in ,

Regulasi Upah Minimum Belum Optimal

Dr. Ismoro H. Ilham, SH. MKn foto bersama para Dewan Penguji, setelah menerima SK Kelulusan sebagai doktor bidang ilmu hukum dari Ketua Sidang Prof. Edy Lisdiyono pada ujian terbuka promosi doktor yang digelar oleh PSHPD Untag Semarang, belum lama ini.Foto:dok

SEMARANG (Jatengdaily.com) – Peran pekerja atau buruh dan pengusaha sebagai pelaku pertumbuhan ekonomi bangsa sangatlah penting, karena menjadi salah satu penentu daya saing sebuah bangsa, oleh karenanya kesejahteraan para pekerja dan pertumbuhan bisnis pengusaha perlu diperhatikan.

Dengan demikian peran negara membuat regulasi dalam penentuan formula upah minimum pekerja/buruh, diharapkan akan mewujudkan keadilan yang seimbang. Mengingat regulasi upah pekerja saat ini dirasa masih belum optimal.

Hal itu disampaikan Ismoro H Ilham SH MKn di depan para Dewan Penguji pada acara ujian terbuka promosi doktor yang digelar oleh Program Studi Hukum Program Doktor (PSHPD) Fakultas Hukum Untag Semarang, belum lama ini.

Adapun para Dewan Penguji tersebut adalah Prof. Dr. Edy Lisdiyono, SH. MHum selaku Ketua Sidang, kemudian Prof. Dr. Sarsintorini Putra, SH. MH selaku Sekretaris Sidang, serta Prof. Dr. Retno Mawarini Sukmariningsih, SH. MHum, Dr. Mashari, SH. MHum, Dr. Sri Mulyani, SH. MHum. dan Dr. Kunarto, SH. MHum. Sedangkan penguji eksternal adalah Prof. Dr. Ari Hernawan, SH. MH.

Disertasinya yang berjudul “Penentuan Regulasi Formula.Upah Minimum Pekerja/Buruh Yang Berbasis Keadilan Pancasila” yang dibimbing oleh Promotor Prof. Edy Lisdiyono, dan Co Promotor Prof. Retno Mawarini, telah mengantarkan Ismoro menjadi doktor baru di bidang ilmu hukum Untag Semarang.

Baca Juga: Untag Memotivasi Mahasiswa Baru Berjiwa Pancasila

Dari hasil penelitian disertasinya, Ismoro menyampaikan bahwa peraturan yang berlaku sekarang, dirasa masih kurang adil (aspek Filosofis), yaitu adanya kemunduran/degradasi regulasi ketenagakerjaan terbaru, khususnya hilangnya roh dalam menentukan upah minimum, yang tidak lagi ditentukan melalui survei di pasar, tetapi ditentukan oleh data dari Badan Pusat Statistik.

Sedangkan dari alasan faktor yuridis, banyaknya perubahan dan atau penghilangan pasal dan ayat di UU Nomor 13 tahun 2003, menjadi UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pelaksanaannya yaitu PP 36 Tahun 2021 mengalami beberapa kemunduran dalam beberapa hal, seperti pengaturan tentang karyawan kontrak, pemutusan hubungan kerja dan pengupahan.

Adapun dilihat dari faktor kebijakan pemerintah, bahwa regulasi upah minimum belum optimal, karena berdasarkan penelitian yang ada, sejak pemerintahan Presiden Soeharto sampai dengan sekarang, keputusan tentang regulasi upah minimum sangat tergantung “arah angin” political will dari pemerintahan saat itu, sehingga ini menyebabkan regulasi upah minimum pekerja tidak optimal, karena adanya motif “politik” dari penguasa saat itu.

Menurutnya, penetapan formula upah minimum bagi pekerja/buruh yang berbasis Pancasila harus memperhatikan tiga kepentingan sekaligus, tidak boleh berat sebelah dan tidak boleh berlebihan dari salah satu kepentingan.

Maka ke depan perlu aturan atau UU dalam menentukan regulasi kenaikan upah minimum, dengan memperhatikan empat parameter, yaitu tetap memakai rumus/formula, adanya kombinasi formulasi dan survei pasar, selanjutnya mendapatkan nilai kenaikan/inflasi sembako atau kelompok makanan jadi, yang dilakukan melalui survei pasar, kemudian data BPS tentang Produk Domestik Bruto Per Lapangan usaha Per daerah (PDB Bidang/Lapang Usaha). st

Written by Jatengdaily.com

Effendi Simbolon Sebut TNI ‘Layaknya Gerombolan’, Ini Kata Dandim 0716/Demak

Agree Perluas Pasar Kopi Indonesia hingga ke Belanda