Oleh: Dwi Asih Septi Wahyuni, SST, M.Si
Statistisi Ahli Pertama BPS Kabupaten Banyumas
BADAN Pusat Statistik telah merilis angka persentase penduduk miskin di seluruh kabupaten/kota di Jawa Tengah tahun 2021. Hasilnya, semua kabupaten kota di Provinsi Jawa Tengah mengalami kenaikan persentase penduduk miskin. Secara rata-rata persentase penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah tahun 2021 sebesar 11,79 pesen atau mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2020 sebesar 11,31 persen.
Pasalnya kenaikan penduduk miskin ini dikarenakan efek pandemi pada tahun 2021. Angka persentas penduduk miskin berasal dari pendataan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilaksanakan Bulan Maret 2021. Pada periode pendataan tersebut, kondisi masyarakat masih mengalami shock ekonomi akibat pandemi covid-19.
Dampak sosial ekonomi pandemi covid-19 terhadap masyarakat miskin sangat terasa karena pendapatan masyarakat menurun akhirnya pengeluaran konsumsi baik makanan maupun non makanan juga mengalami penurunan. Dalam pendataan Susenas memuat pertanyaan terkait pengeluaran konsumsi makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat selama seminggu terkahir baik makanan tersebut berasal dari pembelian tunai/bon, pemberian pihak lain seperti pemberian dari tetangga, pemerintah maupun pihak swasta. Konsumsi tersebut dicatat sebagai konsumsi pengeluaran makanan rumah tangga. Pertanyaan tersebut ditanyakan untuk seluruh anggota rumah tangga yang terkena sampel Susenas.
Selain itu, dalam Susenas juga memuat pertanyaan pengeluaran konsumsi non makanan seperti pengeluaran untuk sewa rumah/kontrak, imputasi biaya sewa rumah jika rumah tersebut milik sendiri atau bebas sewa, pengeluaran keperluan sehari-hari mencakup kebutuhan kebersihan, kecantikan, perawatan, listrik, air, pembelian mebeulair, hp, pakaian, dan lain-lain yang termasuk pengeluaran konsumsi non makanan. Pencatatan pengeluaran non makanan adalah selama sebulan dan setahun terakhir.
Perlu diingat bahwa konsumsi pengeluaran pakaian misalnya selama setahun terakhir jika dicatat pada bulan Maret 2021 maka pencatatan pembelian pakaian hari raya idul fitri dan natal tahun 2020 dicatat pada Susenas Maret 2021. Melihat situasi pada masa hari raya tahun 2020 dimana hampir semua daerah melakukan lockdown dan tidak ada aktivitas ekonomi sehingga jumlah belanja untuk pakaian selama setahun terakhir dari Bulan Maret 2021 mengalami penurunan drastis dibandingkan tahun sebelumnya ( hari raya tahun 2019) dimana belum ada pandemi.
Kenaikan angka kemiskinan perlu dibaca dengan cermat agar tidak terjadi interpretasi yang salah. Periode waktu pendataan menjadi acuan bagaimana potret kondisi ekonomi masyarakat pada saat itu. Oleh karena itu tahun 2021 yang melekat pada kenaikan angka kemiskinan perlu kejelian sehingga tidak salah menafsifkan bahwa angka kemiskinan tersebut menggambarkan seluruh bulan pada tahun 2021 namun pada pendataan Maret 2021. Keterbandingan angka kemiskinan antar tahun dapat dilakukan karena BPS malakukan Susenas setiap tahun pada periode yang sama yakni setiap bulan Maret melakukan Susenas di seluruh kabupaten kota di Indonesia yang menghasilkan angka kemiskinan pada level kabupaten/kota.
Tugas pemerintah daerah dalam menurunkan angka kemiskinan di setiap kabupaten kota harus memperhatikan level kemiskinan setiap penduduk. Hal ini dikarenakan dalam kemiskinan terdapat kelompok penduduk yang berada tepat atau dibawah angka garis kemiskinan, dan berada sangat di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2021 sebesar Rp 409.123,- perkapita per bulan.
Ketika penduduk memiliki pengeluaran per kapita per bulan sedikit di bawah garis kemiskinan, treatment yang dapat dilakukan oleh pemerintah tentunya dapat memberikan bantuan langsung. Namun berbeda ketika penduduk miskin tersebut memiliki pengeluaran di paling bawah garis kemiskinan. Dalam hal ini dapat dikatakan miskin ekstrem maka treatment pemerintah dalam upaya menyelamatkan penduduk miskin keluar dari kemiskinan. Tentunya dengan membantu dan membimbing penduduk miskin agar dapat menghasilkan pendapatan yang lebih layak.
Misalnya memberikan bantuan berupa benih padi, benih sayur, pupuk, pembinaan peningkatan kualitas produksi tanaman, pembinaan transformasi pangan sehingga dapat menghasilkan produksi yang lebih banyak dan berkualitas serta dapat go internasional. Hal-hal seperti ini yang sangat diperlukan oleh penduduk yang masuk dalam kategori miskin ekstrim. Karena jika dilihat dari tingkat pendidikannya, mereka sebagian besar hanya lulusan SD, sehingga kemampuan untuk mengembangkan usaha dan kapasitas produksi tidak dapat dilakukan secara mandiri.Jatengdaily.com-st










