in

Semarang Darurat Banjir, Pemkot Harus Berpikir Logis

Kawasan Simpang Lima tepatnya di depan kantor Gubernuran banjir, pada Selasa (23/2/2021) siang. Foto: dok

SEMARANG (Jatengdaily.com) – Pemkot Semarang harus segera mengambil sikap atas banjir yang terjadi di tengah Kota Semarang. Semarang sudah darurat banjir karena penurunan permukaan tanah.

Hal itu disampaikan Ketua Lembaga Advokasi Indonesia Raya dan Pengamat properti, Wahyu Puji Widodo di Semarang, Rabu (24/2/2021).

Disebutkan Wahyu, penurunan tanah Kota Semarang akibat infrastruktur raksasa yang tidak melalui kajian serius akan berdampak amblesnya tanah dan banjir.

“Pemkot Semarang harus segera berpikir runtut, logis dan masuk akal dalam mengidentifikasi masalah, dan merumuskan solusinya. Jangan cuma kaget saja. Ini bisa diantisipasi kok, lembaga konsorsium water managemen Semarang yang diterbitkan 2020 daerah Kaligawe mengalami ambles 10 cm setiap tahun,” selanya.

Menurut Wahyu, faktor lain adalah karena ekstraksi air tanah dan pembebanan bangunan.

“Kerusakan lingkungan di kawasan resapan air daerah atas seperti Mijen, Ngaliyan, Gunungpati, dan Banyumanik akibat tumbuhnya perumahan dan kawasan-kawasan yang berdampak serapan air berkurang jauh, dan mengalir ke parit-parit yang tidak memadai.”ijin perubahan tata ruang perlu di evaluasi lagi,” ujarnya.

Reboisasi yang dikerjakan harus diimbangi dengan pengawasan terhadap penataan tata ruang, sambung Wahyu, jangan sampai perumahan perumahan yang belum berijin tumbuh berkembang dan dibiarkan.

“UU no 1 tahun 2011 tentang perumahan sudah mengaturnya, namun fungsi pengawasan dan penindakannya lemah.Jangan pernah menyalahkan alam, hujan ya begitu kadang besar kadang kecil,” lanjutnya.
Dikatakan, faktor antropodemik, yaitu faktor yang ditimbulkan oleh kegiatan manusia menjadi renungan kita semua.

Menurutnya, pengendalian dengan pompa juga lemah, itu hanya solusi sesaat. Ditambahkan, siklus hujan lebat 50 tahunan adalah penyebab banjir di Semarang, berdasar data BMKG, atau 171 milimeter hujan, menurut hitungan hidroligi, periode ulang 50 tahun harus disikapi dan dibantisipi

Kondisi ini diakibatkan lemahnya pengawasan Pemkot atas kawasan pembangunan dan daerah resapan di Kota Semarang 

”Ketergantungan pada air tanah relevan dengan pengelolaan banjir, karena pengambilan air tanah yang berlebihan dari aquifer tertekan dapat menyebabkan amblesan tanah. Itu berdampak pada peningkatan risiko banjir,” tukas Wahyu.

Seperti perubahan tata guna lahan yang terjadi di Panggung Lor, Panggung Kidul, dan Terboyo, yang berperan meningkatkan risiko banjir. “Semula, kawasan itu adalah tempat resapan air, tetapi sekarang telah berubah menjadi daerah perumahan dan industri,” tambahnya.

Apabila air tanah memang harus digunakan, harus ada pengendalian. Kawasan industri diharapkan untuk mengelolanya. Artinya, bukan pihak penyewa yang mengambil air tanah sendiri-sendiri. Pengambilan mesti dilakukan pengelola untuk kemudian didistribusikan kepada para penyewa.

Sehingga pengambilan air tanah secara serampangan oleh pelaku industri sendiri akan mempercepat menurunkan tanah. st-she

What do you think?

Written by Jatengdaily.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

GIPHY App Key not set. Please check settings

Banjir Masih Genangi Beberapa Lokasi di Semarang

Pelayanan Penumpang KA dan GeNose Masih Dialihkan ke Stasiun Poncol