Dian Ika Wati, SST, MM

Statistisi Muda BPS Kota Semarang

SEBELUM pandemi Covid-19, tren laju angka kemiskinan di Kota Semarang dalam 11 tahun terakhir cenderung menurun dari angka 5,11 persen di tahun 2010 menjadi 3,98 persen di tahun 2019. Namun tahun 2020 atau setelah munculnya pandemi Covid-19 angka kemiskinan meningkat sebesar  0,36% sehingga menjadi 4,34% di tahun 2020.  Angka kemiskinan ini mengembalikan level kemiskinan Kota Semarang pada kondisi tiga tahun silam.

Sumber : BPS, 2020

Secara jumlah, penduduk miskin di tahun 2020 terjadi penambahan sebesar 7,61 ribu jiwa dari 71,97 ribu jiwa menjadi 79,58 ribu jiwa di tahun 2020. Ini merupakan peningkatan yang sangat signifikan setelah tahun tahun sebelumnya mengalami penurunan.

Tidak hanya jumlah, indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan pun mengalami peningkatan. Tahun 2020 indeks kedalaman kemiskinan naik dari 0,57 poin di tahun 2019 menjadi 0,68 poin di tahun 2020. Sedangkan indeks keparahan kemiskinan naik dari 0,12 poin di tahun 2019 menjadi 0,16 poin di tahun 2020.

Pandemi yang sudah berlangsung selama 3 triwulan ini dan belum menunjukan tanda tanda akan berakhir sangat berdampak pada berbagai sektor kehidupan terutama sektor perekonomian. Masyarakat menghadapi masa masa sulit dan harus berusaha lebih keras untuk bisa bertahan hidup. Adanya pandemi menyebabkan adanya pembatasan aktivitas sosial masyarakat demi menghindari persebaran wabah. Hal ini menyebabkan banyak golongan masyarakat yang mengalami penurunan pendapatan, bahkan tidak sedikit yang kehilangan mata pencahariannya.

Golongan masyarakat miskin merupakan yang paling terkena dampak pandemi ini, terutama mereka yang bekerja di sektor informal yaitu mereka yang status dalam pekerjaanya berusaha sendiri dan para pekerja bebas di sektor pertanian maupun non pertanian. Contoh pekerja informal antara lain pedagang kaki lima, sopir angkot dan ojek. Persentase penduduk miskin yang bekerja di sektor informal tahun 2020 sekitar 20,47 persen, angka ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 13,75 persen yang artinya terjadi penambahan penduduk miskin yang bekerja di sektor informal sekitar 6 persen dari tahun sebelumnya.

Ketika pendapatan berkurang, daya beli pun menurun dan pastinya pengeluaran konsumsi rumahtanggapun mengalami penurunan. Hal ini berimbas pada nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang mengalami penurunan disebabkan faktor Pengeluaran per kapita penduduk yang disesuaikan dengan PPP (Purchasing Power Parity) atas dasar harga konstan 2012 sebesar 15,243 juta rupiah pada tahun 2020, menurun Rp 307 ribu rupiah dibandingkan tahun sebelumnya.

Naiknya angka kemiskinan dan turunya nilai IPM  tentunya menjadi PR tersendiri bagi pemerintah Kota Semarang. Program jaring pengaman sosial yang akan digulirkan harus benar benar memperhatikan ketepatan dan kesesuaian target atau sasarannya karena jika kurang tepat maka akan menjadi usaha yang sia sia saja. Kontrol dan pengawasan sangatlah penting untuk menjamin kelancaran dan ketepatan sasaran.

Selain program jarring pengaman sosial, program yang tidak kalah penting adalah program pemberdayaan ekonomi untuk menyasar usaha usaha mikro kecil menengah yang paling terdampapk Covid-19 dan juga program penyediaan lapangan pekerjaan yang bersifat padat karya untuk membuka lapangan kerja bagi keluarga miskin atau kurang mampu yang mengalami kehilangan penghasilan atau pekerjaan tetap. Jatengdaily.com–st

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Exit mobile version