Loading ...

Nishfu Sya’ban Hari Keberkahan

0
ahmad rofiq

Oleh Ahmad Rofiq
RASULULLAH SAW menjelaskan, bahwa malam nishfu Sya’ban, Allah “hadir” untuk melimpahkan ampunan kepada seluruh hamba-Nya, kecuali yang musyrik dan murtad” (Riwayat Ibnu Majah dan Ibnu Hibban). Dalam riwayat lain, Rasulullah saw mengingatkan : “Tidak ada suara yang paling dicintai Allah, kecuali suara seorang hamba yang “berlumuran” dosa, yang bertaubat kepada Allah”. Allah menyambutnya dan berfirman: “Aku sambut kamu wahai hamba-Ku, bermohonlah (kepada-Ku) apa yang kamu kehendaki”.

Manusia yang dikaruniai karakter emosi atau “marah”, maka di saat-saat ia sadar, maka akan timbul perasaan bersalah yang mendera dan mengiris-iris hatinya. Sebagai solusi untuk menghapus rasa bersalah yang mendera hati dan perasaannya, maka dalam bentuk kesalahan vertical, akan terhapus jika seseorang memohon ampunan kepada Allah, dan dalam bentuk kesalahan sesama manusia, maka solusi penghapusannya adalah dengan meminta maaf kepada orang lain yang seseorang itu merasa bersalah.

Permohonan ampunan (maghfirah) hamba kepada Allah, bisa dilakukan setiap saat, utamanya sehabis shalat maktubat, dan di tengah-tengah malam saat bermunajat kepada Allah. Karena permohonan ampunan adalah mekanisme penghapusan dosa perbatan buruk atau aniaya pada diri sendiri (QS. An-Nisa’ (4): 110), bertaubat dan memohon ampunan, dan Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang (QS. Al-Maidah (5): 74), namun memohonkan ampunan pada orang-orang yang menyekutukan Allah (musyrikin) meskipun itu kerabat dekat, karena mereka adalah penghuni neraka Jahim (QS. At-Taubah (9): 113).

Dan waktu-waktu sahur adalah saat yang tepat memohon ampunan kepada Allah (QS. Adz-Dzariyat (51): 18). Meskipun malam nishfu Sya’ban sudah lewat tadi malam, namun sampai dengan berakhirnya bulan Sya’ban, Allah akan terus menyediakan pengampunan pada hamba-hamba-Nya yang terus bertaubat, memohon ampunan, dan mendekatkan diri kepada-Nya.

Pada malam nishfu Sya’ban, ada peristiwa yang sangat bersejarah, yakni “pengalihan qiblat dari Baitul Maqdis Palestina ke Baitullah al-Haram atau Masjidil Haram Mekkah al-Mukarramah. Tepatnya tahun ke-2 Hijriyah setelah kira-kira 16 bulan umat Islam menghadap ke Masjidil Aqsha. Ini sekaligus sebagai kesaksian pertama kali menghadap Kiblat ke Ka’bah sebagai penguatan iman orang-orang yang beriman, pembersihan jiwa dari sisa-sisa kotoran Jahiliyah.

Allah menjelaskan dalam QS. Al-Baqarah (2): 143, “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia”.

Ini sekaligus sebagai penegasan bahwa pemindahan kiblat dari Masjidil Aqsha Palestina ke Ka’bah di Masjidil Haram Mekah adalah untuk meneguhkan bahwa agama semua Nabi-nabi adalah Islam. Selain itu juga sebagai penguatan adanya hubungan yang kuat antara dua masjid, karena ada sejarah perjalanan Isra Nabi Muhammad saw.

Yang jelas, malam nishfu Sya’ban, dikenal dengan berbagai sebutan, malam pembebasan (lailatu l-bara’ah), malam berdoa (lailatu d-du’a;), malam pembagian (lailatu l-qismi) kasih sayang, malam dikabulkannya doa (lailatu l-ijabah), malam keberkahan (lailatu l-mubarakah), malam pertolongan (lailatu sy-syafa’ah), malam pengampunan (lailatu l-ghufran), dan malam dibebaskannya hamba dari api nereka (lailatu l-‘itqi mina n-niraan). Ada juga yang menyebutkan, bahwa malam nishfu Sya’ban adalah malam hari rayanya Malaikat.

Semoga saudara-saudaraku yang semalam telah menghidupkan malam nishfu Sya’ban, ataupun yang tidak berkesempatan, kita masih punya kesempatan untuk terus bertaubat, memohon ampunan, dan bermunajat kepada Allah si sisa bulan Sya’ban. Jangan lupa doakan dan mohonkan ampunan kedua orang tua kita, baik yang masih hidup atau yang sudah menghadap kepada Allah di alam barzakh. Semoga Allah memberi kita umur panjang, sehat afiat, sampai ketemu bulan suci Ramadhan, dan dijauhkan dari segala mara bahaya, wabah, pandemi, dan segala macam cobaan yang kita tidak mampu memikulnya. Amin ya Rabbal alamin. Allah a’lam bi-shawab.

Prof. Dr. H. Ahmad Rofiq, MA., Ketua PW LP Ma’arif NU Jawa Tengah (2000-2003), Sekretaris Dewan Pendidikan Jawa Tengah (2003-2011), Wakil Ketua Umum MUI Jawa Tengah, Direktur LPPOM-MUI Jawa Tengah, Ketua II Bidang Pendidikan YPKPI Masjid Raya Baiturrahman, Ketua Bidang Pendidikan Masjid Agung Jawa Tengah, dan Koordinator Wilayah Indonesia Tengah MES Pusat. Jatengdaily.com–st

 

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Exit mobile version