Scroll Top

Tanah Wakaf Wajib Disertifikatkan

Oleh : Nur Khoirin YD

MUNCULNYA  berbagai sengketa wakaf yang sampai ke Pengadilan Agama, umumnya disebabkan oleh karena dokumen wakaf yang tidak jelas atau tidak ada. Jumlah tanah wakaf yang ada diseluruh Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 411.333 bidang/lokasi untuk berbagai peruntukan kemaslahatan umum. Seperti untuk masjid, musholla, lembaga pendidikan dan dakwah, kantor-kantor organisasi keagamaan, makam umum, dan fasilitas umum yang lain. Tetapi yang terdaftar baru sedikit. Berdasarkan data dalam sistem BPN baru sekitar 173.000 bidang telah wakaf bersertifikat (: https://nasional.kontan.co.id/). Ini artinya baru sekitar 40% tanah wakaf yang sudah didaftarkan, dan sisanya masih belum terrekam.

Di masyarakat banyak ditemukan fasilitas umum keagamaan yang sudah puluhan bahkan ratusan tahun secara turun temurun dimanfaatkan seperti wakaf, seperti pemakaman umum, masjid, musholla, taman, dll. Tetapi tidak diketahui asal usulnya, siapa wakifnya, dan siapa nazhirnya. Sebaliknya, juga ada banyak fasilitas umum, seperti pesantren atau lembaga pendidikan, yang nampak seperti wakaf, tetapi sejatinya adalah tanah milik pribadi. Kondisi ini harus menjadi keprihatinan dan perhatian bersama umat Islam, mengupayakan agar harta wakaf dipastikan aman dan manfaatnya meningkat untuk kesejahteraan umat. Salah satu program yang mendesak adalah menertibkan dokumen wakaf dan sertifikasi tanah wakaf.

Prosedur pendaftaran wakaf
Harta benda wakaf, khususnya wakaf tanah, harus atau wajib didaftarkan melalui mekanisme peraturan wakaf di Indonesia, sebagai syarat bahwa peristiwa wakaf benar-benar terjadi. Meskpun hukumnya wajib, tetapi pendaftaran harta wakaf ini masih belum menjadi kesadaran dan kebutuhan, sehingga banyak tanah wakaf yang belum terdaftar. Praktek wakaf di kalangan umat Islam yang tidak tercatat dengan berbagai alasan juga masih banyak ditemukan. Pentingnya pencatatan wakaf ini harus terus didorong dan terus disosialisasikan aturan-aturan yang sederhana dan memudahkan.

Pendaftaran wakaf ini diatur dalam berbagai peraturan, seperti dalam PP-42/2006 yang dirubah dengan dengan PP-25/2018 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Dalam pasal 38 dijelaskan, bahwa seseorang yang akan mewakafkan harta bendanya (wakif) harus membuat Akta Ikrar Wakaf (AIW) di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW), dalam hal ini adalah kepala KUA setempat.

Wakif harus melampirkan bukti kepemilikan tanah yang sah, seperti sertifikat hak milik atau bukti yang lain, pernyataan tidak dalam sengketa, dan ukuran luas tanah yang akan diwakafkan. AIW paling sedikit memuat:nama dan identitas Wakif, nama dan identitas Nazhir, nama dan identitas saksi, data dan keterangan harta benda waka, peruntukan harta benda wakaf, dan jangka waktu wakaf (jika ada). Hak atas tanah yang diwakafkan menjadi hapus sejak ikrar wakaf diucapkan dan statusnya menjadi tanah wakaf.

Terdaftarnya harta benda wakaf atas nama Nazhir tidak berarti menjadi milik Nazhir. Nazhir bahkan dilarang harta wakaf yang dikelolanya dijadikan jaminan, disita, dihibahkan, dijual, diwariskan, ditukar, atau dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya (Pasal 40 UU-41/2004). Tugas nazhir adalah mengadministrasikan, mengelola mengembangkan,mengawasi dan melindungi harta benda wakaf. Nazhir juga wajib membuat laporan secara berkala kepada Menteri dan BWI mengenai pengelolaan wakaf (Pasal 13 PP-42/2006).

Pendaftaran wakaf tanah setelah dibuatkan AIW, maka proses selanjutnya adalah harus didaftarkan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten/Kota untuk diterbitkan sertifikat wakaf. Tatacaranya sertifikasi tanah wakaf diatur dalam Peraturan Menteri ATR/BPN nomor 2 tahun 2017 tentang tata cara pendaftaran tanah wakaf, Instruksi Menteri ATR/BPN nomor 1/INS/II/2018 tentang pensertifikatan tanah tempat peribadatan di seluruh Indonesia, dan Surat Edaran Menteri ATR/BPN nomor 1/SE/III/2018 tentang petunjuk pelaksanaan percepatan pendaftaran tanah tempat peribadatan di seluruh Indonesia.

Dalam peraturan Menteri itu disebutkan bahwa tahapan pensertifikatan tanah wakaf adalah sebagai berikut : Pertama, PPAIW atas nama Nazhir, menyampaikan AIW atau APAIW dan dokumen-dokumen lainnya yang diperlukan untuk pendaftaran Tanah Wakaf atas nama Nazhir kepada Kantor Pertanahan, dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penandatanganan AIW atau APAIW. Kedua, pemohon mengajukan permohonan kepada kantor BPN setempat dengan melampirkan : surat permohonan, surat ukur, sertipikat Hak Milik yang bersangkutan atau bukti kepemilikan yang sah, AIW atau APAIW, surat pengesahan nazhir yang bersangkutan dari KUA dan surat pernyataan dari Nazhir bahwa tanahnya tidak dalam sengketa, perkara, sita, dan tidak dijaminkan. Ketiga, Kepala Kantor Pertanahan menerbitkan Sertifikat Tanah Wakaf atas nama Nazhir, dan mencatat dalam Buku Tanah dan sertifikat Hak atas Tanah pada kolom yang telah disediakan.

Wakaf yang tidak diketahui
Di masyarakat ditemukan banyak fasum yang sudah puluhan tahun dimanfaatkan, seperti makam umum dan masjid/musholla, tetapi tidak diketahui asal usulnya, siapa wakifnya dan siapa nazhirnya. Lalu bagaimana proses pendaftaran dan sertifikasinya?. Dalam pasal 31 PP-42/2006 dijelaskan, Dalam hal perbuatan wakaf belum dituangkan dalam AIW sedangkan perbuatan wakaf sudah diketahui berdasarkan berbagai petunjuk (qarinah) dan 2 (dua) orang saksi serta AIW tidak mungkin dibuat karena Wakif sudah meninggal dunia atau tidak diketahui lagi keberadaannya, maka dibuatkan Akta Pengganti Akta Ikrar wakaf (APAIW).

Tata cara pembuatan APAIW kepada PPAIW (KUA setempat) dilakukan berdasarkan permohonan masyarakat atau saksi yang mengetahui keberadaan benda wakaf tersebut. permohonan harus disertai kronologi atau petunjuk tentang keberadaan benda wakaf. Bisa juga disertakan beberapa surat pernyataan tokoh masyarakat yang mengetahui asal-usulnya.

Apabila tidak ada orang yang mengajukan pembuatan APAIW, maka kepala desa tempat benda wakaf tersebut berada wajib meminta pembuatan APAIW tersebut kepada PPAIW setempat. PPAIW atas nama Nazhir wajib menyampaikan APAIW beserta dokumen pelengkap lainnya kepada Kepala Kantor Kertanahan Kabupaten/Kota setempat dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penandatanganan APAIW untuk selanjutnya diterbitkan sertifikat wakaf (Pasal 35 PP-42/2006).

Tanah-tanah yang dipergunakan untuk fasilitas umum, setapi statusnya masih hak milik pribadi, sangat dianjurkan untuk dibalik nama menjadi sertifikat wakaf. Prosesnya sama dengan wakaf, yaitu dengan membuat AIW kemudian diajukan ke BPN setempat untuk diterbitkan sertifikat. Persyaratannya sangat sederhana, mudah, dan tanpa biaya alias gratis. Hal ini sangat penting untuk perlindungan dan keamanan wakaf. Jangan sampai dibelakang hari nanti, gara-gara tidak ada dokumen wakaf, bangunan masjid bisa dibongkar oleh ahli waris. Na’udzu billah.

DR. H. Nur Khoirin YD, MAg, Ketua Devisi Penelitian dan Pengembangan BWI Jawa Tengah, Ketua BP4 Propinsi Jawa Tengah/Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Walisongo/Advokat Syari’ah/Mediator/Arbiter Basyarnas/Anggota Komisi Hukum dan HAM MUI Jawa Tengah, Tinggal di Tambakaji H-40 Ngaliyan Kota Semarang, Telp. 08122843498. Jatengdaily.com-st

Related Posts

Privacy Preferences
When you visit our website, it may store information through your browser from specific services, usually in form of cookies. Here you can change your privacy preferences. Please note that blocking some types of cookies may impact your experience on our website and the services we offer.