MAGELANG (Jatengdaily.com) – Kepala Kesbangpol Kabupaten Magelang, Humanita menyatakan, sikap intoleransi hanya akan membawa dampak negatif dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Bahkan berpotensi munculnya perpecahan bangsa yang terjadi karena konflik sosial dalam kehidupan bermasyarakat.
”Beberapa cara yang bisa dilakukan guna menghindari sikap intoleransi misalnya dengan tidak menonjolkan suku, agama, ras, golongan dan budaya tertentu,” ujar Humanita, pada pembekalan dan sosialisasi dalam rangka menangkal paham radikal dan intoleransi di wilayah Kabupaten Magelang yang berlangsung di Ponpes Darul Amanah Dusun Ponggol, Kelurahan Tamanggung, Kecamatan Muntilan Kabupaten Magelang, Selasa (22/3).
Dia meminta masyarakat untuk mewaspadai aliran radikal yang memiliki paham ekstrem dan intoleransi. Terlebih lagi paham yang diajarkan cenderung ingin mengubah ideologi negara, Pancasila.
“Selain itu, sikap intoleransi bisa dihindari dengan tidak memaksakan kehendak diri sendiri kepada orang lain, peduli terhadap lingkungan sekitar dan tidak mementingkan suku bangsa sendiri atau sikap yang menganggap suku bangsanya lebih baik serta tidak menempuh tindakan yang melanggar norma untuk mencapai tujuan,” katanya.
Humanita mengemukakan, munculnya sikap intoleransi disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya pandangan keagamaan sektarian, populisme agama, politisi yang memanfaatkan agama. “Untuk itu seperti dalam pendirian rumah ibadah dilarang atas dasar agama, karena itu bisa menilmbulkan sikap intoleransi,” imbuhnya.
“Itu akan terjadi konflik ras, antarsuku, atau agama sehingga akan mengalami kemunduran suatu bangsa dan negara, karena pemerintah sulit membangun kebijakan. Pasalnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan sangat kurang,” katanya.
Sementara itu Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Magelang, Drs KH Hamami menuturkan kegiatan aliran radikal biasanya memiliki paham ekstrem berdasarkan agama atau non agama yang ingin berganti paham di luar prosedur yang disepakati.
Dalam hal ini dicontohkan seperti HIzbut Tahrir Indonesia (HTI) yang ingin merubah ideologi negara, Pancasila. Diketahui Hizbut Tahrir Indonesia sudah dibubarkan pemerintah pada 19 Juli 2017.
Kelompok yang perlu diwaspadai lagi adalah kelompok yang menghendaki hukum yang berlaku sesuai hukum Islam. Misalnya kelompok Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) yang patut diwaspadai ajarannya.
Salah satu eks napiter, Choirul Ihwan mengutarakan awal ketertarikannya bergabung dengan kelompok-kelompok ekstrem atau radikal karena faktor pertemanan, bahan bacaan, dan kurangnya kasih sayang dari orang tua, serta faktor solidaritas dan semangat Islam yang tinggi.
Hal itu karena doktrin atau ajaran kelompok ekstrem salah satunya meragukan keislaman masyarakat umum, menganggap kelompoknya paling besar dan kelompok lain sesat, serta menggabungkan wilayah fikih ke dalam akidah.
“Doktrin lainnya menganggap bahwa NKRI dan Pancasila diyakini sebagai thogut dan menganggap demokrasi sebagai syirik. Yang ekstrem lagi pengurusan identitas kenegaraan dan pajak dianggap sebagai bukti kekafiran,” tandasnya.
Untuk keluar dari doktrin kelompok ekstrem tersebut, dirinya kemudian selalu berfikir positif tentang keluarga. ”Jangan juga pernah meragukan kasih sayang keluarga. Dan sekarang saya juga berhati-hati dalam pertemanan di medsos termasuk dalam menerima informasi yang ada,” tuturnya.
Sikap yang kemudian terbebas dari paham radikal yang bisa dilakukan lainnya diantaranya menunjukkan sikap lebih peduli terhadap perdamaian dan tidak membalas ketidakadilan dengan ketidakadilan.
Kegiatan ini juga dihadiri dari Muspika Muntilan, penyuluh Agama Islam Kemenag Kabupaten Magelang, mahasiswa BEM IMM Universitas Muhamadiyah Magelang, ormas keagamaan NU dan Muhamadiyah, dan tokoh masyarakat di Tamanagung.
Dari kegiatan ini kemudian menghasilkan pernyataan sikap siap mengawal dan mendukung kebijakan pemerintah untuk menangkal radikalisme dan intoleransi untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa.st