Scroll Top

Jika Memarahi Suami Berujung Pidana

Oleh : Nur Khoirin YD

BEBERAPA hari ini sedang viral diberbagai media berita mengenai seorang istri yang dituntut hukuman pidana satu tahun gara-gara memarahi suaminya yang sering pulang mabuk. Kasus KDRT ini bermula dari saling lapor ke polisi. Si istri yang bernama Valencya (V) melaporkan suaminya, CYC, karena telah menelantarkan istri dan anak. CYC yang merupakan pria asal Taiwan ini ditetapkan sebagai tersangka yang kemudian menjalani sidang di PN Karawang. Namun CYC balik melaporkan V ke PPA Polda Jawa Barat karena sering memarahi dan mengusir sehingga psikisnya tertekan, dan istrinyapun ditetapkan sebagai tersangka.

Pada persidangan yang digelar di PN Kerawang (Kompas,com, 11 Nopember 2021), JPU Glendy Rivano menuntut V dengan pidana satu tahun, karena melanggar Pasal 45 ayat 1 Junto huruf b Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU KDRT). Menurut JPU, berdasarkan keterangan para saksi dan bukti-bukti awal, terdakwa sering memarahi dengan kata-kata kasar dan mengusir, sehingga korban tertekan psikisnya.

Mendengar tuntutan JPU tersebut, V tidak terima dan melakukan protes, yang kemudian protesnya menjadi heboh di media. Banyak pihak mengkritik dan menganggap polisi dan Jaksa tidak peka dengan rasa keadilan. Sampai akhirnya Jaksa Agung turun tangan dan melakukan eksaminasi yang berdampak penonaktifan 3 polisi penyidik, JPU akan diperiksa, Kajari Kerawang diberhentikan dan Aspidum Kejati Jabar dimutasi. Berdasarkan eksaminasi khusus itu, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum menyatakan, dari tahap prapenuntutan sampai tahap penuntutan, baik dari Kejaksaan Negeri Karawang maupun dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, tidak memiliki sense of crisis atau kepekaan.

UU KDRT sering disalahgunakan
Sebenarnya tujuan dibentuknya UU KDRT ini sangat baik, yaitu untuk memelihara kelestarian keluarga agar tercapai kesejahteraan dan kebahagiaan. Ditegaskan dalam Pasal 4, Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga bertujuan : a. mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga; b. melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga; c. menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga; dan d. memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera. Tetapi sering disalahgunakan untuk memidanakan. Suami istri yang sudah terlibat pertengkaran dan diliputi rasa kebencian, memanfaatkan pasal-pasal karet dalam UU tersebut, untuk melampiaskan dendamnya secara membabi buta dengan saling lapor ke polisi.

Pasal yang didakwakan kepada Va Pasal 45 (1) Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b (kekerasan psikis) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 9.000.000,00 (sembilan juta rupiah). (2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).

Apa yang dimaksud kekerasan psikis, tidak jelas, sangat subyektif, tergantung yang merasakan atau yang menafsirkan. Misalnya, apa yang dirasakan oleh CYC, yang melaporkan istrinya telah melakukan kekerasan psikis, ukurannya tidak jelas dan sulit diukur. Dia hanya mengaku sangat tertekan karena sering dimarahi dan bahkan diusir. Tetapi istrinya sebagai seorang perempuan bisa jadi lebih tertekan karena ditelantarkan dan sering menyaksikan perilaku suaminya mabuk. Jadi kondisi psikis seseorang ini sangat sulit diukur oleh orang lain, kondisi seseorang sangat berbeda dengan orang lain, meskipun dengan pemicu yang sama.

Karena sangat subyektif dan sulit pembuktiannya dipengadilan, maka sebaiknya pasal karet ini dihapuskan, agar tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang hanya ingin melampiaskan kebencian. Sehingga ruang lingkup kekerasan dalam rumah tangga adalah kekerasan fisik yang mudah dibuktikan.

Polisi mengedepankan upaya perdamaian

Polisi yang menerima laporan KDRT secara psikis seharusnya terlebih dahulu mengupayakan perdamaian secara maksimal, dan jangan cepat-cepat memproses secara hukum pidana. Polisi harus mengedepankan prinsip restoratif justice, yakni mengarah kepada perdamaian kedua belah pihak. Upaya perdamaian perlu dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat kesalahan pelaku, akibat yang diderita korban dan efektivitas pemidanaan.

Perkara KDRT kekerasan psikis yang menghebohkan tersebut, seharusnya tidak perlu sampai ke pengadilan. Ini karena penyidik dan JPU tidak memiliki kepekaan rasa keadilan yang berkembang masyarakat. Kejagung sendiri menilai jaksa penuntut umum yang menangani kasus ini dari sebelum sampai penuntutan tidak memiliki sense of crisis atau kepekaan. Polisi dan JPU sering menggunakan “kacamata kuda” dalam menangani perkara. Penegakan hukum sekarang ini lebih mengedepankan kepastian hukum, tetapi mengabaikan kemanfaatan hukum. Sering kepastian hukum tidak mampu memberi rasa keadilan masyarakat dan tidak bermanfaat.

Seandainya V tersebut jadi dihukum 1 tahun penjara, mungkin sudah sesuai dengan pasal yang didakwakan, yaitu terbukti melakukan kekerasan psikis kepada suami. Tetapi yang lebih penting dan harus dipertimbangkan adalah, apakah putusan tersebut sudah adil dan manfaat bagi masyarakat?. Nyatanya, semua kalangan memprotes tuntutan pidana tersebut, karena tidak adil, dan tidak bermanfaat. Justru dianggap sebagai preseden buruk bagi para istri khususnya, para istri harus duduk manis menyambut suaminya dengan senyum, meskipun suaminya mabuk dan berperilaku buruk. Karena kalau istri mengomeli suami, bisa kena hukuman pidana 1 tahun. Kasus ini menjadi pelajaran buruk bagi pelestarian keluarga, sehingga harus mendapatkan perhatian yang serius.

DR. H. Nur Khoirin YD, MAg, Ketua BP4 Propinsi Jawa Tengah/Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Walisongo/ Advokat Syari’ah, Tinggal di Jl. Tugulapangan H.40 Tambakaji Kota Semarang, Telp. 08122843498. Jatengdaily.com-st

 

Privacy Preferences
When you visit our website, it may store information through your browser from specific services, usually in form of cookies. Here you can change your privacy preferences. Please note that blocking some types of cookies may impact your experience on our website and the services we offer.