SEMARANG (Jatengdaily.com) – Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) DPRD Jawa Tengah meminta sejumlah program yang sudah digulirkan dalam penanganan Covid-19 di lingkungan pondok pesantren (Ponpes), ditindaklanjuti dengan berbagai program riil.
Hal itu mengemuka dalam Focus Group Discussion (FGD) Fraksi PKB DPRD Provinsi Jawa Tengah dengan Tema “Kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam Pencegahan dan Penanganan Covid-19 serta Kesiapan Pondok Pesantren dalam Menghadapi Era Adaptasi Baru di Tengah Pandemi Covid-19”, di Semarang, Senin (4/1).
“Sebab selama ini masih banyak keterbatasan yang dialami pondok pesantren dalam menjalankan tatanan baru di tengah pandemi Covid-19,” ujar Ketua FPKB DPRD Jateng Sarif Abdillah.
Sarif menambahkan, selama ini para santri hidup dalam proses interaksi yang berlangsung secara terus menerus. Satu sisi daya tampung asrama pesantren umumnya terbatas, sarana mandi, cuci, kakus bahkan sering digunakan secara bersama-sama.
“Karenanya, lewat FGD ini kita ingin terus menggali bersama-sama, agar keberadaan pesantren ini dapat terjaga dari ancaman Covid-19, sekaligus pendidikan yang ada terus berjalan,” tegasnya.
Apalagi, lanjut Sarif, saat ini sudah ditemukan alat “GeNose” dari Universitas Gadjah Mada (UGM) yang bisa mendeteksi Covid-19 dalam waktu 80 detik.
“Pemerintah bisa membantu misalnya memberikan bantuan alat itu, karena harganya cukup terjangkau. Sehingga deteksi dini di pesantren juga bisa terus dilakukan,” bebernya.
Sarif juga meminta pemerintah untuk menjadikan pondok pesantren sebagai salah satu sasaran prioritas vaksinasi Covid-19. Selama ini, ada ribuan Pondok Pesantren di Jawa Tengah yang saat ini terus melakukan proses belajar mengajar di pondok.
“Mereka juga menjadi kelompok masyarakat yang rentan terpapar Covid 19, sehingga juga harus diprioritaskan, dalam vaksinasi nanti” tegasnya.
Sekretaris DPW PKB Jawa Tengah Sukirman mengatakan, jika tahun lalu ada kemungkinan keterbatasan anggaran dalam penanganan Covid-19 di lingkungan Ponpes, maka tahun ini dan seterusnya harus dimatangkan. ”Harus ada terobosan-terobosan, dan tindakan riil. FPKB tentu akan terus melakukan pengawalan,” katanya.
Sukirman yang juga wakil ketua DPRD Jateng ini menambahkan, ada hal lain yang harus dikawal, yakni tindaklanjut dari Undang-Undang Pesantren. Salah satunya dengan mengawal adanya peraturan daerah (Perda) dari UU tersebut.
“Imbasnya tentu akan akomodir segala hal, baik pendidikannya, hingga fasilitasi pemerintah. Jika Perda ini berjalan reguler, maka pesantren akan terus kokoh hadapi apa saja, termasuk pandemi ini,” imbuhnya.
FGD menghadirkan gubernur Jateng Ganjar Pranowo, Ketua MUI Jateng KH Ahmad Darodji, Forum Komunikasi Pondok Pesantren (FKPP) Jawa Tengah, Akademisi, Pakar, serta seluruh anggota FPKB DPRD Jateng.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan, kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di provinsi ini hampir mendekati angka 100 ribu. “Data ini terus kita input. Memang sempat ramai, karena ada data yang berbeda dengan pusat. Saya langsung telepon pusat klarifikasi, sekaligus ajak untuk lakukan validasi bersama,” katanya.
Saat ini, jelas Ganjar, sebanyak 62.560 dosis vaksin Sinovac telah tiba di Jateng. Ganjar menerangkan vaksinasi rencananya dilakukan pada 14 Januari nanti. “Target pertama adalah tenaga kesehatan dan personel penunjang di seluruh fasilitas kesehatan. Kemudian tahap kedua nanti untuk pelayanan publik,” jelasnya.
Ketua Komisi E DPRD Jateng Abdul Hamid menilai, pesantren sudah menjalankan berbagai hal yang berkait dengan protokol kesehatan. Dia mencontohkan, saat ini mereka yang sudah di ponpes tidak boleh pulang. Selain itu, orang tua santri tidak diperkenankan menjenguk.
”Kalau sudah pulang, ya pulang terus di rumah dulu. Ini memang adaptasi-adaptasi baru yang mulai diterapkan di Ponpes. Ini juga sekaligus menjadi alternatif, dimana di sekolah umum masih memberlakukan pembelajaran jarak jauh,” terangnya.
Ketua Forum Komunikasi Pondok Pesantren (FKPP) Jawa Tengah Abu Khoir mengatakan proses screaning santri saat memasuki pesantren belum merata. “Memang masih ada yang lemah, karena tidak semua pesantren mampu menggelar rapid tes,” katanya.
Abu mengakui, di lingkungan pesantren, sebelumnya terbiasa berjaamaah, atau berkerumum. “Tapi dengan Covid-19 ini jadi masalah, sehingga ada kesepakatan-kesepakatan. Dimana kita juga beradaptasi dengan kebiasaan baru tersebut,” tandasnya. st
GIPHY App Key not set. Please check settings